MANAJEMEN KLASIK
A. Latar Belakang
Ilmu tata kelola hingga di sekarang ini terus berkembang. Ilmu tata kelola memperlihatkan pengertian ihwal pendekatan ataupun tata cara penting dalam meneliti, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan manajer.
Dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak dapat lepas dari perencanaan, peroganisasian untuk meraih tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah dirumuskan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kita tidak dapat lepas dari manajemen, baik tata kelola diri sendiri maupun tata kelola dalam bidang pekerjaan ataupun organisasi.
Howard M. Carlisle (dalam Sugiyo, 2013:27) menyatakan bahwa “management is the process by which the element of a group are integrated, coordinated, and efficiently achieveobjective” (Manajemen merupakan proses pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan elemen-elemen suatu kelompok untuk meraih tujuan secara efisien).
Penerapan tata kelola sudah dilakukan di segala faktor bidang dalam kehidupan bermasyarakat menyerupai halnya di dunia politik, organisasi, perusahaan, instansi ataupun lembaga-lembaga pemerintahan. Dalam dunia pendidikan juga kiprah tata kelola sungguh penting khususnya dalam Administrasi Pendidikan.
Dalam pendidikan, tata kelola itu sanggup diartikan selaku acara menggabungkan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam kerja keras meraih tujuan pendidikan yang sudah diputuskan sebelumnya (Pidarta, 1988:4).
Sedangkan perkembangan teori tata kelola itu sendiri hingga di sekarang ini terus berkembang. Banyak para jago yang menjumpai persepsi yang berbeda-beda dalam hal penerapannya. Dalam perkembangannya sendiri belum ada teori tata kelola yang bersifat baku ataupun kumpulan-kumpulan aturan yang sanggup dipraktekkan dalam banyak sekali situasi. Banyak teori yang berlawanan yang digunakan dalam tata kelola tersebut.
Secara lazim teori tata kelola ini sanggup dibagi menjadi 4 bagian, yakni : Manajemen ilmiah (1870 – 1930), Manajemen klasik (1900 – 1940), Manajemen korelasi manusiawi (1930 – 1940), dan Manajemen terbaru (1940 – sekarang). Teori-teori tata kelola ini terus bertambah hingga dengan di saat ini.
Berdasarkan perkembangan teori-teori tersebut maka kita akan menyaksikan konsep mana yang cocok dan elok digunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Di dunia pendidikan khususnya Administrasi Pendidikan di sekolah konsep yang menyerupai apa yang elok diterapkan. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas ihwal konsep tata kelola klasik itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang duduk urusan di atas, penulis merumuskan permasalahkan selaku berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori tata kelola klasik?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan teori tata kelola klasik?
3. Apa saja pokok teori tata kelola klasik?
4. Apa fungsi dan karakteristik dari manajem klasik?
5. Apa keunggulan dan kehabisan teori tata kelola klasik?
6. Bagaimana penerapan tata kelola klasik dalam Administrasi Pendidikan khususnya penyusunan rencana pendidikan?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan dari pengolahan makalah ini merupakan :
1. Untuk menyanggupi kiprah mata kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan.
2. Untuk mengenali dan mengerti teori tata kelola klasik.
3. Untuk mengenali bagaimana penerapan teori tata kelola klasik dalam Administrasi Pendidikan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Klasik
1. Pengertian Manajemen
Kata tata kelola merupakan terjemahan dari bahasa inggris “to manage” yang bermakna mengelola. Kata mengurus memiliki makna yang luas menyerupai mengatur, mengarahkan, mengendalikan, menangani, dan melaksanakan serta memimpin (Sugiyo, 2013:27)
Menurut Hersey dan Blanchard (2001:3) (dalam Sugiyo, 2013:27) mengemukakan tata kelola selaku “management is working with and throught individuals and growth to accomplish organizational goals” sedangkan stoner (1992:8) mengemukakan bahwa tata kelola selaku proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguanaan sumber daya organisasi yang lain agar meraih tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
Dalam Suherman (2007:35) tata kelola diartikan selaku proses mengadakan, mengatur, dan mempergunakan banyak sekali sumber daya yang dianggap penting guna meraih suatu tujuan. Lebih jauh tata kelola merupakan keseluruhan proses acara yang dilakukan oleh sekolompok insan dalam suatu metode organisasi dengan menggunakan segala sumber daya untuk meraih tujuan secara efektif dan efisien.
2. Pengertian Manajemen Klasik
Teori Manajemen Aliran Klasik mendefinisikan tata kelola sesuai dengan fungsi-fungsi manajemennya. Perhatian dan kesanggupan manajer sungguh diperlukan pada penerapan fungsi-fungsi tersebut. Dalam Fattah (2000:22) teori tata kelola klasik beranggapan bahwa insan itu sifatnya rasional, berfikir logis, dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Oleh lantaran itu teori klasik berangkat dari premis bahwa organisasi melakukan pekerjaan dalam proses yang logis dan rasional dengan pendekatan ilmiah dan berjalan menurut struktural atau anatomi organisasi.
