Cara Menganggap Sekolah Bermutu

CARA MENILAI SEKOLAH


   Komponen Utama Penilaian Kinerja Sekolah
Dalam penilaian kinerja sekolah mempunyai komponen-komponen utama yang menjadi tolok ukur penilaian kinerja sekolah. Dalam penilaian kinerja sekolah focus penilaian tidak cuma terbatas pada faktor tertentu saja, melainkan meliputi banyak sekali faktor yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh sanggup menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan dan kinerja sekolah tersebut. Kinerja ini khususnya ditinjau dari misi utamanya yakni berbincang layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang mempunyai pengetahuan dan kesanggupan selaku bekal kehidupan di masa datang. Dengan demikian komponen-komponen penilaian juga mesti meliputi faktor input sekolah, proses sekolah, dan output sekolah yang secara integratif saling kait mengkait satu sama lain, sehingga membangun kinerja baik secara individu maupun sekolah. Selanjutnya secara lengkap akan diuraikan komponen-kompoen tersebut selaku berikut : 
a.    Komponen Input
                 Sebagaimana dikemukakan Philiph H. Coombs (2008), ada tiga jenis sumber utama input dari penduduk bagi metode pendidikan, yaitu:
1).Ilmu pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam   masyarakat.
2). Penduduk serta tenaga kerja yang tersedia.
3). Ekonomi atau penghasilan masyarakat.
Terhadap ketiga sumber utama input bagi metode pendidikan tersebut, dijalankan seleksi menurut tujuan, kebutuhan, efisiensi dan hubungannya bagi pendidikan. Selain itu, seleksi dijalankan pula atas dasar nilai dan norma tertentu dengan argumentasi bahwa pendidikan bersifat normatif. Hasil seleksi tersebut berikutnya diambil atau diterima selaku input metode pendidikan.
Input metode pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
1).  Input masukan (raw input): peserta didik.Komponen masukan (raw input), merupakan mutu siswa yang mau mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut sanggup berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila mutu masukan itu rendah atau tidak mendukung terwujudnya prestasi berguru yang tinggi, pastinya tidak sanggup diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi, walaupun aspek-aspek yang lain mendukung, menyerupai proses pembelajaran yang bagus serta alat pendidikan yang bagus. Kualitas potensi ini khususnya yang bersifat tetap menyerupai tingkat intelegensinya rendah, hasil belajarnya condong berlawanan dengan anak yang tingkat kecerdasannya tinggi, alasannya hal itu akan mempengaruhi daya tangkapnya, daya analisanya, kesanggupan berhitungnya, dan lain sebagainya selama mengikuti pelajaran. Pendidikan hanyalah mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan.  Dengan kata lain sulit dipercayai bikin anak yang kecerdasannya rendah menjadi anak yang kecerdasannya tinggi, sehingga prestasi belajarnya juga tinggi menyerupai anak yang memang pintar. 
   2). Input alat (instrumental input) : kurikulum, dan pendidik Komponen masukan yang berperan selaku alat pendidikan (insrumental input) merupakan semua faktor yang secara eksklusif atau tidak eksklusif mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya kurikulum, media pengajaran, alat penilaian hasil belajar, fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya. Aspek mutu masukan (raw input) mutu lulusan juga dipengaruhi oleh faktor instrumental input. Betapapun tingginya mutu masukan (peserta didik), tetapi tidak disokong oleh kurikulum yang tepat, alat penilaian hasil berguru yang valid, mutu guru dan komitmennya yang baik, dan sebagainya tentulah akan sukar untuk merealisasikan tercapainya mutu pendidikan yang tinggi.
    3).  Input lingkungan (environmental input) : kondisi cuaca, suasana keselamatan penduduk dll. yang secara eksklusif maupun tidak eksklusif sanggup mempengaruhi proses pendidikan. Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) sanggup berupa sosial budaya masyarakat, aspirasi pendidikan orang renta siswa, kondisi fisik sekolah, kafetaria sekolah, dan sejenisnya. Secara eksklusif maupun tidak eksklusif faktor ini akan mempengaruhi proses pembelajaran dan muaranya pada problem mutu lulusan.
