KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi rabibbil-a’aalamiin. Segala puji bagi Allah SWT yang sudah menyodorkan banyak rahmat, nikmat, dan hidayah sehingga saya sanggup menyelesaikan penyusunan makalah ini. Hanya kepada-Nya penulis memohon pertolongan dan fasilitas dalam segala urusan. Allahumma shali ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa sayyidinaa Muhammad. Shalawat serta salam tidak lupa saya kirimkan terhadap Nabi Besar Muhammad SAW, makhuk mulia yang sarat cinta dan kasih sayang terhadap sesama insan dan menenteng kita pada jalan yang di ridhai Allah SWT.
Dalam Penyusunan Makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan instruksi dari banyak sekali pihak baik secara pribadi maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah ikut serta menyodorkan wangsit dan pencerahan utamanya terhadap Prof. Dr. Abin Syamsudin Makmun, M.A dan Ibu Dr. Aan Listiana,M.Pd.
Serta semua pihak yang tidak sanggup disebutkan satu-persatu, semoga segala bimbingan, dan bantuan, dan doa yang sudah diberikan memperoleh imbalan dari Allah SWT. Semoga Makalah ini sanggup berfaedah dan memperbesar pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi seluruh pembaca.
Bandung, April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Reforma sekolah dan bentuk sekolah atau aktivitas kelas yang efektif senantiasa menjadi salah satu perdebatan di dalam dunia pendidikan, tetapi hal ini intinya bisa teratasi dengan menganalisi bukti-bukti dari observasi yang aktual. Bab ini akan membahas dan meneliti beberapa observasi dan proposal yang prospektif atau sudah medapatkan perhatian secara luas. Dalam penggalan ini akan didapatkan bagaimana penelitian-penelitian yang sudah dijalankan saling mendukung atau menentang satu sama lainnya. Dalam penggalan ini juga akan terlihat beberapa macam reforma yang sudah dijalankan dan bagaimana efek nya terhadap lingkungan sekolah. Di dalamnya akan terlihat apakah bentuk reforma yang dijalankan bisa dianggap pantas atau tidak dan bagaimana hal tersebut bisa mensugesti keseluruhan karir seorang guru.
99Berikut merupakan beberapa pertanyaan yang bisa menjadi pola atau bimbingan dalam mengetahui penggalan ini:
1. Apakah ciri instruksi dan pengajaran yang efektif di dalam meningkatkan pembelajaran biar menjadi lebih baik?
2. Apa yang biasanya dibilang oleh observasi mengenai sekolah-sekolah yang hebat efektif?
3. Apa kunci-kunci yang sanggup membuat reforma sekolah berhasil?
4. Bagaimana kita sanggup meningkatkan instruksi di setiap tingkatan kelas dan sekolah?
5. Bagaimana sekolah sanggup menolong populasi siswa Istimewa seumpama siswa berpenghasilan rendah, siswa di tempat pedesaan, atau siswa berbakat?
6. Akankah ekspansi rencana-rencana pilihan-sekolah memperbaiki pendidikan?
7. Sistem reforma apakah yang ada di beberapa negara penggalan dan distrik-distrik sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Dasar Dibutuhkannya Perbaikan Sekolah
Pendidikan menjadi salah satu penggalan paling besar dalam pertumbuhan suatu Negara, tetapi tidak semua Negara menyadari efek dari kenaikan mutu pendidikan terhadap pertumbuhan dan kelancaran hidup Negara. Kualitas pendidikan yang diberikan oleh Negara akan kokoh pada daya saing warga Negaranya baik didalam maupun di luar Negara yang bersangkutan. Di USA sendiri, beberapa hal yang menjadi faktor tergeraknya pemerintahan untuk memperbaiki dan mereforma sekolah merupakan selaku berikut:
1. Underprepared workers
Secara garis besar, perhatian terhadap sekolah-sekolah Amerika berkonsentrasi pada keperluan untuk mendukung daya saing ekonomi internasional negara dengan cara mengajarkan keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan juga pada instruksi yang berhubungan dengan para siswa guna meningkatkan penampilan di antara siswa tertinggal. Beberapa observasi dan laporan utama nasional menyebutkan jikalau para pelajar Amerika keluar sekolah tanpa mempunyai kesiapan untuk ikut serta aktif di pekerjaan-pekerjaan yang mewajibkan mereka menjalankan tugas-tugas rumit tingkat tinggi dalam dunia ekonomi mutakhir berbasis teknologi. Reforma yang dijalankan akan mengoptimalkan tingkat kesiapan karyawan.
2. Kebutuhan atau permintaan kesetaraan (Equity)
Belakangan ini, nyaris semua laporan dan observasi yang bermitra dengan reforma pendidikan menyerukan kenaikan penampilan siswa yang secara ekonomi dinilai tertinggal dengan tujuan untuk memperbaiki kulit pendidikan. Hal ini juga merupakan salah satu materialisasi dari pursuit of justice atau rasa keadilan, keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan ini juga berhubungan erat dengan keperluan atas kompetisi ekonomi. Reforma sekolah akan menolong semua warga Negara mempunyai hak dan kapasitas yang serupa untuk berkompetisi di dunia kerja yang bermitra pribadi dengan kompetisi ekonomi.
3. Siswa dan Sekolah yang beresiko
Kecilnya peluang dalam sosial dan ekonomi bagi siswa yang mempunyai presetasi rendah tanpa adanya kredesial dari sekolah lanjut merupakan salah satu factor yang mendorong pemerintah untuk mereforma dan mengefektifkan sekolah dan aktivitas pembelajaran di dalamnya. Ini juga merupakan aturan dari CCSSO (Council of Chief State School Office) yang menyatakan bahwa aturan di Negara mesti menegaskan acara pendidikan dan pelayanan public yang lain sanggup menolong warga negaranya untuk sanggup lulus dari sekolah.
4. Kemiskinan di dalam kota
Kemiskinan yang ada merupakan salah satu faktor yang menjadi pendorong rekonstruksi efektifitas pendidikan, salah satu jalan keluar dari problem ini bermitra dengan pekerjaan, transportasi, dan kemakmuran sosial secara keseluruhan, yang mana pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan berperan penting.
5. Kemiskinan di pedesaan
Kemiskinan di tempat biasanya ditandai dengan disorganisasi sosial seumpama tingginya kehamilan sampaumur diluar pernikahan, banyaknya kenakalan-kenalakan remaja, rendahnya prestasi sekolah dan tingginya perasaan stress dalam komunitas, dan demi kenaikan ekonomi di USA secara keseluruhan orang-orang dan warga-warga tersebut memerlukan pendidikan yang efektif.