3. Sejarah Perkembangan Manajemen Klasik
Teori Manajemen Aliran Klasik permulaan sekali muncul akhir terjadinya revolusi industri di Inggris pada masa 18. Para pemikir tersebut memperlihatkan perhatian terhadap masalah-masalah tata kelola yang muncul baik itu dikalangan usahawan, industri maupun masyarakat. Para pemikir itu yang kondang antara lain, Robert Owen, Henry Fayol, Charles Babbage dan lainnya.
Adapun tata kelola klasik muncul dari keperluan akan pedoman untuk mengurus organisasi yang kompleks, misalnya suatu pabrik. Manajemen itu tidak dilahirkan, tapi sanggup diajarkan, asalkan prinsip-prinsip mendasari dan teori umum manajemen dapat diterapkan.
Berikut dua tokoh tata kelola yang memulai hadirnya teori manajemen, yakni :
a. Robert Owen (1771-1858)
Dimulai pada permulaan tahun 1800-an selaku Manajer Pabrik Pemintalan Kapas di New Lanark, Skotlandia. Robert Owen mencurahkan perhatiannya pada penggunaan faktor buatan mesin dan faktor buatan tenaga kerja. Dari hasil pengamatannya ditarik kesimpulan bahwa, bilamana terhadap mesin diadakan suatu perawatan yang bagus akan memperlihatkan laba terhadap perusahaan, demikian pula halnya pada tenaga kerja, apabila tenaga kerja dipelihara dan dirawat (dalam arti adanya perhatian baik kompensasi, kesehatan, tunjangan dan lain sebagainya) oleh pimpinan perusahaan akan memperlihatkan laba terhadap perusahaan. Selanjutnya dibilang bahwa kuantitas dan mutu hasil pekerjaan dipengaruhi oleh suasana ekstern dan intern dari pekerjaan. Atas hasil penelitiannya Robert Owen dipahami sebagai Bapak Manajemen Personalia.
b. Charles Babbage (1792-1871)
Charles Babbage merupakan seorang Profesor Matematika dari Inggris yang meletakkan perhatian dan minat pada bidang manajemen. Dia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan mengoptimalkan produktivitas dari tenaga kerja dan menurunkan biaya, lantaran setiap pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien. Dia merekomendasikan agar para manajer saling bertukar pengalaman dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen.
Kontribusinya terlihat dari bukunya On the Economy of machinery and Manufacures. Dia merekomendasikan Pembagian kerja (devision of labour), memiliki beberapa keunggulan, yakni :
1) Mengefisienkan waktu yang diinginkan untuk menuntut ilmu dari pengalaman-pengalaman yang baru.
2) Banyaknya waktu yang terbuang apabila seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain serta akan menghalangi pertumbuhan dan ketrampilan pekerja, untuk itu diinginkan keutamaan dalam pekerjaannya.
3) Kecakapan dan keahlian seseorang bertambah lantaran seorang pekerja melakukan pekerjaan terus-menerus dalam tugasnya.
4) Adanya perhatian pada pekerjaannya sehingga sanggup meresapi alat-alatnya lantaran perhatiannya pada hal itu-itu saja.
Kontribusi lain dari Charles Babbage yakni berbagi kolaborasi yang saling menguntungkan antara para pekerja dengan pemilik perusahaan, juga menciptakan bagan penyusunan rencana pembagian keuntungan.
4. Pokok Teori Manajemen Klasik
Teori Manajemen Aliran Klasik terbagi menjadi dua, yaitu teori tata kelola ilmiah dan teori organisasi klasik.
a. Teori Manajemen Ilmiah
Pelopornya merupakan Frederick Winslow Taylor, Frank dan Lilian Gilberth, dan Henry Laurance Grant serta Harrington Emerson. Pertama kali tata kelola ilmiah atau tata kelola yang menggunakan ilmu wawasan dibahas, pada sekitar 1900-an. Frederick Winslow Taylor merupakan manajer dan penasihat perusahaan dan merupakan salah seorang tokoh paling besar manajemen. Taylor dipahami selaku bapak tata kelola ilmiah (scientifick management).
Taylor menyusun sekumpulan prinsip yang merupakan inti tata kelola ilmiah. Prinsip-prinsip itu diringkas selaku berikut :
1) Menghilangkan metode main-main dan menerapkan metode-metode ilmu wawasan disetiap unsur-unsur kegiatan.
2) Memilih pekerjaan terbaik untuk setiap kiprah tertentu, berikutnya memberikan latihan dan pendidikan terhadap pekerja.
3) Setiap petugas mesti menerapkan hasil-hasil ilmu wawasan di dalam melakukan tugasnya.
4) Harus dijalin kerjasama yang bagus antara pimpinan dan pekerja.