               Input sebuah sekolah sanggup berupa input yang berhubungan dengan faktor tenaga kependidikan, faktor siswa, dan faktor fasilitas dan pembiayaan (tangible), di samping input kesempatan yang meliputi visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih menekankan pada faktor intangible. Dalam konteks ini akan lebih ditekankan pada aspek-aspek sepetti tersebut di atas yang lebih tangible.  Aspek tenaga kependidikan meliputi guru, kepala sekolah, dan karyawan. Aspek siswa meliputi kondisi siswa dan prestasi siswa. Aspek fasilitas meliputi ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang ketrampilan/ kesenian, ruang tata usaha, kamar kecil, lingkungan sekolah, dan akomodasi pendukung. Sedangkan faktor pembiayaan meliputi sumber dana, penggunaan dana, dan akuntabilitas penggunaan dana. Walaupun faktor yang bersifat intangible (visi, misi, tujuan, dan sasaran) tidak ditekankan dalam kenali sekolah, tetapi dalam planning pengembangan sekolah tetap mesti ditekankan sebagaimana diterangkan pada Buku Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), visi merupakan citra masa depan yang ingin dicapai.  Dengan perumpamaan lain, visi merupakan kesempatan yang ingin diraih di masa depan.  Bagi sekolah, pastinya visi merupakan “sosok sekolah” yang diharapkan di masa datang.  Mengingat tujuan simpulan sekolah merupakan mendidik siswa, maka sebaiknya sosok sekolah di masa depan yang digambarkan pada visi, terkait bersahabat dengan sosok lulusan. Pada biasanya setiap orang punya visi, walaupun hal itu tidak disadari.  Misalnya seseorang bercita-cita menjadi pebisnis yang dapat mempergunakan sumberdaya alam di tempat asal dan bisa menyejahterakan penduduk setempat.  Cita-cita menyerupai itu pada dasarnya merupakan visi yang bersangkutan dan jikalau visi tersebut betul-betul diinternalisasi akan bisa mendorong yang bersangkutan senantiasa mencari cara untuk mewujudkannya.
Misi merupakan langkah-langkah atau upaya untuk merealisasikan visi.  Perumusan misi mesti memikirkan kepentingan semua pihak terkait dan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki sekolah maupun sumberdaya yang sanggup diupayakan untuk dipakai dalam merealisasikan visinya. Selanjutnya misi yang terumuskan dengan terperinci sungguh penting, lantaran akan berbincang tutorial terhadap semua pihak, khususnya warga sekolah dalam ikut serta dalam merealisasikan visi bersama. Bahkan jikalau penyusunan misi sudah melibatkan semua stakeholder, sungguh mungkin masing-masing stakeholder sudah faham ihwal apa yang perlu dan mesti dilakukan, dalam mendukung misi tersebut.
                  Tujuan pada dasarnya tahapan dari visi,  Apabila visi merupakan sosok sekolah yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang, misalnya 25 tahun atau bahkan lebih, maka tujuan merupakan tahapan sosok itu, untuk rentang waktu tertentu, misalnya untuk 3 tahun.  Dengan demikian mesti disadari bahwa jikalau tujuan-tujuan tersebut “disambung” secara berkesinambungan hingga periode tertentu, akan berujung pada visi. Sasaran pada dasarnya merupakan pembagian terorganisir perihal dari tujuan, untuk periode waktu yang lebih pendek.  Misalnya, jikalau tujuan disusun untuk periode 3 tahun, sasaran sanggup saja disusun untuk periode satu tahun.  Namun juga mesti dikenang bahwa jikalau sasaran-sasaran menyerupai itu disambung untuk periode 3 tahun, mesti merealisasikan tujuan.
Bagaimana menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran sudah diangkut pada Buku Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diterbitkankan oleh Dit. PLP.  Pada naskah ini cuma ditekankan bahwa jikalau visi dan misi, tujuan dan sasaran dirumuskan secara jelas, dengan melibatkan semua stakeholder, akan mengarahkan warga sekolah dan stakeholder yang  lain, apa yang mesti diraih pada setiap periode dan bagaimana mewujudkannya.
a)   Aspek Tenaga Kependidikan
                 Input yang berhubungan dengan faktor tenaga kependidikan meliputi eksistensi guru, kepala sekolah, dan karyawan (laboran, tenaga kepustakaan, penjaga sekolah dan tenaga tata usaha). Keberadaan aspek-aspek tersebut sungguh penting pada pengelolaan sebuah organisasi, tergolong sekolah, lantaran jikalau betul-betul difahami dan diinternalisasi dengan baik oleh seluruh warga sekolah, akan dapat menjadi pendorong utama prestasi sekolah untuk meraih tujuan yang diinginkan. Standar sekolah yang bagus sungguh sumberdaya insan dalam jenis, jumlah dan kualifikasi yang cukup, sesuai dengan kiprah dan fungsi masing-masing.
Ketentuan berapa jumlah guru, kualifikasi guru, kualifikasi kepala sekolah, jumlah tata usaha, kualifikasi tata usaha, jumlah laboran dan kualifikasinya serta tenaga karyawan yang lain sudah diangkut dalam buku SPM.  Sekolah dibilang menyanggupi standar jikalau minimal sudah menyanggupi minimal 90% dari keperluan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya. Meskipun demikian dalam kenali tetap akan diungkap dengan data interval mudah-mudahan sanggup ditetapkan langkah dan seni tata kelola kenaikan mutu sekolah menurut data sekolah tersebut. 
Tenaga kependidikan, khususnya guru merupakan merupakan kunci utama proses pendidikan.  Apapun kurikulum dan fasilitas yang dimiliki sekolah, pada kesannya gurulah yang menggunakan dalam proses pendidikan.  Oleh lantaran itu faktor tenaga kependidikan, khususnya guru mesti diatur dengan baik, sehingga bisa dan siap melakukan pekerjaan secara optimal.
