A. DEFINISI EFEKTIFITAS ORGANISASI
1. Definisi Organisasi
Organisasi diresmikan lantaran ada tujuan yang ingin diraih lewat langkah-langkah yang mesti dilaksanakan dengan perjanjian bersama. Apakah tujuan tersebut dalam bentuk laba, pemberian pendidikan, agama, atau pemeliharaan kesehatan, atau penyeleksian calon, tetapi ciri organisasi itu tetap sama yaitu: perilakunya terarah pada tujuan (goal directed behavior). Menurut Gibson (1997) bahwa “organisasi itu memburu tujuan dan sasaran yang sanggup diraih secara lebih efisien dan lebih efektif dengan langkah-langkah yang dilaksanakan secara bersama-sama”.
Pendapat banyak sekali pakar mengenai tujuan organisasi atau perusahaan, intinya mereka menyatakan tujuan final dari organisasi relatif sama, yaitu: untuk menampilkan kepuasan terhadap stakeholder, employees, dan customers. Organisasi yakni alat untuk meraih suatu tujuan, disamping juga merupakan suatu kumpulan pengetahuan, nilai dan visi dari orang secara sadar maupun tidak sadar. Dengan kata lain organisasi yakni kumpulan dari dua orang atau lebih yang secara sadar atau tidak sadar bekerja sama dalam suatu wadah, dimana kegiatannya diatur, siapa melakukan apa, dan bertanggung jawab terhadap siapa. Tidak ada organisasi tanpa orang. Dalam suatu organisasi sikap orang yang terlibat di dalamnya penting dalam menyeleksi efektivitas organisasi. Orang ialah satu sumber biasa dan yang bikin suatu organisasi berjalan.
2. Definisi Efektifitas Organisasi
Keefektifan didefinisikan selaku sejauh mana suatu organisasi mewujudakn tujuan-tujuannya. Namun, di dalam definisi tersebut tersembunyi makna ganda yang sungguh mencegah baik observasi mengenai subjek tersebut maupun kesanggupan para manajer praktik untuk menangkap arti dan menggunakan desain tersebut. Tujuan yang paling disetujui oleh para peneliti dan praktisi selaku kondisi yang penting bagi kesuksesan suatu organisasi. Dalam hal ini yakni kelancaran hidup organisasi itu sendiri.
Gorton (dalam Sagala, 2006) menyebutkan bahwa sekolah yakni “suatu tata cara organisasi yang di dalamnya terdapat sekumpulan orang yang melakukan pekerjaan sama dalam rangka meraih tujuan sekolah yang dipahami selaku tujuan instruksional”. Hoy dan Miskel (2001), mengemukakan elemen-elemen kunci dalam organisasi sekolah yaitu: “struktur, individu, culture (budaya), politik, environment (lingkunga), outcomes (pencapaian), umpan balik eksternal”. Menurut Nawawi (1982) sekolah dihentikan diartikan cuma sekedar suatu ruangan atau gedung atau kawasan berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan, akan tetapi sekolah selaku forum pendidikan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya selaku suatu tata cara nilai. Sekolah ialah suatu tata cara yang berisikan banyak sekali komponen. Hal ini mendasari teori bahwa sekolah yakni suatu organisasi.
Kata efektivitas berasal dari efektif, yang berarti: keefektifan lebih lanjut diterangkan bahwa “efektif” adalah: “(1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); (2) manjur atau mujarab (tentang obat); (3) sanggup menenteng hasil; sukses guna (tentang usaha, tindakan); mangkus; (4) mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan)”. Sedangkan menurut (Kusdi, 2009) mendefinisikan efektivitas organisasi yakni “sejauhmana organisasi meraih banyak sekali sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang sudah ditetapkan, di mana penetapan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan itu merefleksikan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai dan tahap pertumbuhan organisasi”.
Jadi efektivitas organisasi sesungguhnya ialah analisa terhadap pencapaian tujuan organisasi serta cara atau proses pencapaian tujuan tersebut dibandingkan dengan penetapan sasaran/ tujuan permulaan yang disepakati anggota organisasi serta konsensus wacana norma dan budaya organisasi tersebut. Sepanjang perkembangan teori tata kelola pendidikan ada dua versi teoritik selaku pendekatan yang sungguh berkhasiat dalam menentukan efektivitas organisasi. Kedua versi itu yakni yakni versi tujuan dan versi sistem.