Pendukung teori tata kelola ilmiah yang lain merupakan Frank B. Gilbert (1878-1924) dan Lilian Gilberth (1878-1972) yang berhasil mengarahkan pada studi gerak dan waktu. Dia terpikat pada pengolahan suatu pekerjaan yang memperoleh efisiensi tertinggi sebagai ilmu yang menganalisis kiprah hingga pada gerak fisik dasar. Diharapkan agar gerak tidak dihambur-hamburkan dan diminimalkan serta diinginkan lancar sehingga produktifitas kerja meningkat.
Dalam konsep Gilbreth, gerakan dan capek saling berkaitan. Dengan kamera film ia berupaya mencari gerakan paling meminimalisir untuk setiap pekerjaan, dengan demikian mengoptimalkan prestasi dan mengurangi kelelahan. Keduanya berbagi planning penawaran khusus 3 tahap, yakni :
1) Mengerjakan pekerjaan di saat ini.
2) Mempersiapkan diri untuk jabatan yang lebih tinggi.
3) Melatih penggantinya dalam waktu yang bersamaan.
Menurut metode tersebut, seorang pekerja akan melakukan pekerjaan menyerupai biasa, sambil menyiapkan penawaran khusus karir dan melatih kandidat penggantinya. Dengan demikian pekerja akan menjadi pelaksana, pelajar yakni menyiapkan karir yang lebih tinggi, dan pengajar dalam arti mengajari kandidat penggantinya.
Pelopor tata kelola ilmiah berikutnya merupakan Henry Laurance Gantt (1861-1919). Beliau merupakan ajun dari Taylor, dia berdiri sendiri selaku seorang konsultan, dimana titik perhatiannya pada unsur insan dalam mengoptimalkan produktivitas kerjanya. Adapun pemikiran yang dicetuskannya yakni :
1) Kerja sama yang saling menguntungkan antara manajer dan tenaga kerja untuk meraih tujuan bersama.
2) Mengadakan seleksi ilmiah terhadap tenaga kerja.
3) Pembayar upah pegawai dengan menggunakan metode bonus.
4) Penggunaan instruksi kerja yang terperinci.
Harrington Emerson (1853-1931) kondang dengan istilah efficiency engineering selaku tipe konsultasi. Dia menyaksikan penyakit metode industri merupakan pemborosan. Dia percaya bahwa hancurnya pabrik bukan disebabkan oleh tanah, pekerja dan modal, tapi lantaran miskinnya ide-ide untuk berkembang.
Oleh alasannya itu Emerson mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi, yaitu:
1) Tujuan dirumuskan dengan jelas.
2) Kegiatan yang dilakukan masuk akal.
3) Dikerjakan oleh orang yang sungguh-sungguh kompeten.
4) Disiplin.
5) Balas jasa yang adil.
6) Laporan yang reliabel, canggih dan valid.
7) Pemberian perintah-perencanaan dan urutan kerja.
8) Adanya standar-standar dan skedul-skedul metode dan waktu kegiatan.
9) Kondisi yang memiliki standar.
10) Operasi yang memiliki standar.
11) Instruksi-instruksi gampang tertulis yang memiliki standar.
12) Balas jasa efisien-rencana insentif (ganjaran akhir efisiensi).
Sumbangan dan Keterbatasan Manajemen Ilmiah
Teori tata kelola ilmiah memperlihatkan beberapa sumbangan penting. Produksi masal merupakan salah satu perwujudan teori tata kelola ilmiah. Barang buatan dengan segera dan sebanyak-banyaknya menyerupai proses buatan lini perakitan. Proses buatan semacam itu sungguh efisien. Ide masalisasi menyerupai itu bahkan mensugesti sektor lain, menyerupai jasa. “Rumah makan cepat” (fast food restaurant) menyerupai McDonald mengikuti proses buatan lini perakitan. Desain pekerjaan, penyeleksian dan perkembangan karyawan secara ilmiah juga merupakan hasil dari teori tata kelola ilmiah. Manajemen ilmiah mendorong pendekatan rasional untuk memecahkan masalah. Pendekatan semacam itu mendorong pendekatan ilmiah pada manajemen, dan mendorong pendekatan tata kelola selaku ilmu. Pendekatan ini mendorong profesionalisme manajemen.
Teori tata kelola ilmiah memiliki beberapa keterbatasan. Asumsi bahwa insan (pekerja) tidak senantiasa berupaya menyanggupi keperluan ekonomi dan fisiknya. Tujuan produktivitas atau laba condong mengarah pada ekploitasi pekerja. Ada beberapa pendekatan yang cocok untuk waktu/tempat tertentu, tapi tidak sesuai untuk waktu /tempat yang lain.
b. Teori Organisasi Klasik
Konsep-konsep ihwal organisasi sudah meningkat mulai tahun 1800-an, dan konsep-konsep ini kini dipahami sebagai teori klasik (classical theory) atau kadang kala disebut juga teori tradisional. Organisasi secara lazim digambarkan oleh para teoritisi klasik selaku sungguh tersentralisasi, dan tugas-tugasnya terspesialisasi. Para teoritisi klasik menekankan pentingnya “rantai perintah” dan penggunaan disiplin, aturan dan supervisi ketat untuk merubah organisasi-organisasi agar beroperasi lebih efisien. Teori klasik sendiri terbagi atas teori birokrasi dan teori administrasi, bahkan ada pula yang menilai teori Manajemen ilmiah juga merupakan belahan dari teori organisasi klasik.