B. Karakeristik Sekolah dan Kelas yang Efektif
Tuntutan terhadap pendidikan yang efektif sudah menjadi keperluan dan isu nasional sejak tahun 1983, sehingga sudah banyak observasi yang sudah dirancang untuk mengidentifikasi karakteristik pengajaran kelas sekolah yang efektif. Berikut merupakan beberapa karakeristik dari sekolah dan kelas yang efektif menurut observasi yang sudah dilakukan:
1. Manajemen kelas (classroom management)
Penelitian pada administrasi kelas mengindikasikan bahwa guru-guru yang efektif memakai bermacam-macam teknik untuk berbagi situasi yang produktif dan untuk memotivasi siswa. Para guru efektif menekankan praktek-praktek seumpama berikut ini: (1) menegaskan jikalau para siswa mengenali apa yang dikehendaki oleh guru; (2) memberi tahu siswa cara mendapatkan bantuan; (3) menyelenggarakan perayaan di antara aktifitas dan ganjaran (hadiah/ eksekusi – Dimas) untuk menegakkan peraturan; (4) bikin transisi yang halus di antara aktifitas; (5) menyodorkan kiprah yang cukup bermacam-macam terhadap siswa biar minat siswa tetap terjaga; (6) memperhatikan gejala kebingungan atau kurangnya perhatian di dalam kelas; (7) waspada biar tidak mempermalukan siswa di hadapan teman-temannya; (8) menyikapi perkembangan yang tidak disangka-sangka secara luwes; (9) menyusun tugas-tugas yang memancing pengetahuan dan pengalaman siswa; (10) menolong berbagi keahlian manajemen-diri siswa; (11) mengikuti latar belakang budaya siswa; dan (12) menegaskan jikalau semua siswa merupakan penggalan dari suatu komunitas mencar ilmu kelas.
2. Time on task (ToT)
Pengajaran yang efektif, seumpama yang digambarkan oleh bermacam-macam observasi akan menyodorkan waktu mencar ilmu dan pembelajaran yang lebih tinggi. Para siswa yang secara aktif ikut ikut serta dalam aktivitas yang berkaitan dengan pembelajaran lebih banyak mencar ilmu dibandingkan dengan siswa yang tidak turut serta. Penelitian-penelitian perihal time on task menunjukkan bahwa kelas sanggup dikontrol untuk meningkatkan waktu yang siswa luangkan untuk aktivitas mencar ilmu yang sesungguhnya. Hari sekolah dan tahun sekolah sanggup diperpanjang untuk mendukung pembelajaran akademis. Namun perlu diamati bahwa pembelajaran melibatkan lebih dari sekedar time on task, variabel lainnya, seumpama kesesuaian kegiatan, kesuksesan atau kegagalan siswa dalam kiprah yang diujikan, dan karakteristik pemotivasi metode dan material, juga sama pentingnya.
3. Tanya jawab (questioning)
Salah satu cara untuk menstimulasi keikutsertaan siswa dalam aktivitas pembelajaran merupakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menghidupkan partisipasi dan memfaslitasi penguasaan muatan akademis. Beberapa observasi sudah membuktikan bahwa keahlian tanya-jawab (questioning) merupakan salah satu faktor penting pengajaran yang efektif. Selanjutnya, observasi juga mengindikasikan “wait time”--selang waktu antara pengajuan pertanyaan dan menegaskan atau mendorong siswa untuk menjawab—secara signifikan meningkatkan partisipasi dan pembelajaran siswa. Penelitian juga mengindikasikan jikalau menyodorkan pertanyaan “higher order,” yang mewajibkan siswa untuk secara mental memanipulasi ide-ide dan informasi, lebih efektif dibandingkan dengan menyodorkan pertanyaan “lower cognitive” yang berkonsentrasi pada hapalan fakta harfiah.
4. Instruksi dan pengajaran yang terperinci (direct instruction and explicit teaching)
Istilah direct instruction atau explicit teaching (seringkali dipakai selaku sinonim) biasanya mengacu pada instruksi yang diarahkan oleh guru yang dijalankan dalam tahapan-tahapan kecil (Instruksi pribadi kerap kali juga disebut dengan “active teaching”). Penelitian sudah membuktikan bahwa terdapat kekerabatan yang positif antara penggunaan “active teaching” dan prestasi siswa secara keseluruhan jikalau dijalankan dengan baik, Barak Rosenshine mengidentfikasikan enam langkah atau fungsi-fungsi pengajaran selaku pusat instruksi pribadi selaku berikut berikut ini:
a) Mulai dengan suatu ulasan mengenai pembelajaran sebelumnya dan suatu pernyataan ulasan serta tujuan.
b) Sampaikan materi gres dalam tahapan-tahapan dengan klarifikasi yang terperinci dan praktek siswa aktif di sesudah masing-masing tahapan.
c) Bimbing siswa di praktek awal; olok-olokan pertanyaan dan periksa pemahamannya.
d) Adakan umpan balik (feedback) dan perbaikan yang sitematis.
e) Bimbing praktek mandiri; awasi dan bantu pengolahan tugas.
f) Adakan ulasan dan cobaan mingguan serta bulanan.
5. Instruksi yang terperinci dan komprehensif (Explicit comprehensive instruction)
Instruksi pribadi (direct instruction) seringkali dikritik lantaran condong mengabaikan higher-order learning (seperti pemikiran, pemikiran kritis, dan pengertian konsep-konsep) demi suatu langkah kecil pembelajaran materi yang faktual. Kebanyakan sekolah-sekolah dengan pendekatan ini tidak terlampau menyisihkan ruang bagi kreativitas anak untuk berfikir lantaran terlau berkonsentrasi pada fakta, sehingga sering disebut selaku low level learning. Namun, bahu-membahu direct instruction tidak mesti berkonsentrasi pada low level learning. Para pendidik sudah menyaring teknik-teknik mengajar yang terperinci dan komprehensif untuk semua mata pelajaran.
Seperti hal nya explicit teaching, explicit comprehension instruction juga menekankan pada ulasan dan tinjauan, feedback dan perbaikan, serta praktek berdikari dan dengan bimbingan. Namun para piawai menyarankan guru-guru untuk secara sistematis menjiplak pembelajaran konseptual, menolong siswa menghubungkan pengetahuan gres dan pengetahuan usang mereka, menawan kesimpulan-kesimpulan, dan seni administrasi mencar ilmu lainnya. Teknik dan seni administrasi yang bermitra dengan explicit comprehension instruction meliputi berikut ini:
a. “Prediction”, aktivitas dimana siswa berupaya memperkirakan apa yang dapat dijumpai dalam text menurut apa yang sudah mereka pahami sebelumnya (prior knowledge)
b. “Reciprocal Teaching”, aktivitas mencar ilmu kelompok, dan pembelajaran dengan pendekatan koooperatif lainnya, dimana siswa saling menolong untuk mengetahui materi.
c. “Semantic maps”, pengolahan map atau peta infomasi untuk memudahkan mengorganisasikan keterangan yang didapat.
d. Simulasi komputer yang dirancang untuk berbagi pengetahuan dan keahlian berpikir
e. “Metacognitive”, seni administrasi pembelajaran metakognitif, dimana para siswa memantau dan menilai proses pembelajaran mereka sendiri
6. Instruksi kognitif bagi siswa dengan prestasi rendah (Cognitive instruction for low achieving students)
Penekanan pada pembelajaran pasif keahlian tingkat rendah terlihat sanggup merembet, utamanya di sekolah-sekolah dengan fokus siswa kelas pekerja dan berperolehan rendah. Perubahan pada pola ini memerlukan pendekatan-pendekatan gres untuk menyodorkan instruksi kognitif, dan juga perbaikan yang sungguh penting di sepanjang metode pendidikan.