Proses pengelolaan tenaga kependidikan perlu berkonsentrasi pada dua hal, yakni kesanggupan dan komitmen kerja.  Peningkatan kesanggupan sudah banyak dibahas dan bahkan sudah banyak dijalankan lewat banyak sekali bentuk training dan kenaikan kualifikasi pendidikan.  Tetapi juga banyak dijumpai, setelah selesai mengikuti training atau kenaikan kualifikasi pendidikan, ternyata kinerja mereka tidak meningkat secara signifikan, bahkan timbul perumpamaan “kembali menyerupai semula”. Berbagai kajian menampilkan bahwa yang menjadi penyebab merupakan komitmen kerja mereka tidak berubah.  Pada hal, komitmen kerja itulah yang mengeluarkan kesanggupan seseorang menjadi kinerja.  Setinggi apapun kesanggupan seseorang, kalau komitmen kerjanya rendah, kinerjanya juga akan rendah.  Oleh lantaran itu, pengembangan komitmen kerja bagi guru dan tenaga kependidikan perlu diupayakan. Tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, dan karyawan) secara lazim bertugas melakukan perencanaan, pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, penilaian, pengawasan dan pelayanan yang diharapkan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa sekolah, dan sekolah hanyalah merupakan wadahnya. Oleh lantaran itu tenaga kependidikan merupakan kunci bagi suksesnya pengembangan sekolah.
Indikator tenaga kependidikan, sekolah mempunyai : a) tenaga kependidikan yang cukup jumlahnya, b) kualifikasi dan kompetensi yang mencukupi sesuai dengan tingkat pendididikan yang ditugaskan, c) tingkat kesesuaian dalam arti kesanggupan yang dimiliki oleh tenaga kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan, dan kesanggupan kerja yang tinggi (Depdiknas, 2004).  Selanjutnya tenaga kependidikan berkewajiban : a) mempertahankan nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan keyakinan yang diberikan, b) melakukan kiprah kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya, dan c) meningkatkan kesanggupan profesionalnya yang meliputi kesanggupan intelektual, integritas kepribadian, dan interkasi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat.
b)   Aspek Kesiswaan
Input yang berhubungan dengan faktor kesiswaan yang meliputi kondisi siswa dan prestasi siswa.  Kondisi siswa dan prestasi siswa tersebut tidak terlepas dari proses penerimaan peserta didik yang didasarkan atas patokan yang jelas, transparan dan akuntabel. Peserta didik mempunyai tingkat kesiapan berguru yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah mempunyai acara yang terperinci ihwal pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan peserta didik. Sekolah memberi potensi yang luas terhadap peserta didik untuk berperan serta dalam penyelenggaraan acara sekolah. Sekolah melakukan penilaian perkembangan dan hasil berguru peserta didik yang menyanggupi kaidah penilaian yang bagus (Depdiknas, 2004).
Selanjutnya dalam Kebijakan Akreditasi Sekolah (2004) dinyatakan bahwa peserta didik merupakan warga penduduk yang berupaya berbagi potensi dirinya lewat proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan salah satu masukan yang sungguh menyeleksi bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Namun demikian prestasi berguru yang diraih oleh peserta didik pada dasarnya merupakan upaya kolektif antara peserta didik dan guru. Selanjutnya berhubungan dengan peserta didik, ada enam hal yang mesti diamati oleh sekolah yakni : a) penerimaan siswa baru, b) penyiapan berguru peserta didik, c) pembinaan dan pengembangan, d) pembimbingan, e) pemberian kesempatan, dan f) penilaian hasil berguru siswa.
Aspek input yang berhubungan dengan kesiswaaan ditekankan pada kondisi siswa dalam proses berguru mengajar di sekolah yakni rasio siswa per rombongan berguru dan juga rasio pendaftar terhadap siswa yang dterima. Di samping itu dalam faktor kesiswaaan juga dipertimbangkan pretasi siswa sebelum masuk ke jenjang SMP, yakni prestasi di sekolah dasar (SD) dan juga mutu (peringkat) sekolah asal sebelum masuk di tingkat SMP. Aspek ini cukup penting dan strategis lantaran akan sungguh menyeleksi proses pembelajaran selanjutnya. Apabila inputnya bermutu akan sungguh gampang dalam proses pengembangan pembelajaran selanjutnya.
c)    Aspek Sarana dan Pembiayaan
Input yang berhubungan dengan fasilitas dan pembiayaan meliputi ruang kelas, labratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan/kesenian/komputer, ruang administrasi, kamar kecil, lahan terbuka, akomodasi penunjang dan pembiayaan. Salah satu tujuan penyediaan fasilitas dan prasarana sekolah yang lengkap merupakan untuk menjamin tercapainya tujuan sekolah dan permintaan pedagogik yang diharapkan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan mempekerjakan sesuai permintaan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan, dan perkembangan afektif, kognitif, dan psikomotor peserta didik.