Teori organisasi klasik yang pertama ialah teori birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya : The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Kata birokrasi mula-mula berasal dari kata legal-rasional. Organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan penyusunan rencana organisasi untuk meraih tujuan tersebut. Menurut Weber bentuk organisasi yang birokratik secara kodratnya merupakan bentuk organisasi yang paling efisien.
Weber mengemukakan karakteristik birokrasi selaku berikut :
1) Pembagian kerja yang jelas.
2) Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik.
3) Program rasional dalam pencapaian tujuan organisasi.
4) Sistem mekanisme bagi penanganan suasana kerja.
5) Sistem aturan yang meliputi hak-hak dan kewajiban-kewajiban posisi para pemegang jabatan.
6) Hubungan-hubungan antar pribadi yang bersifat “impersonal”.
Jadi, birokrasi merupakan suatu versi organisasi normatif, yang menekankan struktur dalam organisasi. Unsur-unsur birokrasi masih banyak didapatkan di organisasi-organisasi terbaru yang lebih kompleks dibandingkan dengan korelasi “face-to-face” yang sederhana.
Teori organisasi klasik yang kedua ialah teori administrasi. Teori tata kelola meningkat sejak tahun 1990. Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henry Fayol dan Lynlali Urwick dari Eropa, serta Mooney dan Reiley di Amerika.
Mooney dan Reilly menyebut Koordinasi selaku faktor paling penting dalam penyusunan rencana organisasi maupun berdiri teori yang mereka kemukakan. Mereka menekankan tiga prinsip organisasi yang mereka teliti dan dapatkan sudah dijalankan dalam organisasi-organisasi pemerintahan, agama, militer dan bisnis. Ketiga prinsip tersebut merupakan : 1) Prinsip koordinasi(kerja sama), 2) Prinsip skalar (pendelegasian wewenang dan tanggungjawab), dan 3) Prinsip fungsional (pembagian kerja).
Tokoh berikutnya merupakan Henry Fayol (1841-1925). Menurut Fayol (Robbins dan Coulter, 1999), manajemen adalah suatu kesibukan lazim dari semua kerja keras insan dalam bisnis, pemerintahan, dan rumah tangga.
Pada tahun 1916, dengan istilah teori tata kelola klasik yang sungguh memperhatikan produktivitas pabrik dan pekerja, disamping memperhatikan tata kelola bagi satu organisasi yang kompleks, sehingga dia memperlihatkan satu metode aliran tata kelola yang lebih utuh dalam bentuk cetak biru. Fayol memerinci fungsi-fungsi kesibukan tata kelola menjadi elemen-elemen manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian, dan pengawasan. Pembagian kegiatan-kegiatan tata kelola atas fungsi-fungsi ini dipahami sebagai Fayol’s Functionalism atau teori Fungsionalisme Fayol.
Fayol berkeyakinan kesuksesan para manajer tidak cuma diputuskan oleh mutu pribadinya, tapi lantaran adanya penggunaan metode tata kelola yang tepat. Sumbangan paling besar dari Fayol berupa pandangannya ihwal tata kelola yang bukanlah semata kecerdasan pribadi, tapi lebih merupakan satu kemampuan yang sanggup diajarkan dan sanggup dipahami prinsip-prinsip pokok serta teori lazimnya sebagaimana yang sudah dirumuskan. Fayol membagi kesibukan dan operasi perusahaan ke dalam berbagai macam kesibukan :
1) Teknis (produksi) yakni berupaya menciptakan dan menciptakan barang-barang produksi.
2) Dagang (Beli, Jual, Pertukaran) dengan cara menyelenggarakan pembelian materi mentah dan memasarkan hasil produksi.
3) Keuangan (pencarian dan penggunaan optimum atas modal) berupaya memperoleh dan menggunakan modal.
4) Keamanan (perlindungan harga milik dan manusia) berupa melindungi pekerja dan barang-barang kekayaan perusahaan.
5) Akuntansi dengan adanya pencatatan dan pembukuan biaya, utang, laba dan neraca, serta banyak sekali data statistik.
Pada rujukan lain ada yang menuliskan satu pemanis kesibukan selain lima kesibukan diatas, yakni kegiatan Manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pemberi perintah dan pengawasan).
Selanjutnya Fayol juga mengungkapkan ada 14 prinsip tata kelola yang merupakan kebenaran universal yang merupakan prinsip lazim manajemen, yaitu:
1) Pembagian Kerja – yakni adanya keutamaan akan mengembangkan efisiensi pelaksanaan kerja.