3. Kriteria-kriteria Keefektifan Organisasi
Bagi suatu organisasi efektivitas ialah salah satu desain yang berarti sungguh penting. Dengan adanya efektivitas organisasi sanggup dilihat atau diukur apakah organisasi ini tergolong organisasi yang sehat atau sakit ataupun sukses atau tidak dalam mengembangkan produktivitas yang tinggi. Salah satu persoallan besar menurut penulis yang mesti dihadapi dalam menyaksikan efektivitas organisasi yakni mengenai kreteria dari efektivitas itu sendiri. Dimana kreteria efektivitas organisasi sanggup dilihat dari sisi produksi, efisiensi, kepuasan, kesanggupan adaptasi, dan pengembangan organisasi. Yang dimaksud dengan kreteria buatan disini penulis beropini bahwa kreteria buatan merupakam kesanggupan dari organisasi dalam menciptakan produk yang bermutu dan kuantitas yang diperlukan oleh lingkungan. Untuk kreteria yang efisiensi menampilkan ukuran mengenai penggunaan sumber yang langka oleh organisasi maksudnya dalam organisasi terkadang sungguh kurang sekali dalam memaxsimalkan potensi-potensi yang ada dalam organisasi tersebut, seringkali potensi yang ada disia-siakan begitu saja, dalam arti luas yakni perbandingan antara output dan input. Untuk kepuasan ialah kreteria yang pertanda efektivitas terhadap kesuksesan organisasi dalam menyanggupi keperluan yang dicicipi oleh para anggota dan juga kepuasan bagi para pemakai barang atau jasa yang dihasilkan.
Kemampuan penyesuaian ialah kesanggupan organisasi melaksanakan perubahan sesuai dengan permintaan keadaan. Konsep penyesuaian lebih bersifat abnormal lantaran penyesuaian intinya ialah respon terhadap suasana yang dihadapi. Sedangkan kesanggupan pengembangan organisasi ialah kreteria efektivitas yang pertanda kesanggupan organisasi untuk menatap jauh kedepan dan melaksanakan investasi dalam rangka menjaga hidup dan membuatkan kerja keras organisasi. Dalam mengukur efektivitas organisasi umumnya menggunakan kreteria-kreteria tertentu yang lazim digunakan. Secara lebih operasional, Emitai Atzoni (dalam Indrawijaya, 1989) mengemukakan “efektivitas organisasi akan tercapai apabila organisasi tersebut menyanggupi standar bisa beradaptasi, berintegrasi, mempunyai motivasi, dan melaksanakan buatan dengan baik”. Selain itu Gibson (1984) beropini bahwa standar efektivitas meliputi:
1) Kriteria efektivitas jangka pendek: Produksi, Efisiensi, Kepuasan.
2) Kriteria efektivitas jangka menengah: Persaingan, dan Pengembangan.
3) Kriteria efektivitas jangka panjang.
4) Kelangsungan hidup.
Sedangkan menurut Robins (1994, hlm 55) standar keefektifan organisasi antara lain:
1) Keefektifan keseluruhan
2) Produktivitas
3) Efisiensi
4) Laba
5) Kualitas
6) Kecelakaan
7) Pertumbuhan
8) Kemangkiran
9) Pergantian pegawai
10) Kepuasan kerja
11) Motivasi
12) Moral/ semangat juang
13) Kontrol
14) Konflik/ solidaritas
15) Fleksibilitas/ penyesuaian
16) Perencanaan dan pencapaian tujuan
17) Konsensus wacana tujuan
18) Internalisasi tujuan organisasi
19) Konsensus wacana keberhasilan
20) Keterampilan interpersonal manajerial
21) Keterampilan manajerial
22) Manajemen informasi dan komunikasi
23) Kesiapan
24) Pemanfaatan lingkungan
25) Evaluasi pihak luar
26) Stabilitas
27) Nilai sumber daya manusia
28) Pertisipasi dan efek yang dipakai bersama
29) Penekanan pada pembinaan dan pengembangan
30) Penekanan pada performa
B. PENDEKATAN-PENDEKATAN EFEKTIFITAS ORGANISASI
1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan pencapaian tujuan menyatakan bahwa keefektifan suatu organisasi mesti dinilai sehubungan dengan pencapaian tujuan (ends) dibandingkan dengan caranya (means). Yang perlu diamati yakni bottom line-nya. Yang tergolong standar pencapaian tujuan yang terkenal yakni menaikkan laba, memaksa musuh untuk menyerah, mengungguli pertarungan basket, bikin pasien menjadi sembuh kembali, dan sebagainya. Kesamaanya yakni bahwa mereka memperhatikan tujuan (ends) lantaran organisasi diciptakan untuk meraih hal itu (Robbins 1994, hlm. 58).
Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsikan bahwa organisasi yakni kesatuan yang dibentuk dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh lantaran itu, pencapaian tujuan yang sukses menjadi suatu ukuran yang cocok wacana keefektifan. Namun demikian biar pencapaian tujuan dapat menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga mesti diperhatikan. Pertama, organisasi mesti mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut mesti diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik biar sanggup dimengerti. Ketiga, tujuan-tujuan tersebut mesti sedikit saja biar gampang dikelola. Keempat, mesti ada consensus atau komitmen biasa mengenai tujuan-tujuan tersebut.Beberapa permasalahan dalam pendekatan ini antara lain adalah:
a. Apa yang dinyatakan secara resmi oleh suatu organisasi selaku suatu tujuan tidak senantiasa merefleksikan tujuan yang sebenarnya.
b. Tujuan jangkan pendek seringkali berlawanan dengan tujuan jangka panjangnya.
c. Organisasi yang mempunyai tujuan beraneka ragam akan bikin kesulitan.
Pendekatan pencapaian tujuan mungkin paling faktual terlihat pada Management By Objectives (MBO). MBO yakni falsafah tata kelola yang menganggap keefektifan suatu organisasi serta para anggotanya dengan cara menyaksikan seberapa jauh mereka meraih tujuan-tujuan khusus yang sudah ditetapkan bareng oleh pimpinan dan para bawahannya. Tujuan-tujuan yang nyata, yang sanggup dibuktikan, dan yang sanggup diukur dikembangkan dalam MBO. Pendekatan pencapaian tujuan sarat dengan problem yang mengakibatkan penerapannya secara langsung sanggup dipertanyakan.banyak dari problem tersebut berafiliasi secara langsung dengan asumsi-asumsi yang sudah disebutkan sebelumnya.
Seorang manajer dalam pendekatan pencapaian tujuan mesti melaksanakan hal-hal yang menjadi pokok utama dalam meraih tujuan organisasi. Robbins (1994, hlm. 62) menyebutkan ada lima hal yang menjadi keabsahan dari tujuan-tujuan yang diidentifikasi memungkinkan sanggup mengembangkan tujuan organisasi, yaitu:
a. Memastikan bahwa masukan diterima dari siapa pun yang mempunyai pengaruhh penting dalam merumuskan tujuan-tujuan yang resmi, walaupun mereka bukan kepingan dari manajer senior.
b. Menyertakan tujuan yang bergotong-royong yang diperoleh lewat observasi sikap para anggota organisasi.
c. Mengakui bahwa organisasi memburu tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
d. Menekankan tujuan-tujuan yang nyata, yang sanggup diverifikasi dan sanggup diukur dibandingkan dengan menggantungkan diri pada pernyataan-pernyataan tidak terang yang cuma merefleksikan impian masyarakat, dan
e. Melihat tujuan selaku kesatuan yang dinamis yang berubah dari waktu ke waktu dibandingkan dengan melihatnya selaku pernyataan wacana tujuan yang kaku dan tetap.
Jika para manajer bersedia menghadapi kompleksitas yang terdapat pada pendekatan pencapaian tujuan tersebut, maka mereka sanggup menerima informasi yang cukup fundamental untuk menganggap keefektifan suatu organisasi. Namun demikian, masih banyak hal yang bersangkut paut dengan keefektifan organisasi dibandingkan dengan cuma mengidentifikasi dan mengukur hasil tertentu.
2. Pendekatan Sistem
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, dalam pendekatan pencapaian tujuan, dalam menentukan keefektifan suatu organisasi cuma atas dasar hasil pencapaian suatu tujuan. Namun, hal tersebut ialah suatu ukuran yang tidak sempurna. Tujuan-tujuan organisasi juga hendaknya berkonsentrasi pada keluaran. Seperti yang dibilang juga oleh Robbins (1994, hlm. 63) bahwa suatu organisasi juga mesti dinilai menurut kemampuannya untuk menerima masukan, memproses masukan tersebut, menyalurkan keluarannya, dan menjaga stabilitas dan keseimbangan. Cara lain untuk menyaksikan keefektifan organisasi tersebut yakni lewat pendekatan sistem.