Program-program khusus yang ditujukan untuk meningkatkan keahlian berpikir siswa dengan prestasi rendah, meliputi program berperolehan rendah meliputi higher thinking skills program, thinking foundation, mind maps. Namun ada rintangan-rintangan khusus yang mesti ditangani, seumpama opsi siswa atas low level learning, rendahnya cita-cita para guru terhadap siswa dengan prestasi rendah , dan tingginya ongkos finansial instruksi efektif yang menekankan pengembangan kognitif.
C. Penelitian Tentang Sekolah Efektif
Penelitian sudah banyak dijalankan untuk mengenali bagaimana kondisi atau bentuk dari sekolah yang efektif, observasi ini sudah dijalankan nyaris semua tingkat, baik di sekolah dasar, menengah, tingkat atas dan atau sekolah lanjutan. Penelitian dan analisis terhadap observasi tersebut akan menolong institusi untuk menegaskan jalannya masing-masing kelas di setiap tingkatan dan distrik yang berbeda-beda.
1. Pendidikan Dasar (Elementary School)
Kebanyakan observasi dijalankan dan berkonsentrasi pada sekolah dasar, para peneliti biasanya mendefinisikan kefektifan sekolah setidaknya bermitra dengan tingkat prestasi siswa. Ronald Edmonds menerangkan sekolah yang efektif mempunyai karakteristik selaku berikut:
a. Merupakan suatu lingkungan yang aman dan tertib, yang aman bagi pengajaran dan pembelajaran tetapi tidak menekan.
b. Memiliki misi sekolah yang terperinci dimana staffnya memegang suatu komitmen atas prioritas instruksional, mekanisme penilaian, dan akuntabilitas.
c. Memiliki kepemimpinan instruksional yang dijalankan oleh seorang kepala yang mengetahui ciri-ciri keefektifan instruksional.
d. Memiliki ekspektasi yang tinggi, dimana staffnya menampilkan dan percaya bahwa semua siswa sanggup menguasai keterampilan-keterampilan yang menantang dan susah sekalipun.
e. Tingginya time on task yang timbul dikala siswa menyempatkan banyak waktu untuk turut serta dalam aktifitas-aktifitas yang dirancang untuk penguasaan kecakapan dasar.
f. Adanya pengawasan terhadap perkembangan siswa, yang mana memakai karenanya untuk meningkatkan penampilan individual dan acara instruksional.
g. Hubungan rumah-sekolah yang positif, dimana para orangtua mendukung misi dasar sekolah serta mempunyai peranan penting dalam menolong mewujudkannya.
Ciri lain yang memberi peran serta terhadap keefektifan sekolah merupakan modifikasi dan penyusunan rencana kurikulum (curriculum alignment), yaitu kerjasama penyusunan rencana instruksional, metode-metode, materi, dan pengujian. Saat staff pengawas atau pembina berkonsentrasi pada koordinasi, para guru condong tidak cuma bergantung pada buku pelajaran tetapi menegaskan atau menyusun materi yang paling sempurna untuk mengajarkan suatu keahlian khusus terhadap sekelompok siswa.
Berdasarkan beberapa laporan penelitian, fitur pokok lain dari sekolah efektif hebat merupakan (1) perhatian terhadap tujuan yang melibatkan keberagaman budaya dan pendidikan multikultural; (2) pengutamaan untuk menyikapi problema personal siswa dan berbagi kecakapan sosial mereka; (3) fakultas yang berjuang untuk meningkatkan rasa kesuksesan siswa (atau kepercayaan diri siswa untuk menjangkau keberhasilan); (4) perhatian yang berkesinambungan untuk menawarkan kiprah pengajaran yang kongkret dan sanggup diatur; (5) menargetkan intervensi bagi siswa berperforma rendah; dan (6) pemecahan problem yang kolaboratif dari semua fakultas.
2. Pendidikan Menengah (High school)
Beberapa observasi yang dijalankan di pendidikan menengah cuma berkonsentrasi pada ciri-ciri Sekolah Menengan Atas efektif yang tidak biasa, hal ini dikarenakan keberagaman dan kerepotan tujuan juga program-program sekolah menengah, maka susah untuk menyimpulkan mana yang lebih efektif di antaranya, khususnya di saat kelas sosial tubuh siswa turut diperhitungkan. Sebagai tambahan, jarang ada sekolah bermayoritas siswa kelas pekerja yang mempunyai prestasi menonjol.
Bagaimanapun, bertahun-tahun terakhir ini, para peneliti sudah mengidentifikasi dan menggambarkan beberapa sekolah yang terlihat hebat efektif di dalam mendidik siswa yang beragam. Secara biasa sekolah-sekolah ini menitik beratkan pertolongan bagi siswa berprestasi rendah di kelas permulaan (yaitu, kelas sembilan atau sepuluh) dan menawarkan bantuan embel-embel di kelas-kelas selanjutnya. Sekolah-sekolah ini juga berjuang untuk mempersonalisasi instruksi dan menyingkir dari pengelompokan tetap, memisahkan jalur-jalur bagi siswa prestasi rendah, sedang, dan tinggi. Sebagai tambahan, pendekatan-pendekatan berikut ini seringkali meraih keberhasilan:
a. Sekolah-di-dalam-sekolah (school within a school) bagi siswa berperolehan rendah. Para siswa yang kesanggupan membacanya dua atau tiga tahun lebih rendah dari kelasnya diposisikan di suatu unit khusus yang mempunyai delapan puluh hingga seratus siswa di kelas awal. Jika guru siswa ini diseleksi lantaran kesanggupan dan kemauannya untuk melakukan pekerjaan dengan siswa berperolehan rendah, para siswa yang ikut serta sanggup menjangkau perolehan besar dalam keterampilan-keterampilan dasar dan dipindahkan ke kelas-kelas reguler.