2) Wewenang/ Otoritas – yakni adanya hak untuk memberi perintah dan dipatuhi.
3) Disiplin/ Tata Tertib – mesti ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan organisasi.
4) Kesatuan Perintah/ Komando – bahwa setiap pekerja cuma memperoleh instruksi ihwal kesibukan tertentu cuma dari seorang atasan.
5) Kesatuan Pengarahan – kesibukan operasional dalam organisasi yang memiliki tujuan yang serupa mesti diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan satu rencana.
6) Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan lazim – kepentingan perseorangan mesti diupayakan agar senantiasa di bawah kepentingan organisasi. Artinya prioritas mesti didahulukan untuk kepentingan bareng dibandingkan dengan untuk kepentingan pribadi.
7) Balas jasa – kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan mesti adil baik bagi karyawan maupun pemilik.
8) Sentralisasi – adanya keseimbangan antara pendekatan sentralisasi dengan desentralisasi.
9) Garis wewenang (scalar system)/ rantai skalar / hirarki – adanya garis wewenang dan perintah yang jelas.
10) Order/ Kemantapan para karyawan dalam pekerjaannya – sumber daya organisasi tergolong sumber daya manusianya, mesti ada pada waktu dan tempat yang tepat. Penempatan orang-orang mesti sesuai dengan pekerjaan yang mau dikerjakan.
11) Keadilan/ kesamaan – Perlakuan dalam organisasi mesti sama dan tanpa ada diskriminasi.
12) Stabilitas Staf dalam Organisasi – perlu adanya kestabilan dalam melakukan organisasi, tidak terlampau cepat ataupun terlalu lambat.
13) Inisiatif – setiap pekerja mesti diberi peluang untuk berbagi dirinya dan diberi keleluasaan untuk mempersiapkan dan melakukan tugasnya secara inovatif meskipun memungkinkan terjadinya kesalahan.
14) Esprit de Corps (semangat korps) – Prinsip ini menekankan bahwa pada dasarnya kesatuan merupakan suatu kekuatan. Pelaksanaan operasional organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan, dan rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps/ kebersamaan.
Selanjutnya menurut sumber rujukan yang lain, lebih rinci perihal pengembang tata kelola aliran klasik serta dukungan yang mereka berikan terhadap tata kelola sanggup dilihat pada tabel berikut ini:
No | Pengembang | Tahun | Kontribusi Terhadap Manajemen |
1. 2. 3. 4. 5. | Robert Owen Charles Babbage Frederick Winslow Taylor Henry Laurance Gantt Frank B. Gilberth & Lilian M. Gilberth | 1771 - 1858 1792 - 1871 1856 - 1915 1861 - 1919 1868 - 1942 1978 - 1972 | a) Membangun perumahan bagi pekerja. b) Menyediakan keperluan rumah tangga bagi pekerja. c) Menetapkan mekanisme kerja spesifik. d) Penilaian harian terhadap para pekerja secara terbuka. Prinsip pembagian kerja sehingga setiap pekerjaan mesti dipecahkan dan setiap pekerja dididik dengan kemampuan spesifik untuk mengakhiri pekerjaannya. Penemu tata kelola ilmiah dengan prinsip. a) Pengembangan tata kelola ilmiah sebenarnya, misalnya metode terbaik untuk mengakhiri setiap pekerjaan. b) Seleksi secara ilmiah terhadap para pekerja sehingga pekerja diberi kiprah dan tanggung jawab yang cocok. c) Kerja sama yang akrab antara pihak tata kelola dan pekerja. Meninggalkan metode tarif upah dan diferensial dan mengubahnya dengan motifasi kerja : 1. Setiap pekerja yang mengakhiri pekerjaannya diberi bonus $ 50 Sen. 2. Mandor akan memperoleh bonus apabila seluruh pekerjaan meraih standar. Penggambaran acara buatan dengan Gantt Chart. Studi gerak dan waktu mengembangkan semangat kerja. Keduanya berbagi planning 3 kedudukan, yakni : a. Mengerjakan pekerjaan sewaktu ini. b. Mempersiapkan diri untuk jabatan yang lebih tinggi. c. Melatih penggantinya dalam waktu yang bersamaan. |
5. Fungsi Manajemen Klasik
Secara tradisional tata kelola klasik memiliki beberapa fungsi, antara lain selaku berikut:
a. Merencanakan (planning) adalah menyeleksi sasaran organisasi dan fasilitas untuk pencapaian tujuan.
b. Mengorganisasikan (organizing) adalah menentukan dimana keputusan akan dibuat, siapa yang mau melaksanakan kiprah dan pekerjaan, serta siapa yang mau melakukan pekerjaan untuk siapa.
c. Memimpin (leading) adalah memberi insparasi dan motivasi terhadap karyawan untuk berupaya keras meraih sasaran organisasi.
d. Mengendalikan (controlling) adalah memantau pertumbuhan pencapaian sasaran dan mengambil langkah-langkah korelasi bilamana dibutuhkan.