Dalam pendekatan sistem, tujuan final tidak diabaikan, tetapi cuma dipandang selaku suatu elemen di dalam kumpulan standar yang lebih kompleks. Model-model tata cara menekankan standar yang mau mengembangkan kelancaran hidup jangka panjang dari organisasi tersebut. Contohnya yakni kesanggupan organisasi untuk menerima sumber daya, menjaga dirinya secara internal selaku suatu organisme sosial, dan berintegrasi secara sukses dengan lingkungan eksternnya. Jadi, pendekatan tata cara berkonsentrasi bukan pada tujuan final tertentu, akan tetapi lebih menekankan pada cara yang diperlukan untuk pencapaian tujuan final (Robbins: 1994, hlm. 64).
Pendekatan tata cara terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi berisikan sub-sub kepingan yang saling berhubungan. Jika slah satu sub kepingan ini mempunyai penampilan yang buruk, maka akan muncul pengaruh yang negative terhadap penampilan keseluruhan system.Keefektifan memerlukan kesadaran dan interaksi yang sukses dengan konstituensi lingkungan. Manajemen dihentikan gagal dalam menjaga relasi yang bagus dengan para pelanggan, pemasok, forum pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil.
Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan tata cara yakni relevansinya dengan pengukuran dan problem apakah cara-cara itu memang betul-betul penting. Keunggulan final dari pendekatan tata cara yakni kemampuannya untuk diaplikasikan jikalau tujuan final sungguh samara atau tidak sanggup diukur.
Cara manajer menerapkan pendekatan tata cara yakni lebih menyaksikan terhadap sampling dari standar yang dianggap berhubungan oleh para penunjang sistem, kemudian mesti diperhitungkan banyak sekali cara yang dipakai para manjerer untuk mengukur standar tersebut.Pendekatan tata cara memfokuskan diri pada cara-cara yang diperlukan untuk menegaskan kelancaran hidup organisasi yang terus menerus. Dan mesti juga diamati bahwa para pendukunng tata cara tidak mengabaikan pentingnya tujuan final tertentu selaku suatu determinan dari keefektifan organisasi. Sebaliknya, mereka mempertanyakan keabsahan tujuan yang diseleksi dan ukuran yang dipakai untuk menganggap pertumbuhan terhadap tujuan-tujuan tertentu.
3. Pendekatan Konstituensi-Strategis (strategic-constituencies approach)
Pendekatan konstituensi-strategis mengemukakan bahwa organisasi dibilang efektif apabila sanggup menyanggupi permintaan dari konstituensi yang terdapat di dalam lingkungan organisasi tersebut. Yakni, konstituensi yang menjadi penunjang kelanjutan keberadaan organisasi tersebut (Robbins, 1994, hlm. 68). Selanjutnya, Robbins juga menyampaikan bahwa pendekatan konstituensi-strategis ini sama dengan persepsi sistem, akan tetapi penekannya berbeda. Kedua pendekatan tersebut sama-sama memperhitungkan adanya saling ketergantungan, akan tetapi persepsi konstituensi-strategis tidak memperhatikan semua lingkungan organisasi. Pandangan ini cuma menyanggupi permintaan dari hal-hal di dalam lingkungan yang sanggup yang sanggup mengancam kelancaran hidup dari suatu organisasi itu sendiri.
Pendekatan konstituensi-strategis menatap organisasi secara berbeda. Organisasi diasumsikan selaku arena politik kawasan kelompok-kelompok yang berkepentingan berkompetisi untuk mengatur sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi suatu analisa wacana sejauh mana kesuksesan suatu organisasi dalam menyanggupi permintaan konstituensi kritisnya yakni pihak-pihak yang menjadi kawasan bergantung organisasi tersebut untuk kelancaran hidupnya di masa depan.