b. Akademi karir (carreer academies). Berfungsi selaku sekolah-di-dalam-sekolah (school within a school) yang melibatkan siswa-siswa dengan bermacam-macam kesanggupan di beberapa tingkatan kelas, perguruan tinggi karir berkonsentrasi pada bidang-bidang seumpama komputer, biologi atau ilmu sains lainnya, sastra atau kesenian, atau pelajaran-pelajaran yang bermitra dengan pekerjaan seumpama penegakan aturan atau jurnalisme. Ada data positif yang sudah dilaporkan yang berhubungan dengan keterlibatan dan pencapaian siswa di perguruan tinggi karir.
c. Unit-unit sekolah menegah yang lebih kecil secara biasa (Smaller high school unit in general). Sekolah menengah yang mempunyai jumlah registrasi rendah atau sudah dibagi ke dalam unit-unit yang lebih kecil seumpama sekolah-di-dalam-sekolah mempunyai tingkat keterlibatan siswa yang lebih banyak serta prestasi siswa yang lebih tinggi jikalau dibandingkan dengan sekolah menengah besar tradisional dengan siswa yang serupa. Menempatkan siswa ke sekolah-sekolah atau unit-unit yang lebih kecil ini sanggup bikin suatu lingkungan yang lebih dipersonalisasi, dimana para staff sanggup menyodorkan tunjangan individu terhadap siswa.
3. Evaluasi terhadap penelitian
Berikut merupakan hal-hal yang mesti dikenang dan diamati di saat akan menganalisa observasi sekolah yang efektif,
a. Mengetahui kesimpangan yang lazim mengenai definisi. Ada banyak definisi sekolah efektif yang nyaris sama banyaknya dengan jumlah orang yang memperbincangkannya. Beberapa orang menanggapnya selaku suatu sekolah berprestasi akademis tinggi (dengan memperhitungkan kelas sosial), beberapa yang lain menganggapnya selaku suatu sekolah pemugaran-mandiri yang sanggup mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah internal, suatu sekolah yang mengiklankan pertumbuhan personal siswa, suatu sekolah yang sudah mengambarkan kenaikan prestasi, atau suatu sekolah yang berkonsentrasi dalam berbagi keterampilan-keterampilan mencar ilmu berdikari serta rasa cinta terhadap pembelajaran.
b. Banyak observasi mendalam yang berkonsentrasi pada sekolah-sekolah dasar dengan tingkat kemiskinan tinggi yang mempunyai prestasi akademik lebih baik dari pada biasanya sekolah lain dengan siswa tertinggal yang serupa. Perlu disadari bahwa komponen pokok keefektifan di luar kota mungkin sedikit berlawanan dari komponen pokok keefektifan di sekolah-sekolah miskin.
c. Masalah-masalah metodologis lain memunculkan observasi rentan terhadap kritik. Sebagai contoh, sekolah yang diidentifikasi efektif pada suatu mata pelajaran (contohnya membaca) di sepanjang tahun, mungkin tidak efektif dikala diidentifikasi dengan dosis yang lain atau tidak efektif di tahun berikutnya. Sebagai tambahan, batasan-batasan observasi bagi kelas sosial dan lingkungan keluarga siswa seringkali tidak memadai.
d. Kepustakaan seringkali memunculkan pertanyaan mengenai apa yang mesti dijalankan para guru dan kepala sekolah di sekolah. Sebagai contoh, klaim yang menyatakan jikalau suatu sekolah memerlukan kepemimpinan yang bagus serta iklim yang produktif gagal menegaskan hal apakah ini atau cara-cara apa saja yang dikehendaki untuk mengerjakannya.
D. Karakteristik Reforma Sekolah yang Sukses
Dari analisis upaya-upaya perbaikan sekolah sebelumya, sanggup dilihat mengenai tahapan-tahapan yang menjamin efek upaya reforma atau pergantian biar tetap mempunyai arti dan bertahan lama.
1. Penyelesaian problem adaptif (adaptive problem solving). Sebuah penemuan seringkali mempunyai sedikit atau sama sekali tidak berdampak terhadap penampilan siswa dikarenakan masalah-masalah yang timbul dan memadamkan penerapan praktis. Sebagai contoh, para piawai mungkin mendesain suatu kurikulum ilmu pengetahuan gres yang cemerlang bagi siswa kelas empat, distrik sekolah mungkin berbelanja banyak materi kurikulum gres tersebut, tetapi para guru mungkin lebih menegaskan untuk tidak menggunakannya atau tidak tahu cara menggunakannya. Inovasi biasanya gagal kecuali jikalau organisasi yang memperkenalkannya adaptif, dalam artian organisasi tersebut sanggup mengidentifikasi dan memecahkan problem sehari-hari.
2. Fokus tingkat-sekolah (school-level focus), dengan bantuan luar. Karena organisasi yang berinovasi mesti menyelesaikan problem sehari-hari, organisasi tersebut mesti berkonsentrasi di tingkat sekolah individu, dimana timbul banyak masalah. Bagaimanapun, sebaliknya, sekolah yang berupaya untuk memperbaiki prestasinya memerlukan bermacam-macam bimbingan juga bantuan dari pengelola pusat dan/atau biro luar lain.
3. Potensi untuk implementasi (potential for implementation). Keberhasilan reforma sekolah juga bergantung pada apakah pergantian secara pantas sanggup diimplementasikan di sekolah-sekolah khusus. Kemungkinan besar, tiga ciri yang bikin implementasi berhasil merupakan kecocokan penemuan dengan konteks pengguna potensial, aksesibilitas-nya terhadap orang-orang yang belum mengetahui gagasan-gagasan pokoknya, dan “kemampuan pelaksanaan”-nya yang berkenaan dengan undangan atas waktu dan energi para guru.
4. Kepemimpinan dan persetujuan bareng (leadership and shared agreement). Inovasi yang mempunyai arti memerlukan pergantian di banyak aturan kelembagaan, tergolong penjadwalan waktu staff dan siswa, penyeleksian dan penggunaan metode dan materi instruksional, dan mekanisme di dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang membinanya biasanya merupakan orang kunci yang bikin peraturan-peraturan ini, tetapi fakultas juga mesti mempunyai suatu visi bareng dan mesti dilibatkan dalam kemungkinan-kemungkinan pergantian yang diperlukan. Jika tidak, anggota staff condong akan mengabaikan proposal-proposal yang mewajibkan mereka bikin pergantian berarti.
5. Pelatihan staff (staff training). Pengembangan staff merupakan suatu aktivitas inti di dalam proses perbaikan sekolah. Di suatu sekolah dasar, semua staff mesti berpartisipasi; di sekolah menengah, departemen bisa menjadi unit yang sempurna bagi kegiatan-kegiatan tertentu. Pengembangan staff mesti menjadi proses interaktif dimana para guru dan pengelola melakukan pekerjaan sama di setiap tahapan.