Sumberdaya sarana-prasarana yang semestinya dimiliki sekolah juga sudah diterangkan dalam dokumen SPM.  Sarana-prasarana yang dicakup pada SPM antara lain, lahan sekolah, ruang berguru beserta mebeler dan media pembelajaran yang diperlukan, ruang laboratorium beserta perlengkapan praktikum, perpustakaan berserta buku dan media berguru lainnya, kantor dan ruang guru beserta mebelernya, serta akomodasi pendukung, antara lain KM/WC, kantin sekolah, akomodasi olahraga serta bermain dan sebagainya.  Buku SPM sudah menampung standar masing-masing jenis fasilitas dikaitkan dengan jumlah siswa dan juga menyebutkan bahwa sekolah minimal perlu mempunyai minimal 90% dari standar tersebut.
Terdapat tiga hal penting dalam pengelolaan sarana-prasarana di sekolah, yakni penyeleksian sarana-prasarana yang diperlukan, optimalisasi penggunaan, dan perawatan. Seringkali sekolah mempunyai semangat ingin punya yang terlalu besar dan tidak berfikir apakah fasilitas itu betul-betul diharapkan dan berapa kali penggunaan dalam satu periode waktu tertentu.  Sebagai contoh, banyak sekolah menghendaki aula dan berupaya mengadakannya.  Tetapi jikalau ditanyakan berapa kali aula tersebut dipakai dalam satu tahun, ternyata cuma berulang kali saja, khususnya kalau ada konferensi wali murid atau pertunjukan seni.   Pada kendala menyerupai itu perlu dipertanyakan apakah memang pembangunan aula merupakan prioritas dan apakah tidak ada fasilitas yang justru lebih penting untuk mendukung proses pembelajaran.
Jika fasilitas sudah dimiliki, perlu diupayakan akan sanggup dipakai secara optimal.  Banyak kendala menampilkan adanya fasilitas sekolah yang frekwensi penggunaannya sungguh kecil, sehingga fasilitas tersebut rusak bukan lantaran digunakan, tetapi justru rusak lantaran jarang atau tidak pernah digunakan.  Jika memang keperluan untuk menggunakan oleh warga sekolah tidak begitu banyak dan fasilitas itu sudah kadung ada (misalnya aula sekolah), maka perlu dicari jalan bagaimana mengoptimalkan.  Mungkin saja sanggup dipakai untuk keperlukan lain atau jikalau mungkin dipersiapkan untuk dipakai oleh pihak lain, asal saling menguntungkan.
Perawatan, khususnya perawatan preventif terhadap fasilitas acap kali kurang mendapat perhatian.  Contoh sederhana merupakan ada genting bocor, tetapi dibiarkan cukup usang sehingga memunculkan rusaknya plafon.  Banyak alat laboratorium yang rusak lantaran kurang mendapat perawatan sehari-hari.  Memang banyak alat-alat laboratorium perlu perawatan, walaupun tidak digunakan.  Banyak alat elektronik dan optik cepat rusak lantaran lembab.  Pemanasan sebagain serpihan perawatan preventif, memang diharapkan untuk perlengkapan menyerupai itu.
Dana juga merupakan sumber daya yang sungguh penting dalam pendidikan.  Tanpa pinjaman dana yang cukup, akan sungguh sukar proses pendidikan terealisasi dengan baik.  Dokumen SPM tidak menyebutkan secara tegas dana  yang perlu dimiliki oleh sekolah.  Namun pada buku MPMBS diterangkan bagaimana sekolah sanggup melakukan perkiraan berapa dana yang diperlukan, sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
d)   Aspek pembiayaan
Berkaitan dengan pembiayaan, tidak cuma menyangkut jumlah, tetapi yang tidak kalah pentingnya proses pengelolaan. Bahkan acap kali pengelolaan yang dana  yang kurang sempurna menyebabkan iklim kerja berantakan.  Kunci pokok dalam pengelolaan dana merupakan keadilan, efisiensi dan keterbukaan.
Dalam faktor pembiayaan meliputi : a) sumber pendanaan, b) penggunaan dana, dan c) akuntabilitas penggunaan dana. Dalam konteks penggunaan dana adil tidak mempunyai arti mesti sama, tetapi acara yang penting mendapat alokasi dana yang cukup dan yang mereka yang melakukan pekerjaan lebih banyak juga mendapat penghargaan lebih baik.  Penentuan prioritas perlu dipastikan secara terbuka dan melibatkan semua pihak yang terkait, sehingga semua pihak merasa ikut menyeleksi bahwa kegiatan “X” merupakan prioritas dan oleh lantaran itu perlu mendapat prioritas alokasi dana yang cukup.
Efisiensi belum banyak mendapat perhatian di sekolah.  Salah satu cara mengupayakan efisiensi dalam penggunaan dana merupakan dengan menerapkan budget berbasis acara (activities based budget). Artinya alokasi budget didasarkan pada aktivitas/kegiatan yang betul-betul diharapkan untuk meraih sasaran yang sudah ditetapkan.  Harus disingkirkan adanya alokasi dana yang tidak mempunyai acara yang terkait bersahabat dengan pencapaian sasaran sekolah.