Kekurangan dari pendekatan ini yakni dalam praktik, kiprah untuk memisahkan konstituensi strategis dari lingkungan yang lebih besar gampang untuk diucapkan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis, para manajer meminimalisir kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sungguh mengusik suatu kalangan yang kekuasaannya sanggup menghalangi kegiatan-kegiatan suatu organisasi secara nyata.
Manajer yang ingin mengaplikasikan perspektif ini sanggup mulai dengan meminta para anggota dominant condition untuk mengidentifikasi konstituensi yang mereka rasakan kritis bagi kelancaran hidup organisasi. Masukan ini sanggup dikombinasikan dan disatukan sehingga akan diperoleh suatu daftar mengenai konstituensi-strategis.Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi-strategis, para manajer meminimalisir kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sungguh menggangu suatu kalangan yang kekuasaannya sanggup menghalangi kegiatan-kegiatan suatu organisasi secara nyata.
4. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (competing-values approach)
Pendekatan nilai-nilai berkompetisi akan lebih mengena jikalau kita mengidentifikasi seluruh variabel utama yang terdapat dalam bidang keefektifan dan kemudian kita menyeleksi bagaimana variabel-variabel tersebut saling berhubungan. Tema utama yang menjadi dasar dalam pendekatan nilai-nilai berkompetisi yakni standar yang anda nilai dan gunakan dalam menganggap keefektifan suatu organisasi. Diantaranya yakni keuntungan atas investasi, pangsa pasar, pembaharuan produk, keselamatan kerja, dan bergantung terhadap siapa bergotong-royong anda dan siapa yang anda wakili (Robbin, 1994, hlm. 74).
Nilai-nilai berkompetisi secara faktual melangkah lebih jauh dari pada cuma ratifikasi wacana adanya opsi yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan wacana adanya opsi yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa banyak sekali macam opsi tersebut sanggup dikonsolidasikan dan diorganisasi. Pendekatan nilai-nilai berkompetisi menyampaikan bahwa ada elemen biasa yang mendasari setiap daftar criteria Efektifitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut sanggup dikombinasikan sedemikian rupa sehingga bikin kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut kemudian membentuk suatu versi keefektifan yang unik.
C. PERBANDINGAN PENDEKATAN-PENDEKATAN
Setelah membahas empat pendekatan yang berlawanan untuk menganggap keefektifan organisasi, dimana masing-masing pendekatan tersebut mempunyai cara tersendiri serta sanggup menjadi versi yang bermanfaat. Untuk menyeleksi dalam kondisi bagaimana dari masing-masing pendekatan itu biar sanggup diraih hasil yang optimal, berikut ini akan diikhtisarkan setiap pendekatan tersebut dengan cara mengidentifikasikan apa yang diperlukan dalam menentukan keefektifan beserta kondisi-kondisi yang diperlukan. Hal tersebut dibandingkan oleh Robbins (1994, hlm. 84) dalam suatu tabel berikut:
Tabel perbandingan Keempat Pendekatan
No. | Pendekatan | Definisi | Berguna pada saat |
| | Organisasi efektif hingga sejauh..... | Pendekatan lebih diminati pada saat...... |
1. | Pendekatan pencapaian tujuan | Organisasi sanggup meraih tujuan yang sudah ditetapkan | Tujuan jelas, dibatasi waktu, dan sanggup diukur |
2. | Pendekatan sistem | Organisasi menerima sumber yang dibutuhkan | Ada relasi yang terang antara masukan dan pengeluaran |
3. | Pendekatan konstituensi-strategis | Semua konstituensi strategis paling tidak dipenuhi | Konstituensi mempunyai pengaruh yang besar lengan berkuasa terhadap organisasi, dan orrganisasi mesti menyikapi tuntutan-tuntutan |
4. | Pendekatan nilai-nilai bersaing | Penekanan organisasi di keempat bidang utama sesuai dengan preferensi dari konstituen | Organisasi sendiri tidak jelas, mengenai apa yang menjadi penekanannya, atau mengenai minat dalam perubahan standar dalam rentang waktu tertentu |
Dari tabel di atas, sanggup kita lihat perbandingan antara keempat pendekatan efektifitas organisasi. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa: 1) organisasi terdiri atas banyak sekali unsur yang saling berkaitan, jikalau salah satu unsur mempunyai kinerja yang buruk, maka akan menghipnotis kinerja organisasi secara keseluruhan; 2) Keefektifan memerlukan kesadaran dan interaksi yang bagus dengan lingkungan; 3) kelancaran hidup organsiasi memerlukan pergeseran sumber daya secara terus menerus. Jika suatu organisasi tidak memperhatikan faktor-faktor yang menghipnotis efektivitas organisasi, maka organisasi akan mengalami kesusahan dalam meraih tujuannya, akan tetapi apabila suatu organisasi pendidikan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang ingin diraih sanggup lebih gampang tercapai hal itu dikarenakan efektivitas akan senantiasa dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
D. EFEKTIFITAS ORGANISASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
1. Ukuran Keberhasilan Penyelenggaraan Pendidikan
Kriteria kesuksesan pendidikan selama ini cuma meliputi faktor proses pembelajaran (learning or academic process), belum menunjuk terhadap kesuksesan pengelolaan (managerial or administrative process and activities), sehingga efisiensi dan efektivitas internal maupun eksternal dari forum pendidikan tersebut belum sanggup dilihat secara lebih jelas. Kriteria kesuksesan organisasi biasa sanggup pula dipraktekkan untuk mengukur kesuksesan forum pendidikan.