6. Koherensi (coherence). Koherensi (atau hubungan/ perpaduan/ koordinasi/ kecocokan) di dalam upaya reforma sekolah setidaknya mempunyai dua dimensi utama. Yang pertama mengacu pada koherensi di semua tingkatan kelas: para guru di setiap tingkatan kelas mesti bersedia untuk menolong siswa menguasai kurikulum dan tolok ukur yang ditetapkan untuk tingkatan kelas mereka, jikalau tidak siswa akan mempunyai keahlian yang kurang bagi kesuksesan mereka di tingkatan kelas selanjutnya. Koherensi juga mengacu pada konsistensi dan kesesuaian di semua acara dan pendekatan instruksional yang dipakai di sekolah.
7. Komunitas professional (professional community). Sekolah cuma sanggup menegaskan semua siswa mencar ilmu jikalau para guru melakukan pekerjaan sama, mempercayai rekannya, dan menantang satu sama lain untuk bertanggung jawab terhadap kiprah susah di dalam menolong para siswa berperolehan rendah menguasai materi dengan kesukaran yang meningkat. Para analis menyebut faktor reforma ini selaku pengembangan suatu “komunitas professional”.
E. Pendekatan Perbaikan di Sepanjang Tingkatan Kelas atau Sekolah
Sejumlah pendekatan instruksional dirancang untuk dipakai di beberapa atau di seluruh tingkatan kelas di sekolah. Berikut merupakan beberapa contoh pendekatan yang dapat dipakai untuk melaksanakan perbaikan atau meningkatkan kefektifan sekolah dan kelas.
1. Program Higher-Order Thinking Skills (HOTS)
Dikembangkan oleh Stanley Pogrow dan rekan-rekannya, acara HOTS secara khusus dirancang untuk mengambil alih kegiatan-kegiatan perbaikan-membaca di kelas 4 hingga kelas 6. Pendekatan HOTS mempunyai empat komponen utama: (1) penggunaan komputer untuk pemecahan masalah; (2) pengutamaan pada dramatisasi teknik yang mewajibkan siswa menjawab dengan kata-kata, yang dengan demikian menstimulasi perkembangan bahasa; (3) tanya jawab Socrates yang mempunyai arti tanya jawab berdisiplin yang sanggup dipakai untuk mencari asumsi di banyak sudut dan bagi banyak tujuan. dan (4) suatu kurikulum kecakapan berpikir yang menekankan pembelajaran metakognitif, pembelajaran-untuk-belajar, dan teknik-teknik peningkatan-pemahaman lainnya.
2. Keberhasilan bagi Semua (Success for all)
Mungkin merupakan intervensi paling komplet untuk meningkatkan pencapaian membaca siswa tertinggal, Keberhasilan bagi Semua (Success for All) menyodorkan bantuan instruksional intensif bagi siswa-siswa di sekolah dasar. Ini juga menekankan pembelajaran kooperatif dan instruksi kemahiran, dengan bantuan teknis dan pembinaan staff yang diberikan oleh koordinator full-time dan pelaku sumber yang diperintahkan di sekolah-sekolah yang berpartisipasi.
3. Degrees of Reading Power (DRP) Comprehension Development Approach.
DRP yang permulaan mulanya dikembangkan oleh Dewan Perguruan Tinggi, pendekatan DRP sekarang berhasil diimplementasikan di beberapa sekolah perkotaan. Ujian ini tidak seumpama pada biasanya dosis membaca yang dibakukan lainnya, dimana cobaan ini menilai seberapa baik sesungguhnya seorang siswa sanggup mengetahui prosa tertulis yang ia peroleh di dalam atau di luar sekolah. Setelah memakai DRP untuk menegaskan tingkatan pengertian siswa mereka, para guru di semua bidang mata pelajaran menyesuaikan instruksinya menurut hasil cobaan DRP.
4. Program Pengembangan Sekolah Comer (Comer School Development Program)
Dikembangkan oleh James Comer dan rekan-rekannya di Universitas Yale, Program Pengembangan Sekolah ini berniat untuk meningkatkan prestasi di sekolah dasar dalam-kota lewat kenaikan pelayanan sosial dan psikologis bagi siswa, pengutamaan pada keterlibatan orangtua, dan dorongan serta bantuan atas pembelajaran aktif. Fakultas-fakultas yang ikut serta dalam acara ini melibatkan orangtua di semua faktor operasi sekolah (termasuk memimpin), dan para guru, orangtua, psikolog, pekerja sosial, dan ahli-ahli yang lain membentuk “Tim Kesehatan Mental” yang mendesain dan mengorganisir susunan pembelajaran yang diadaptasi bagi siswa-siswa dengan problem tertentu. Kurikulum dan instruksinya dikoordinasikan di semua bidang mata pelajaran guna menekankan pembelajaran bahasa dan keahlian sosial. Setelah sekolah-sekolah di bermacam-macam distrik menerapkan Program Pengembangan Sekolah ini dan juga beberapa penemuan lainnya, sekolah-sekolah tersebut menampilkan perbaikan pada prestasi dan sikap siswa.
5. The equity and Algebra Projects
Membidik bidang pendidikan matematika di sekolah menengah. Para siswa mendapatkan tunjangan dalam pra-aljabar, aljabar, geometri, dan kelas-kelas lainnya. Proyek Aljabar melibatkan intervensi kurikulum yang mempergunakan pengalaman pribadi dan intuisi siswa tertinggal guna menolong mereka beralih dari berpikir menjumlah menjadi berpikir aljabar.
6. Knowledge Is Power Program (KIPP)
Keterangan promosional KIPP melukiskan sekolah-sekolah yang ikut serta dalam acara ini selaku “sekolah publik berpendaftaran-terbuka dimana siswa-siswa yang kurang dilayani berbagi pengetahuan, keterampilan, juga sikap huruf yang dikehendaki untuk berhasil di sekolah menengah dan perguruan tinggi berkualitas, serta dunia kompetitif sesudahnya.” Lebih lanjut lagi, KIPP menggambarkan pendekatannya dengan pengutamaan lugas “instruksi persiapan-perguruan-tinggi… diseimbangkan dengan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, mata pelajaran bidang yang bersifat pengalaman, serta pengembangan karakter.
7. Advancement via Individual Determination Program (AVID)
Dikembangkan pertama kali di San Diego pada tahun 1980, AVID merupakan suatu acara bagi kelas 5-12 yang menyiapkan siswa biar menyanggupi syarat perguruan tinggi dan untuk kesuksesan. Secara khusus ditujukan bagi para siswa berperforma rendah di sekolah-sekolah dengan jumlah siswa tertinggal yang signifikan, AVID menawarkan bermacam-macam bantuan, tergolong di dalam menolong siswa menguasai keahlian mencar ilmu dan seni administrasi belajar, konseling dan mentoring pribadi juga karir, serta tunjangan bagi registrasi dan penyelesaian kelas-kelas lanjutan.