6. Karakteristik Manajemen Klasik
Dari pemaparan di atas dan dari suatu sumber, terdapat beberapa karakteristik dari teori tata kelola klasik, antara lain yaitu:
a. Pengembangan tata kelola dilakukan oleh teoritis.
b. Investasi paling besar merupakan karyawan.
c. Tenaga kerja diberi training kemampuan sesuai operasi pabrik.
d. Karyawan bertanggungjawab atas pekerjaan tertentu yang berulang.
e. Adanya bagan pembagian keuntungan.
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Manajemen Klasik
1. Kelebihan Teori Manajemen Klasik
Dalam tata kelola klasik metode ilmiah sanggup dipraktekkan pada beragam kesibukan organisasi, jadi bukan cuma pada organisasi industri. Berikut beberapa keunggulan dari tata kelola klasik.
a. Teknik efisiensi dan observasi waktu dan gerak (time and motion study) bisa mengembangkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
b. Metode pemilikan dan pengembangan tenaga kerja memperlihatkan pentingnya latihan dan pendidikan untuk mengembangkan efektivitas kerja.
c. Metode ini juga bisa memperlihatkan rancangan kerja dan mendorong manajer untuk mencari alternatif terbaik dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
d. Manajemen klasik menawarkan banyak teknik dan pendekatan terhadap tata kelola yang masih berhubungan di sekarang ini selaku pola pengertian secara menyeluruh perihal sifat dari pekerjaan yang dilaksanakan, penyeleksian orang yang sempurna untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan melaksanakan pendekatan keputusan secara rasional seluruhnya merupakan persepsi gres yang memiliki faedah dan masing-masing dikembangkan selama periode ini.
e. Beberapa konsep inti dari versi birokratif masih sanggup digunakan di dalam rancangan organisasi terbaru selama kekurangan mereka diakui. Manajer semestinya mengakui bahwa efisiensi dan produktivitas sanggup diukur dan dikendalikan dalam banyak situasi.
2. Kekurangan Teori Manajemen Klasik
Selain memiliki kelebihan, tata kelola klasik juga diakui memiliki beberapa keterbatasan, adapun kekurangan tersebut diantaranya merupakan selaku berikut:
1) Manajemen klasik kurang memperhatikan faktor kemanusiaan dari pekerja, menyerupai motif, tujuan, perilaku, dan lain sebagainya.
2) Dalam organisasi terbaru yang kompleks menyerupai sekarang, tata kelola klasik dianggap terlalu umum. Di tata kelola modern, sering kali garis wewenang agak kabur. Saat ini sering kali teknisi bisa memperoleh perintah dari manajer pabrik (atasan dari atasan teknisi (mandor). Ini menciptakan kontradiksi antara prinsip pembagian kerja dan kesatuan perintah.
3) Peningkatan produktivitas memungkinkan kenaikan hasil, tapi sering membuat pemberhentian pekerja atau diubahnya upah.
4) Teori ini kurang menyaksikan keperluan sosial para pekerja dan tidak pernah menyaksikan ketegangan-ketegangan yang terjadi lantaran keperluan itu tidak terpenuhi. Hal ini terjadi lantaran manajer yang mengikuti aliran ini cuma memperhatikan faktor material dan fisik.
5) Manajer juga mesti mengakui kekurangan dari perspektif klasik dan menyingkir dari konsentrasi sempitnya terhadap efisiensi dari perspektif penting lainnya. Kekurangan dari tata kelola klasik merupakan prespektif tersebut menilai remeh kiprah individu dalam organisasi.
Sedangkan menurut Filley, Kerr dan Hous (1976) dalam Fattah (2000:24) kelemahan-kelemahan teori klasik secara garis besar dikemukakan selaku berikut:
1) Teori klasik merupakan teori yang terikat waktu. Teori ini cocok dipraktekkan pada permulaan masa dua puluhan, lantaran motif pekerja waktu itu yang khususnya merupakan menyanggupi keperluan fisiologis.
2) Teori klasik memiliki ciri-ciri deterministik. Teori sungguh menekankan pada prinsip-prinsip tata kelola dan tidak memperhitungkan banyak sekali dimensi dalam tata kelola menyerupai motivasi, pengambilan keputusan, dan korelasi informal.
3) Teori ini merumuskan asumsinya secara eksplisit. Malahan banyak estimasi yang lemah dan tidak lengkap secara implisit terdapat dalam teori klasik itu, antara lain: efisiensi cuma diukur oleh tingkat produktivitas yang cuma menyangkut penggunaan sumber secara hemat tanpa memperhitungkan faktor manusiawi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Teori Manajemen Klasik
Suatu teori akan senantiasa penting dan senantiasa sempurna untuk dipelajari kalau teori tersebut terus mengalami perkembangan sesuai pergeseran jaman agar teori senantiasa sempurna dipraktekkan kapan saja. Ada banyak teori yang meningkat dalam ilmu wawasan dunia di sekarang ini tergolong teori ihwal manajemen. Banyak jago tata kelola yang menuliskan ihwal teori tata kelola dengan beragam persepsi atau persepsinya masing-masing yang pasti didasari oleh proses pengkajian yang mendalam. Sehingga tidak jarang dijumpai lumayan banyak perbedaan dalam pembahasan suatu teori manajemen.