Keterbukaan atau transparasi merupakan problem sungguh penting dalam pengelolaan dana.  Pengelolaan dana yang tidak transparan acap kali menjadi penyebab hadirnya kecurigaan dan kemudian merambat menjadi iklim kerja yang kurang harmonis, bahkan menurunkan semangat kerja.  Mungkin saja bekerjsama dana sudah dipakai secara benar, tetapi lantaran kurang transparan timbul dugaan-dugaan dan bahkan kecurigaan bahwa budget diselewengkan, sehingga memunculkan iklim kerja yang kurang baik. Oleh lantaran pentingnya problem ini, dalam buku MPMBS, transparansi dijadikan salah satu faktor yang mesti dikembangkan di sekolah.  Bagaimana cara melakukan pengelolaan keuangan yang transparan sanggup dibaca di buku tersebut.
b.   Komponen Proses
Proses pada dasarnya merupakan pembuatan input untuk menciptakan output yang direncanakan.  Makara pada faktor proses inilah semestinya input diproses secara selaras dan sinergis, sehingga menciptakan output yang diharapkan.  Proses pendidikan di sekolah meliputi : a)  faktor kurikulum dan materi ajar, b) faktor PBM c) faktor penilaian, dan ) faktor tata kelola dan kepemimpinan.  Proses pendidikan dibilang baik, jikalau bisa bikin kondisi pembelajaran yang aman dan bisa menolong siswa belajar, sehingga meraih hasil berguru yang diharapkan.  Tentu saja untuk maksud itu mesti sanggup menggu nakan input-input secara selaras dan harmonis, sehingga input-input tersebut sanggup bersinergi secara optimal dan proses berjalan secara efektif dan efisien.
a).  Aspek Kurikulum dan Bahan Ajar.
                  Proses yang paling utama di sekolah merupakan proses pembelajaran, lantaran memang proses pembelajaran itulah kiprah dan fungsi utama sekolah.  Oleh lantaran itu, proses pembelajaran mesti diupayakan sanggup berjalan dengan efektivitas tinggi.  Dalam kurikulum 2004 faktor kurikulum dan materi asuh tidak sanggup dipisahkan secara dikotomis, lantaran dokumen kurikulum yang ditetapkan dalam standar kompetensi masih perlu dijabarkan menjadi lebih rinci (silabus dan satuan pembelajaran) dengan mengacu pada dokumen kurikulum yang ada.
                 Dalam buku kebijakan ratifikasi sekolah (2004) ditegaskan bahwa sekolah    melaksanakan kurikulum nasional dan kurikulum muatan setempat atau opsi sesuai dengan potensi sekolah. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang pada dokumen kurikulum dan silabus yang dikembangkan dengan mengacu terhadap dokumen tersebut. Standar kurikulum dibentuk untuk bikin jaminan terhadap penduduk bahwa apa yang diperoleh di sekolah betul-betul konsisten dengan prinsip dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam kurikulum nasional. Meskipun sekolah diperkenankan untuk berbagi atau melakukan kerukulum yang menjadi ciri khas dari sekolah yang bersangkutan, tetapi kurikulum nasional tetap mesti dilaksanakan sepenuhnya. Penyediaan dan penyeleksian buku asuh merupakan rangkaian kegiatan guru dalam rangka penyiapan proses berguru mengajar. Langkah ini merupakan kelanjutan dari pengembangan silabus yang sudah dilaksanakan oleh guru berdassarkan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dalam konteks implementasi kurikulum 2004 materi asuh dikembangkan oleh guru menurut kompetensi dasar (KD) yang dijabarkan dari standar kompetensi. Pemilihan materi asuh sungguh berperan penting dalam mengerti kompetensi dasar yang mesti dituntaskan oleh peserta didik dalam satu satuan waktu tertentu.
Selanjutnya buku siswa merupakan kelengkapan dari buku asuh yang sudah dikembangkan oleh guru. Buku siswa sungguh berperan dalam mempermudah siswa mengerti topik permasalahan (kompetensi dasar) yang sudah dikembangkan oleh guru. Dengan buku siswa juga diharapkan proses pembelajaran sanggup berjalan dengan efektif dan efisien. Di samping itu buku siswa juga menuntun kronologis berpikir siswa mengikuti logika atau alur keilmuan yang sudah dijabarkan dalam kompetensi dasar yang merupakan pembagian terorganisir perihal dari standar kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
b). Aspek Proses Belajar Mengajar
Proses pembelajaran merupakan serngkaian acara yang berisikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang tidak sanggup dipisah-pisahkan. Perencanaan pembelajaran merupakan penyusunan planning ihwal materi pembelajaran, bagaimana melakukan pembelajaran, dan bagaimana melakukan penilaian. Oleh lantaran itu esensi penyusunan rencana pembelajaran merupakan kesiapan yang diharapkan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menciptakan pergeseran peserta didik dan inti dari proses berguru mengajar merupakan efektivitasnya. Sedangkan penilaian pembelajaran merupakan sebuah proses untuk mendapat informasi ihwal hasil pembelajaran.