F. Upaya-Upaya dan Aspek-Aspek yang Melibatkan Keberhasilan Edukasi
Demi kercapainya keefektifan pendidikan, maka dikehendaki upaya-upaya yang dijalankan dan aspek-aspek yang lain yang dapat menolong ketercapaian hal tersebut. Berikut merupakan upaya yang mesti dijalankan dan dilibatkan demi keefektifan pendidikan:
1. Partisipasi dari komunitas, bisnis dan institusi lainnya.
Banyak sekolah yang berupaya untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan sekolahnya lewat kerjasama dengan perusahaan, bisnis atau institusi lainnya. Hal tersebut sudah diteliti bisa sungguh menguntungkan bagi kedua belah pihak, berikut merupakan laba yang dapat didapatkan:
a) Program “Partnership” atau “adopt-a-school” yang mana bisnis, perusahaan, gereja, universitas atau komunitas institusi yang lain melakukan pekerjaan berdampingan dengan sekolah individual, menawarkan tunjangan seumpama tutor atau pemateri, pendanaan atau peralatan bagi pembelajaran kejuruan, pendidikan komputer, atau tunjangan pada pengembangan kurikulum.
b) Persediaan tunjangan dan pertolongan finansial dari para piawai yang menolong sekolah carter menanggulangi masalah-masalah permulaan, dan menolong mengoperasikan tantangan-tantangan seumpama penilaian dan akuntansi
c) Pengoperasian sekolah-sekolah binaan profesional di mana para guru dan pendidik guru melakukan pekerjaan sama untuk meningkatkan pembinaan dan instruksi
d) Pendanaan kado bagi siswa yang bertingkah positif atau mempunyai prestasi lainnya.
e) Donasi peralatan dan persediaan peralatan atau fasilitas prasaran sekolah atau pembelajaran.
f) Pengembangan pendekatan yang mengizinkan para pemberi kerja menyidik catatan penampilan sekolah siswa sebelum menetapkan untuk mempekerjakannya.
Sebuah contoh kolaborasi dengan sekolah-sekolah publik yang kokoh besar merupakan Perjanjian Boston (Boston Compact). Di dalam menyusun Perjanjian ini, pada tahun 1982, para pemimpin bisnis oke untuk merekrut setidaknya dua ratus perusahaan yang hendak memberdayakan para lulusan sekolah publik Boston, dan juga menawarkan peluang kerja bagi para siswa. Sebagai imbalannya, para pejabat sekolah oke untuk menyusun persyaratan kompetensi bagi kelulusan, meningkatkan angka penempatan para lulusan ke pendidikan yang lebih tinggi dan juga dalam pekerjaan sarat waktu, juga meminimalisir angka putus sekolah serta ketidakhadiran.
2. Pengadaan teknologi
Pengadaan teknologi di sekolah merupakan salah satu upaya yang mesti dijalankan dalam kerja keras dan proses untuk mengembangkan pendidikan dan meningkatkan efektifitas kelas dan pembelajaran secara keseluruhan. Namun, tidak dapat disangkal banyak staff atau tenaga pendidikan yang masih galau dan belum sudah biasa dalam penggunaan teknologi selaku tunjangan dalam aktivitas pembelajaran. Secara garis besar ada tiga hal yang mesti diamati dalam pengadaan teknologi di sekolah:
a) Pengenalan Efektif Komputer dan Teknologi Lainnya
Para peneliti sudah mengidentifikasi banyak pertimbangan yang menegaskan apakah pengenalan teknologi berbasis komputer akan menciptakan atau menolong menciptakan kenaikan penampilan siswa dasar dan menengah. Berikut merupakan rekomendasi pengenalan:
(1) Para pengambil keputusan negara penggalan dan distrik mesti mempunyai planning yang terperinci perihal bagaimana memperkenalkan teknologi baru.
(2) Para guru mesti mendapatkan pembinaan dan bantuan teknis yang berkesinambungan mengenai cara memakai teknologi secara efektif.
(3) Standar perizinan guru mesti meliputi penilaian pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang melibatkan penggabungan teknologi di aktivitas pembelajaran.
Dalam aktivitas mencar ilmu mengajar dikelas, peneliti sudah mendapatkan beberapa variabel yang dapat dihubungkan dengan suksesnya implementasi computer-based technologies sebagai berikut:
(1) Komputer mesti cukup terpusat untuk bikin perubahan.
(2) Pelatihan mesti cukup intensif guna bikin perubahan.
(3) Bagaimana para guru memakai komputer menolong menegaskan hasil siswa.
(4) Rencana bagi penggunaan komputer mesti selaras dengan planning bagi penjadwalan, ujian, ukuran kelas, dan faktor instruksi lainnya.
(5) Para guru yang sungguh-sungguh memakai teknologi tidak sebaiknya mengabaikan aspek-aspek motivasi dan afektif instruksi mereka.
b. Pemerataan Penggunaan Teknologi
Yang mempunyai arti staff dan para guru mesti bisa menegaskan pembagian penggunaan computer atau teknologi di sekolah dengan adil. Karena intinya tidak semua siswa mempunyai kanal terhadap computer di luar sekolah. Cara yang dapat dijalankan untuk menolong menertibkan kesamarataan penggunaan merupakan sbb:
(1) Mengumpulkan data penerimaan siswa dan menganalisi data menurut ras, jenis kelamin, bahasa, dan juga penghasilan keluarga atau orang tua.
(2) Diskusikan hasil dari analisis dan pendataan dengan staff untuk mencari penyelesaian intervasi akan problem yang ditemukan.
(3) Evaluasi staff dan semua yang bertanggung jawab untuk memadukan acara pembelajaran yang menegaskan keadilan pembagian penggunaan computer.
c. Peringatan Mengenai Teknologi Berbasis-Komputer dalam Pendidikan
Perlu diamati juga bahwa banyak hal yang mesti diamati dalam penggunaan teknologi, staff dan semua yang bertanggung jawab di sekolah perlu mengenali dan menganalisis efek dari teknologi gres terhadap siswa baik di luar atau di dalam kelas. Penelitian juga sering mendapatkan bahwa pada biasanya penggunaan teknologi dikelas lebih dilihat selaku media untuk control kelas dibandingkan dengan untuk media pembelajaran. Sehingga pembinaan dan penilaian bagi staff perihal penggunaan dan pengenalan teknologi gres terhadap siswa.