Mengenai teori tata kelola secara lazim ada banyak pengembangan dari teori tata kelola yang dituliskan secara berlawanan dari beragam referensi, pada suatu rujukan disebutkan bahwa terdapat tiga aliran pemikiran manajemen, yaitu:
1. Aliran klasik yang terbagi dalam tata kelola ilmiah dan teori organisasi klasik. (ada rujukan lain pula yang menyebutkan teori organisasi klasik terbagi menjadi teori birokrasi dan teori administrasi).
2. Aliran korelasi manusiawi, disebut selaku aliran neoklasik atau pasca klasik.
3. Aliran tata kelola modern.
Ada pula rujukan lain yang menyebutkan secara garis besar konsep tata kelola sanggup dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Konsep Manajemen Klasik
2. Konsep Manajemen Behavioristik
3. Konsep Manajemen Systems Model
4. Konsep Manajemen Networking
Selanjutnya terdapat rujukan lain pula yang menyebutkan bahwa Konsep dasar tata kelola sendiri mengalami perkembangan sepanjang sejarah yang tidak terlepas dari para jago manajemen. Secara lazim perkembangan teori tata kelola sanggup dibagi menjadi 4, yakni :
1. Manajemen ilmiah (1870 – 1930)
2. Manajemen klasik (1900 – 1940)
3. Manajemen korelasi manusiawi (1930 – 1940)
4. Manajemen terbaru (1940 – sekarang)
Sehingga untuk membicarakan perihal tata kelola klasik itu sendiri perlu dibentuk bahasan apakah tata kelola klasik dibahas selaku suatu konsep atau aliran ataukah teori organisasi, lantaran di saat membahasnya selaku suatu aliran maka menyerupai yang dikemukakan diatas bahwa tata kelola aliran klasik terbagi dalam tata kelola ilmiah dan teori organisasi klasik, sehingga sanggup dibilang bahwa tata kelola ilmiah merupakan belahan dari tata kelola klasik. Sedangkan kalau dibahas selaku suatu teori maka sanggup dilihat pada pemaparan di atas bahwa tata kelola ilmiah berlawanan atau terpisah dari tata kelola klasik.
Selain terdapat perbedaan dari sisi bahasan apakah tata kelola klasik dipandang selaku suatu aliran ataukah konsep/ teori, terdapat pula perbedaan dari sisi tokoh yang menjadi penggerak tata kelola ilmiah. Namun dibalik segala perbedaan yang ada, tetap terdapat suatu titik temu atau pokok teori tata kelola klasik yang dalam hal ini sanggup dilihat pada pemaparan karakteristik, keunggulan dan kehabisan teori tata kelola klasik. Bagaimanapun, pembahasan suatu teori akan sempurna sasaran kalau difokuskan pembahasannya pada suatu faktor atau sudut pandang tertentu.
Inti dari teori tata kelola klasik merupakan lebih merupakan suatu teori tata kelola yang mengedepankan produktivitas suatu organisasi atau perusahaan dengan adanya kenaikan mutu pekerja/ karyawan dengan diberi pekerjaan yang spesifik dan dituntut tanggungjawab untuk menyelesaikannya pada waktu yang sudah diputuskan yang dibarengi pendidikan dan latihan yang mencukupi demi mengembangkan efektivitas kerja serta adanya upaya mencari alternatif metode terbaik untuk lebih mengefisienkan waktu pengolahan suatu pekerjaan. Sudah pasti di saat terfokuskannya seseorang pada suatu pencapaian tujuan tertentu, maka tidak sanggup disangkal bahwa akan ada saja faktor lain yang kurang diperhatikan, begitu juga dengan teori tata kelola klasik tersebut sehingga teori ini pun tidak luput dari kehabisan atau keterbatasan.
B. Penerapan Teori Manajemen Klasik dalam Administrasi Pendidikan
Saat ini tata kelola manajemen pendidikan yang banyak dilaksanakan merupakan acara tata kelola pendidikan yang umum. Dalam acara tata kelola pendidikan diklasifikasikan empat jenis layanan, yakni layanan dasar administrasi, layanan responsif, layanan penyusunan rencana perorangan dan santunan sistem. Dalam santunan metode diterangkan perihal kesibukan tata kelola yang merupakan banyak sekali upaya untuk memantapkan, memelihara dan mengembangkan mutu acara tata kelola lewat kegiatan-kegiatan: pengembangan program, pengembangan staf, pemanfaatan sumber daya, dan pengembangan penataan kebijaksanaan.