Pembelajaran dibilang efektif jikalau meraih hasil yang diinginkan.  Tentunya hasil pembelajaran, bukan sekedar siswa mendapat nilai tinggi, tetapi juga bisa berbagi potensinya untuk meningkatkan kecakapan hidup yang diharapkan guna menangani dan menyelesaikan problema kehidupan yang dihadapi.  Oleh lantaran itu, proses pembelajaran dihentikan berhenti hingga penguasaan materi asuh saja, tetapi mesti hingga terakumulasi menjadi kecakapan hidup (life skill).
Proses pembelajaran sanggup berjalan efektif, jikalau siswa mempunyai motivasi berguru yang bagus.  Sementara itu motivasi berguru siswa akan tumbuh, jikalau merasa apa yang dipelajari bermakna buat dirinya.  Oleh lantaran itu, isi pembelajaran mesti berbincang makna (meaningful) bagi anak didik, sementara proses pembelajaran berbincang suasana yang mengasyikkan (joyfull), dengan mengoptimalkan potensi dan tipologi anak didik.  Di sinilah pentingnya proses pembelajaran memperhatikan karateristik modalitas anak didik, selaku pertimbangan penyeleksian seni tata kelola pembelajaran, sehingga sanggup terjadi apa yang sekarang disebut dengan quantum learning.
Selain proses pembelajaran dilihat dari segi substansial untuk mengoptimalkan hasil berguru mengajar, perlu juga diamati dan dipertimbangkan faktor lingkungan sekolah. Oleha lantaran itu proses pembelajaran perlu disokong dengan lingkungan berguru yang kondusif.  Banyak studi yang menyimpulkan bahwa lingkungan berguru yang aman kokoh secara signifikan terhadap motivasi berguru siswa.  Oleh lantaran itu, sekolah mesti mengupayakan sekolah merupakan lingkungan berguru yang menyenangkan.
Dalam pengertian tersebut, lingkungan tidak cuma bersifat fisik, tetapi juga non fisik, misalnya tata kekerabatan dan pergaulan antar warga sekolah.  Jika guru dan pimpinan berbincang contoh berguru dan melakukan pekerjaan keras, akan mendorong siswa juga berguru dan melakukan pekerjaan keras.  Jika orang yang berguru dengan sungguh-sungguh mendapat penghargaan lebih dibanding yang tidak, akan bisa mendorong siswa berguru dengan sungguh-sungguh.  Jika guru secara periodik bikin rangkuman hasil bacaan dan ditempel di majalah dinding sekolah, akan mendorong siswa untuk membaca buku.
Lingkungan non fisik menyerupai yang diutarakan di atas, setapak demi setapak akan bisa menumbuhkan budaya mutu, yakni suasana yang mendorong setiap orang untuk menghargai mutu dan senantiasa mengupayakan kenaikan mutu dalam setiap faktor kehidupan. Meskipun demikian pasti lingkungan fisik juga kokoh terhadap motivasi bekajar siswa.  Lingkungan sekolah yang bersih, tertata rapi, sejuk, hening dan aman akan merupakan lingkungan berguru yang menyenangkan.  Sekolah tidak mesti mewah, tetapi yang lebih penting situasinya sanggup berbincang kesan longgar (tidak sumpek), sejuk (tidak panas), rapi dan higienis (tidak kumuh), hening (tidak bising) dan berbincang perasaan aman bagi siswa.
c). Aspek Penilaian
Aspek penilaian merupakan salah satu faktor yang tidak kalah penting dengan aspek-aspek lainnya. Proses pembelajaran yang bermutu atau yang bagus tanpa ditunjang dengan penilaian yang bagus juga akan kokoh terhadap mutu pendidikan secara umum. Dalam faktor penilaian meliputi : a) kesiapan guru dalam proses penilaian dan b) proses pelaksanaan penilaian. Dalam kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum 2004) kesiapan guru dalam mendisain atau mempersiapkan penilaian menjadi salah satu serpihan yang penting dalam acara penilaian secara umum.
Kesiapan guru dalam proses penilaian antara lain terkait oleh sejauhmana guru bisa mengungkap kesanggupan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan/kompetensi dasar (KD) tertentu dengan banyak sekali versi penilaian. Hal ini menjadi penting lantaran setiap KD mempunyai karakteristik keilmuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan versi penilaian yang berlawanan pula. Selanjutnya dalam hal proses pelaksanaan penilaian, juga tidak kalah penting dengan penyusunan rencana (kesiapan guru). Walaupun perencanaannya sungguh bagus namun kalau pelaksanaannya kurang optimal juga tidak akan mempunyai efek positif pada faktor pengertian siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
d). Aspek Manajemen  Dan Kepemimpinan.
Proses yang berhubungan dengan faktor tata kelola meliputi : a) perencanaan, b) implementasi program, c) pengawasan, dan d) kepemimpinan. Berkaitan dengan penyusunan rencana sekolah mempunyai penyusunan rencana strategis dengan rumusan arah yang terperinci dan tujuan yang terperinci oleh setiap warga sekolah, yang dipakai selaku acuan  bagi pengembangan planning operasional dan acara sekolah. Dari segi implementasi sekolah menerapkan tata kelola berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, kerjasama, tanggung jawab, keterbukaan, keluwesan, akuntabilitas, dan keberlangsungan. Dari segi pengawasan, pimpinan sekolah melakukan pengawasan secara terencana dan terpola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan dari segi kepemimpinan kepala sekolah menerapkan pola kepemimpinan yang terbuka dan melakukan pendelegasian kiprah dengan baik.