Efisiensi pendidikan sanggup dijadikan pijakan untuk mengukur kesuksesan suatu forum pendidikan menyerupai yang dikemukakan Muljani A. Nurhadi (dalam Meutimah Afidah 2012) yang menerangkan dari sisi unsur tata cara selaku berikut:
a. Komponen masukan (input), konsentrasi pada tingkat ketersediaan dan pendayagunaan masukan instrumental dan masukan lingkungan (environmental) selaku materi pokok yang dipakai dalam proses pembelajaran atau pelatihan. Masukan instrumental meliputi antara lain tenaga kependidikan, akomodasi dan perlengkapan pendidikan, materi pelajaran, dana dan kesanggupan administratif atau manajerial. Masukan environmental (lingkungan) antara lain berupa daya dukung orangtua atau masyarakat, kondisi dan suasana lingkungan fisik dan sosial.
b. Pengukuran proses, menyaksikan dari tingkat efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembelajaran dan pelatihan, yang meliputi antara lain sikap manajemen, alokasi waktu efektif untuk pembelajaran atau pelatihan, dan tingkah laris peserta didik.
c. Keluaran (output), menyaksikan dari tingkat pencapaian (attainment) forum dan hasil berguru (achievement) peserta didik, seperti intake atau enrollment yang makin meningkat, jumlah tinggal kelas, tingkat wawasan dan kemampuan yang diperoleh dari hasil berguru atau berlatih, dan perubahan sikap dan tingkah laku.
d. Segi outcomes, menyaksikan dari dampak, hasil tidak langsung atau jangka panjang selaku akhir dari hasil proses pembelajaran atau pembinaan yang diperoleh oleh peserta didik, penerimaan dan kesuksesan studi di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kesuksesan menerima pekerjaan, dan jumlah penghasilan yang diperoleh.
Ukuran kesuksesan penyelenggaraan pendidikan yang lebih luas dan utuh sudah dikemukakan Thomas,J Alan(1971)yang menatap sekolah selaku suatu tata cara terbuka, dan menyatakan bahwa “sekolah yang produktif yakni sekolah yang mempunyai keseimbangan yang bagus antara input dan output, yang sanggup dilihat dari sisi asministrator, psikologis, dan ekonomis”.
a. Fungsi buatan administrator, yang menunjuk pada kuantitas dan mutu input seperti: ukuran kelas, kualifikasi pendidikan guru, konstruksi bangunan, ukuran dan isi perpustakaan, dan perlengkapan laboratorium. Outputnya yakni pelayanan-pelayanan yang diberikan untuk menyanggupi keperluan pendidikan siswa.
b. Fungsi buatan psikologis, yakni perubahan tingkah laris siswa, tergolong penambahan ilmu pengetahuan, pengertian nilai-nilai dan kenaikan kesanggupan berkomunikasi atau berafiliasi dengan orang lain.
c. Fungsi buatan ekonomis, yakni penghasilan pemanis yang diperoleh dari kenaikan suatu jenjang sekolah dibandingkan dengan investasi untuk sekolah yang bersangkutan.