Beberapa hal di atas ada yang sejalan dengan konsep tata kelola klasik, misalkan dalam pengembangan staf. Dalam tata kelola klasik dipraktekkan teknik efisiensi dan observasi waktu dan gerak (time and motion study) yang dapat mengembangkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja serta diterapkannya pula metode pemilikan dan pengembangan tenaga kerja yang memperlihatkan pentingnya latihan dan pendidikan untuk mengembangkan efektivitas kerja dan diterapkannya penyeleksian orang yang sempurna untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut, dari sini sanggup terlihat bahwa dalam konsep tata kelola klasik sungguh memperhatikan pengembangan staf, terlebih pelaksana acara tutorial konselor haruslah profesional terhadap bidangnya lantaran kesibukan tutorial dan konseling cuma sanggup dilakukan oleh orang yang profesional agar terhindar dari mall praktek.
Selanjutnya dalam teori birokrasi tata kelola klasik juga dipraktekkan pembagian kerja yang jelas, dan dalam pelaksanaan acara administrasipun dilakukan pembagian kerja yang terang dari kepala sekolah selaku manajer dalam tata kelola sekolah terhadap seluruh personel sekolah agar semua bisa terlibat secara sempurna dalam mendukung terlaksananya tata kelola yang disusun oleh guru. Dari dua hal yang coba dikemukakan di atas sudah cukup menerangkan bahwa tata kelola klasik dalam hal tertentu masih sempurna digunakan dalam pelaksanaan tata kelola pendidikan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen Pendidikan bekerjsama meningkat dan mengadopsi dari teori Manajemen di bidang ekonomi. Teori Manajemen pada mulanya dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang bisnis.
2. Dalam perkembangannya Teori Manajemen sanggup dikelompokkan menjadi tiga, yakni : (1) Teori Manajemen Kuno; (2) Teori Manajemen Klasik (tokohnya antara lain Robert Owen (1771-1858) & Charles Babbage (1792-1871) ); dan (3) Teori Manajemen Kontemporer.
3. Perkembangan tata kelola pendidikan di Indonesia pada orde gres sungguh diwarnai dengan tata kelola yang sentralistik, kemudian pada perkembangannya pada era reformasi bermetamorfosis desentralisasi atau dipahami dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang pada dasarnya sekolah diberi wewenang untuk mengontrol semua kesibukan sekolah. Ini seiring dengan pemberian wewenang pemerintah pusat pada pemerintah kawasan (otonomi daerah).
4. Secara lazim tata kelola merupakan selaku proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan.
5. Manajemen klasik lebih merupakan suatu teori tata kelola yang mengedepankan produktivitas suatu organisasi atau perusahaan dengan adanya kenaikan mutu pekerja/ karyawan dengan diberi pekerjaan yang spesifik dan dituntut tanggungjawab untuk menyelesaikannya pada waktu yang sudah diputuskan yang dibarengi pendidikan dan latihan yang mencukupi demi mengembangkan efektivitas kerja serta adanya upaya mencari alternatif metode terbaik untuk lebih mengefisienkan waktu pengolahan suatu pekerjaan.
6. Konsep tata kelola klasik dalam Administrasi Pendidikian sungguh memperhatikan pengembangan staf, terlebih pelaksana acara tata kelola pendidikan haruslah profesional terhadap bidangnya lantaran kesibukan tata kelola cuma sanggup dilakukan oleh orang yang profesional agar terhindar dari kesalahan praktek.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa Jurusan Administrasi Pendidikan diinginkan senantiasa berupaya memperbesar khasanah ilmu wawasan khususnya yang berkenaan dengan pendukung profesionalisme kerja, tergolong dalam kaitannya dengan pengertian akan tata kelola pendidikan.
2. Bagi direktur selaku pelaksana tata kelola sungguh penting kiranya untuk sanggup menerapkan tata kelola yang efektif dan efisien guna menunjang kesuksesan acara pelayanan administrasi.
3. Bagi kepala sekolah selaku manajer utama di sekolah, maka perlu kiranya melaksanakan tata kelola sekolah yang efektif guna terlaksananya tujuan pendidikan di sekolah secara maksimal tergolong kaitannya dengan santunan akan acara tata kelola di sekolah yang memiliki kiprah penting dalam menunjang pertumbuhan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Daft, Richard L. 2003. Management (manajemen) Edisi 6 Penerjemah Edward Tanujaya, Shirly Tiolina. Jakarta: Salemba Empat.
Fattah, Nanang. 2000. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hanafi, Mamduh M. 2003. Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMPYKPN.
Mulyono, MA. 2009. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Siswanto, H.B. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyo. 2013. Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang: Widya Karya.
Syamsu Yusuf, LN dan A. Juntika Nurihsan. 2010. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Kerjasama PPs UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Suherman, Uman. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Mandani Production.
Usman, Husaini. 2011. Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_manajemen_umum/Bab_2.pdf diakses pada tanggal 12 September 2016.
0 Komentar untuk "Manajemen Klasik"