Sehubungan dengan perencanaan, sekolah mempunyai planning yang mau diraih dalam jangka panjang (rencana strategis) yang dijadikan pola dalam planning operasional. Dalam planning ini pengetahuan masa depan (visi) dijadikan tutorial bagi rumusan misi sekolah. Dengan kata lain, pengetahuan masa depan atau visi sekolah merupakan citra masa depan yang dicita-citakan oleh sekolah. Adapun misi sekolah merupakan langkah-langkah untuk merealisasi visi. Visi dan misi dijadikan pola dalam merumuskan tujuan sekolah, dan hasil yang diharapkan oleh sekolah. Kegiatan sekolah dijalankan menurut tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria utama mutu penyusunan rencana sekolah merupakan sejauhmana warga sekolah mengerti dan menyadari visi, misi, dan tujuan sekolah dan sejauhmana tujuan tersebut diraih (Depdiknas, 2004).
Implementasi tata kelola sekolah merupakan pengelolaan sekolah yang dijalankan secara efektif dan efisien. Mengingat pergeseran terletak pada inisiatif dan komitmen dari para tenaga kepemdidikan yang melakukan pekerjaan di sekolah, maka tata kelola sekolah yang dimaksud merupakan tata kelola yang berpusat pada sekolah atau yang dipahami dengan manejemen berbasis sekolah (MBS). MBS merupakan sebuah versi tata kelola yang bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan keperluan sekolah, bukan perintah dan isyarat dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa yang dijalankan oleh sekolah mesti tetap dalam lingkup kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2004).
Sedangkan pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam tata kelola sekolah. Dalam pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi pemamtauan yang diarahkan untuk menyaksikan apakah semua kegiatan berjalan dengan tanpa hambatan dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien.  Pengawasan dan monitroing dijalankan secara terpola dan sempurna sasaran sehingga hasilnya sanggup dipakai untuk melakukan perbaikan. Di samping itu pengawasan juga mesti dilaksanakan menurut item-item penilaian yang sesuai dengan tujuan sekolah.
Selanjutnya berhubungan dengan kepemimpinan, tata kelola sekolah memfokuskan diri pada sekolah selaku metode dimana kepemimpinan menekankan pada orang selaku jiwanya. Kepala sekolah berperan selaku manajer dan pemimpin sekaligus. Tugas dan fungsi manajer merupakan mengurus para pelaksana dengan sejumlah masukan manajemen, serta pengendalian mudah-mudahan sekolah selaku metode bisa berkembang. Sedang kiprah dan fungsi pemimpin merupakan memimpin warga sekolah mudah-mudahan posisi mereka selaku jiwa dari sekolah betul-betul sehat, cerdas, dan dinamis.
c.         Komponen Output
Output sekolah kebanyakan dikaitkan dengan prestasi siswa, lantaran memang tujuan pokok sekolah merupakan berbagi potensi siswa, sehingga terwujud dalam prestasi hasil belajar.  Seringkali hasil berguru menyerupai itu dipilah menjadi akademik dan non akademik.  Namun demikian dalam kaitan dengan kenaikan mutu sekolah secara keseluruhan, di samping prestasi siswa juga akan diungkap pretasi guru dan kepala sekolah, serta prestasi sekolah selaku institusi yang mau dijadikan tolok ukur mutu sekolah.
a). Aspek Prestasi Belajar Siswa
Prestasi berguru siswa sanggup dikategorikan menjadi pretasi akademik, non-akademik, dan kepribadian siswa. Prestasi akademik biasanya dikaitkan dengan hal-hal yang bermitra bersahabat dengan penalaran, misalnya nilai cobaan (UNAS maupun US), kontes karya ilmiah dan lomba-lomba sejenis itu, yang semua itu pada dasarnya menampilkan kesanggupan berpikir seseorang. Prestasi non-akademik  biasanya dikaitkan dengan prestasi atau hasil berguru berupa olahraga, kesenian dsb. Sedangkan keperibadian terkait dengan keagamaan, kedisiplinan, kerajinan dsb.
Dalam kaitan dengan prestasi akademik perlu disadari bahwa pada kesannya kesanggupan berpikir dipakai untuk mengerti dan memecahkan problem kehidupan yang kita hadapi.  Oleh lantaran itu, pendidikan perlu berbagi kesanggupan berpikir siswa yang tidak cuma sekedar untuk keperluan ujian, tetapi hingga pada pemecahan problem sehari-hari.  Dalam buku Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup yang diterbitkan Depdiknas diterangkan bagaimana pentingnya pengembangan kesanggupan pemecahan problem dan bagaimana cara mengembangkannya dalam pendidikan.