3. Pendidikan di pedesaan
Banyak sekolah pedesaan yang menghadapi problem serius di dalam menawan perhatian guru berkualifikasi. Negara-negara penggalan sudah meningkatkan persyaratan sertifikasi dan meminimalisir kelonggaran di dalam memberdayakan guru-guru yang tak mempunyai sertifikasi layak, yang membuat banyak distrik pedesaan tidak sanggup mencari atau memperoleh personel pengajar secara cukup, khususnya di mata pelajaran IPA, matematika, dan bahasa asing. Namun metode sekolah sanggup menanggulangi problem ini, sebagiannya, dengan memakai televisi, komputer interaktif, dan bentuk-bentuk pendidikan berjarak yang lain yang menyodorkan instruksi biaya-efektif.
4. Siswa-siswa berbakat
Sebuah isu utama yang melibatkan siswa berbakat merupakan penyeleksian pendekatan bagi kurikulum dan instruksi yang efektif. Pada umumnya, para pendidik condong menekankan akselerasi lewat kurikulum reguler atau pengayaan bagi pendalaman mencar ilmu yang lebih besar, tetapi beberapa pendidik merekomendasikan suatu pencampuran pendekatan yang memadukan keduanya. Dengan berbagi ide ini, para analis menganjurkan penggabungan elemen-elemen: (1) suatu model “konten,” yang menekankan pelajaran akselerasi; (2) suatu model “proses-produk,” yang menekankan pengayaan lewat observasi dan pemeriksaan independen; dan (3) suatu model “epistemologis,” yang menekankan pengertian dan apresiasi metode pengetahuan. Pada umumnya, para analis percaya jikalau pendekatan-pendekatan pemecahan problem yang terbuka sebaiknya ditekankan bagi siswa berbakat di model ini ataupun di model-model lainnya. Karena argumentasi ini, banyak upaya dijalankan demi memperluas definisi talenta yang melibatkan indikator seumpama keahlian pemecahan problem yang sungguh kuat, kreatifitas yang tinggi, kefasihan lisan dan non-verbal yang tinggi, dan prestasi serta kesanggupan artistik yang luar biasa.
5. Meningkatkan waktu mencar ilmu dan mengajar
Salah satu upaya yang dijalankan untuk pembentukkan dan kenaikan efektifitas sekolah merupakan dengan memperpanjang atau meningkatkan usang nya aktivitas mencar ilmu mengajar. Pendekatan yang mungkin merupakan dengan memperpanjang tahun fatwa atau memperpanjang jam sekolah, serta menyodorkan after-school dan summer school. Penelitian sudah membuktikan bahwa summer school acara bisa secara signifikan mengoptimalkan penampilan siswa jikalau dipraktekkan dengan baik.
Namun, perlu diamati baik itu memperpanjang tahun fatwa atau memperpanjang waktu mencar ilmu setiap harinya dikehendaki staff yang siap dan berpengalaman serta sumber materi bimbing dan fasilitas prasarana yang mumpuni. Selanjutnya perkembangan susah untuk diukur lantaran para siswa, secara khusus, mempunyai pertumbuhan yang relatif kecil di dalam ujian-ujian yang menilai sekolah reguler, apa lagi di dalam acara setelah-sekolah (after school) dan acara animo panas (summer school).
G. Pilihan Sekolah
Semakin berkembangnya zaman bertambah banyak jenis sekolah yang dapat dipilih, selain sekolah-sekolah publik biasa, tersedia pula sekolah-sekolah alternative yang dapat diseleksi sesuai dengan kesempatan dan keperluan siswa. Dibandingkan dengan sekolah-sekolah tradisional, sekolah alternatif mengizinkan individualisasi yang lebih baik, pembelajaran yang lebih independen, dan lebih banyak keterbukaan bagi komunitas luar. Sekolah alternatif condong menyodorkan suatu ukuran kecil, moral staff yang tinggi, kemunculan yang tinggi, siswa yang puas, keleluasaan dari pengendalian pihak luar, dan perhatian yang kokoh akan tujuan-tujuan pendidikan non-kognitif. Sekolah-sekolah yang dapat dijadikan opsi antara lain:
1) Charter school, sekolah ini dibiayai oleh sumber-sumber publik juga sering menyodorkan peluang bagi orangtua dan siswa di dalam menegaskan sekolah.
2) Privately funded school choices, pilihan sekolah yang dibiayai pihak swasta. Para gemar memberi di beberapa lokasi sudah menawarkan voucher yang mengizinkan para siswa menghadiri sekolah-sekolah non-publik.
3) Open public-school enrollment, berdasarkan perundang-undangan, tipe sekolah ini mewajibkan distrik sekolah menyodorkan peluang bagi siswa di sekolah-sekolah yang dianggap tak mempunyai pertumbuhan tahunan yang cukup untuk berpindah ke sekolah lain.
4) Tuition tax credit, membolehkan para pembayar pajak, yang mengeluarkan duit uang sekolah bagi seorang anak yang mengikuti sekolah publik ataupun non-publik, mengambil potongan dolar-untuk-dolar (yang meraih setengah dari apa yang sekolah publik gunakan) pada keharusan pajak negara bagian.
5) Taxpayer funded scholarship, memungkinkan Negara untuk mengeluarkan duit uang sekolah sekolah non-publik bagi siswa berkebutuhan khusus dan anak asuh. Beberapa negara penggalan yang lain juga menyodorkan beasiswa untuk menolong beberapa siswa menghadiri sekolah dasar atau menengah swasta.
6) Publicly funded school choice voucher, pada mulanya diprakarsai untuk menolong siswa menghadiri sekolah swasta non-keagamaan, acara Milwaukee meluas di tahun 1998 hingga meliputi kemunculan di sekolah-sekolah keagamaan
BAB III
PEMBAHASAAN
Berdasarkan kajian diatas, jikalau dilihat secara mendalam banyak hal yang dapat dijalankan untuk mengefektifkan pendidikan demi menolong meningkatkan daya saing Negara. Banyk observasi juga masih terus dijalankan untuk mengenali apa yang dapat dijalankan demi pengetahuan tentang bentuk sekolah atau pengajaran dan pendidikan yang efektif, tetapi perlu disadari bahwa bentuk dari keefektifan pendidikan akan mempunyai definisi yan berlawanan bagi tiap sekolah, sekolah mempunyai cara-cara tersendiri dan misi sendiri untuk mendapatkan apa yang dimaksud selaku definisi pendidikan yang efektif.
Hal yang paling fundamental dari usalah perbaikanatau reforma pendidikan demi pencapaian pendidikan yang efektif merupakan perlu dilakukannya upaya-upaya perupabah-perubahan di semua tingkat pendidikan dan di seluruh Negara atau disebut selaku state-level systemic reform dan district-level systemic reform. Di dikala ada banyak pergantian yang diperkenalkan secara serempak, restrukturisasi dan kegiatan-kegiatan reforma haruslah koheren; mesti mempunyai kesesuaian dan mendukung satu sama lain, bukan menjadi penggalan yang saling terpisah yang mengalihkan waktu dan energi dari tujuan-tujuan prioritas. Dikarenakan reforma-reforma sistemik berkhasiat bagi koherensi dengan mengidentifikasi tolok ukur penampilan siswa serta meluruskan ujian, metode dan materi instruksional, pengembangan profesional, dan faktor pendidikan lainnya, reforma-reforma tersebut sering disebut dengan reforma “berbasis-standar.”