2. Ciri-ciri Efektivitas Organisasi Pendidikan dalam Membangun Perilaku Organisasi
Katz dan Kahn (dalam Richard M. Steers, 1985) menyampaikan bahwa untuk menegaskan kesuksesan final suatu organisasi mesti sanggup menyanggupi tiga persyaratan sikap penting yaitu:
a. Organisasi mesti bisa membina dan menjaga suatu armada kerja yang mantap berisikan personil trampil.
b. Organisasi mesti sanggup menikmati prestasi peranan yang sanggup menerima amanah dari para personilnya, dalam hal ini setiap personil bukan saja dituntut untuk bersedia berkarya, tetapi juga mesti melaksanakan kiprah khusus yang menjadi tanggung jawab utamanya.
c. Para personil mesti mengusahakan berperilaku laris yang impulsif dan inovatif, dengan demikian setiap personil jangan hanya bertingkahlaku secara pasif saja.
Bila usulan tersebut diperhatikan, maka syarat pertama yang diajukan berkisar pada problem keterikatan pada organisasi, sedangkan persyaratan kedua dan ketiga berafiliasi dengan tingkat dan mutu prestasi kerja dalam organisasi. Aspek-aspek tersebut ialah suatu proses yang didasarkan pada sikap dan struktur organisasi dan kemudian diarahkan pada pencapaian hasil yang diinginkan.
Dari kacamata tata kelola dan manajemen, dalam suatu organisasi senantiasa ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan sejumlah orang untuk bermitra dengan segala aktivitas dan fasilitasnya, dan organisasi itu sendiri terdiri dari individu-individu dan kalangan lantaran efektivitas organisasi juga berisikan individu dan kelompok, tetapi efektivitas organisasi lebih sekedar penjumlahan efektivitas individu dan kalangan lewat imbas sinergi, organisasi menerima tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan penjumlahan bagian-bagiannya.
KESIMPULAN
Efektifitas organisasi dalam pendidikan sanggup dinilai lewat pendekatan yang meliputi : (1) Pendekatan pencapaian tujuan menentukan bahwa EO selaku pencapaian tujuan akhir; (2) Pendekatan system memfokuskan pada cara-cara dan kesanggupan organisasi menerima masukan, memproses masukan tersebut, menyalurkan keluaran, dan menjaga stabilitas dan keseimbangan dalam system ; (3) Pendekatan konstituensi-strategis yang mendefinisikan EO selaku sesuatu yang sanggup menyanggupi permintaan dari konstituen di dalam lingkungan organisasi disebabkan organisasi memerlukan santunan terus menerus sehingga keberhasilannya diukur dari kesanggupan untuk bikin puas individu, kelompok, serta forum yang menjadi kawasan bergantung bagi kelancaran hidup organisasi tersebut; (4) Perspektif terakhir yakni pendekatan yang menurut pada nilai-nilai bersaing, yang menjajal mempersatukan sejumlah besar standar wacana EO kedalam empat model, masing-masing didasarkan atas suatu kalangan nilai serta dalam tahap mana organisasi tersebut berada di daur hidupnya.
DAFTAR REFERENSI
Adam, I. I. (1989). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung: Sinar Baru.
Afidah,Meutimah. (2012). Efektifitas Organisasi Pendidikan.(Online). Diakses tanggal 11 November 2017. Dari https://loker.paperplane-tm.site/search?q=efektivitas-organisasi-pendidikan.
Gibson, I. dkk. (1984). Organisasi dan Manajemen (Perilaku, Struktur dan Proses). Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Gibson, I. (1997). Organisasi dan Manajemen, Perilaku Stuktur Proses. Jakarta: Erlangga.
Hoy, W. K. & Miskel, C. C. (2001). Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: McGraw-Hill Book, fifth edition.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.(1992). (Jakarta: Gunung Agung), hal. 219.
Kusdi. (2009). Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta:Salemba Humanika.
Nawawi, H. (1982). Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas selaku Lembaga Pendidik. Jakarta: Gunung Agung
Richard, M. S. (1985). Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Robbins, S. P. (1994). Teori Organisasi (Struktur, Desain, dan Aplikasi). Edisi Ketiga, Jakarta : Alih Bahasa Jusuf Udaya, Arcan.
Syaiful, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Thomas, J. Alan. (1971). The Productive School: A System Analysis Approach to Educational Administration. New York: John Wiley & Sons, Inc.
0 Komentar untuk "Teori Organisasi (Efektifitas Organisasi)"