Pemilahan antara pretasi akademik dan non akademik bekerjsama lebih banyak didasarkan pada penekananan semata.  Sebenarnya antara keduanya terkait erat.  Dalam kesanggupan olahraga juga terkandung kesanggupan berpikir, demikian pula dalam kesanggupan bikin patung juga terkandung kesanggupan berpikir kreatif.  Sebaliknya dalam melakukan observasi dan rancang berdiri (menghasilkan KIR) juga terkandung unsur kiat-kiat yang mengandung unsur seni, kesanggupan bermitra dan sebagainya.
Dalam praktek, hal-hal yang dikategorikan non akademik juga memegang kiprah penting dalam kehidupan.  Kini banyak ganjalan bahwa “orang berakal banyak, tetapi mencari orang jujur sulit”.  Bahkan banyak perumpamaan yang menyatakan bahwa keberhasilan hidup lebih banyak dipengaruhi oleh EQ, yang banyak terkait dengan hal-hal non akademik, dibanding IQ yang lebih banyak terkait dengan hal-hal yang bersifat akademik. Di samping itu faktor kepribadian siswa juga tidak kalah penting dalam mengarungi kehidupan di kelak kemudian hari. Kepribadian seseorang akan menjadi landasan dasar pengembangan karier seseorang. Banyak orang jatuh dalam karier cuma lantaran kurang baik dalam faktor kepribadian, misalnya tidak disiplin, kurang mempunyai komitmen, dan juga problem kerjasama.
b). Prestasi Guru dan Kepala Sekolah
Kadang dalam menganggap mutu sekolah, sering dilupakan faktor guru dan kepala sekolah. Banyak praktisi pendidikan cuma memfokuskan prestasi siswa, padahal kiprah guru dan kepala sekolah dalam mengoptimalkan kesanggupan siswa tidak sanggup diabaikan. Guru merupakan faktor utama dalam berbagi cara berpikir siswa, mendorong kreativitas, serta men-support potensi siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Demikian juga kiprah kepala sekolah tidak sanggup di-nisbi-kan, lantaran cuma dengan intervensi kepala sekolah yang bagus dan profesional kodusivitas berguru sanggup teroptimalkan dan prestasi berguru sanggup maksimalkan. Oleh lantaran itu prestasi guru selaku ujung tombak terjadinya proses pembelajaran sungguh penting dalam mengoptimalkan kesanggupan siswa. Demikian juga kiprah sekolah tidak kalah penting dalam meningkatkan prestasi siswa.
c). Prestasi Sekolah
Prestasi hasil berguru bukanlah sesuatu standar statis.  Setiap golongan penduduk mempunyai standar yang tidak sama dan standar itu terus bergeser, dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang terkait dengan pola budaya dan kesempatan masa depan yang diyakini mereka.
Bertolak dari prinsip tersebut, sekarang meningkat desain kepuasan stakeholder sebagai salah satu patokan atau bentuk prestasi sekolah.  Artinya, prestasi sekolah dibilang baik jikalau meraih kesempatan stakeholder-nya.  Jika orangtua siswa dan penduduk berharap siswa sanggup lulus US dan diterima di SMP Negeri favorite, dan ternyata kesempatan itu tercapai, maka prestasi sekolah dianggap baik.  Sebaliknya, walaupun semua siswa lulusan US dan diterima di SLTP Negeri, tetapi orangtua siswa tidak puas lantaran nilai bawah umur mereka dibawah 6,0 prestasi output sekolah tersebut kurang baik, lantaran tidak meraih kesempatan masyarakat.
Konsep kepuasan stakeholder selaku tolok ukur prestasi sekolah sekarang kian banyak digunakan, lantaran kesempatan penduduk terhadap lulusan sekolah kian beragam.  Ada sebagian penduduk yang berharap siswa lulus dengan nilai bagus, tetapi juga banyak penduduk yang berhadap siswa bertingkah baik, inovatif dan bisa memecahkan problem sehari-hari.  Nah, dua jenis penduduk menyerupai itu membutuhkan mutu layanan yang berbeda.
Fenomena menyerupai itu yang mendorong hadirnya “sekolah-sekolah inovatif”, yang menampilkan pendidikan yang tidak menyerupai sekolah kebanyakan dan ternyata sekolah menyerupai itu banyak disukai masyarakat.  Dari pengamatan, ternyata yang banyak meminati “sekolah inovatif” tersebut justru keluarga yang berpendidikan dan tidak puas dengan layanan pendidikan pada sekolah “biasa”.
Indikator output pada pada dasarnya mempertanyakan apakah sasaran yang ingin diraih pada tiap-tiap acara sudah tercapai. Komponen output mesti senantiasa menekankan pada kinerja siswa atau hasil belajar, apapun kegiatannya. Oleh lantaran itu indikatornya meliputi:
1)   Bersifat akademik: nilai ketuntasan pencapaian kompetensi siswa, nilai raport, kejuaraan LKIR, kejuaraan kontes olympiade mata pelajaran, dll
2)   Bersifat non akademik: prestasi OR, kesenian, keagamaan, dll.


Related : Cara Menganggap Sekolah Bermutu

0 Komentar untuk "Cara Menganggap Sekolah Bermutu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)