Restrukturisasi sistemik berhubungan dengan metode-metode instruksional; pengembangan profesional; penilaian siswa, guru, dan/atau penampilan sekolah; kurikurum dan materi; keuangan sekolah; kepemimpinan; persyaratan kelas; dan aspek-aspek pendidikan lainnya.
Salah satu contoh reforma di tingkat Negara merupakan kebijakan dari Mahkamah Negara Kentucky mengenai reforma pendidikan secara keseluruhan, dari hasil kebijakan tersebut dilahirkan Penilaian Keterampilan Akademis Texas (The Texas Assesment of Academic Skills/ TAAS) yang dipakai oleh seluruh Negara penggalan yang sudah dipakai untuk mengidentifikasi dan menawarkan bantuan untuk memodifikasi instruksi di sekolah dan distrik berperforma rendah. Kemajuan besar para siswa berpendapatan rendah dan siswa minoritas secara khusus sudah dilaporkan. Sebagai contohnya, di antara sekolah-sekolah di Brazosport, pengembangan staff yang intensif, bimbingan mencar ilmu bagi para siswa berprestasi rendah, dan upaya-upaya reforma yang lain menolong meningkatkan presentase siswa berpendapatan rendah yang melalui cobaan matematika dari 55 persen di tahun 1992 menjadi 96 persen di tahun 2001.
Di segi lain, reforma pendiidkan di penggalan bawah Negara atau di distrik-distrik dan kota-kota juga akan menjadi salah satu faktor yang penting dalam proses pengefektifan pendidikan di sekolah-sekolah. Salah satu upaya distrik yang dapat dijalankan merupakan dengan melaksanakan usaha-usaha yang cocok dengan tujuan utama pendidikan di negaranya misalnya dengan menyesuaikan kurikulum di sekolah dengan tujuan utama Negara.
Sebuah observasi yang diadakan bagi Pelayanan Penelitian Pendidikan (Educational Research Service) melaporkan jikalau penerapan-penerapan berikut ini merupakan karakteristik enam distrik yang dinilai berperforma tinggi, menurut kenaikan besar pada prestasi yang sudah diraih dikala melibatkan proporsi siswa yang berasal dari middle dan lower class dengan prestasi yang rendah yang berarti:
1) Para pengawas dan pemimpin yang lain sama-sama mempunyai kepercayaan mengenai keperluan akan cita-cita yang tinggi.
2) Pengerjaan yang menyeluruh dijalankan untuk menyesuaikan kurikulum dengan cobaan negara bagian.
3) Penilaian reguler penampilan siswa menolong menjamin bimbingan mencar ilmu bagi para siswa tertinggal.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demi tercapainya tujuan untuk sanggup berkompetisi di dunia ekonomi baik secara local ataupun internasional, dan untuk menolong semua golongan penduduk tergolong masyarat kelas rendah untuk maka dikehendaki bentuk dan upaya-upaya reforma yang hendak mengefektifkan pendidikan. Sistem pendidikan ditantang untuk meningkatkan prestasi biar Negara dan warga Negara tetap berkompetisi secara internasional dan guna menyodorkan keadilan bagi siswa tertinggal dan siswa riskan lainnya.
Pengefektifan dan reforma pendidikan juga secara terperinci berhubungan dengan keperluan yang lebih spesifik dalam meminimalisir atau menetralisir kerenggangan prestasi yang disebabkan kelas sosial dan ras juga etnis, kita sudah menerangkan sejumlah faktor upaya menyeluruh yang sanggup merealisasikan tujuan ini.
Selanjutnya observasi mengindikasikan jikalau sekolah-sekolah yang secara hebat efektif di dalam meningkatkan prestasi siswa mempunyai suatu misi yang jelas, kepemimpinan yang hebat, harapan-harapan bagi siswa yang tinggi, kekerabatan sekolah – rumah yang positif, waktu-pada-tugas (time on task) yang tinggi, pengawasan prestasi siswa yang sering dilakukan, dan suatu iklim manusiawi yang tersusun.
B. Implikasi
1. Implikasi teoritis
Sejumlah pendekatan instruksional dirancang untuk dipakai di beberapa atau di seluruh tingkatan kelas di sekolah. Berikut merupakan beberapa contoh pendekatan yang dapat dipakai untuk melaksanakan perbaikan atau meningkatkan kefektifan sekolah dan kelas.
2. Impilkasi aplikasi
Sebuah penemuan seringkali mempunyai sedikit atau sama sekali tidak berdampak terhadap penampilan siswa dikarenakan masalah-masalah yang timbul dan memadamkan penerapan praktis. Sebagai contoh, para piawai mungkin mendesain suatu kurikulum ilmu pengetahuan gres yang cemerlang bagi siswa kelas empat, distrik sekolah mungkin berbelanja banyak materi kurikulum gres tersebut, tetapi para guru mungkin lebih menegaskan untuk tidak menggunakannya atau tidak tahu cara menggunakannya. Inovasi biasanya gagal kecuali jikalau organisasi yang memperkenalkannya adaptif, dalam artian organisasi tersebut sanggup mengidentifikasi dan memecahkan problem sehari-hari.
C. Rekomendasi
1. Manajemen kelas
2. Memastikan jikalau para siswa mengenali apa yang dikehendaki oleh guru;
3. memberitahu siswa cara mendapatkan bantuan;
4. mengadakan perayaan di antara aktifitas dan ganjaran (hadiah/ eksekusi – Dimas) untuk menegakkan peraturan;
5. menciptakan transisi yang halus di antara aktifitas;
6. memberikan kiprah yang cukup bermacam-macam terhadap siswa biar minat siswa tetap terjaga;
7. memperhatikan gejala kebingungan atau kurangnya perhatian di dalam kelas;
8. berhati-hati biar tidak mempermalukan siswa di hadapan teman-temannya;
9. merespon perkembangan yang tidak disangka-sangka secara luwes;
10. menyusun tugas-tugas yang memancing pengetahuan dan pengalaman siswa;
11. membantu berbagi keahlian manajemen-diri siswa;
12. mengikuti latar belakang budaya siswa; dan
13. memastikan jikalau semua siswa merupakan penggalan dari suatu komunitas mencar ilmu kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, C. Allan., and Levine, U. Daniel., 2008. Foundation of Education (10th ed). New York. Houghton Mifflin Company.
0 Komentar untuk "Perbandingan Pendidikan Di Indonesia Dan Amerika"