Percepatan Pertumbuhan Wilayah

PERCEPATAN PERTUMBUHAN WILAYAH A. WILAYAH DAN PEWILAYAHAN Wilayah mempunyai pengertian konseptual yang berbeda dengan pewilayahan. Apakah yang dimaksud dengan wilayah? Apakah yang dimaksud dengan pewilayahan? Berikut penjelasannya. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan bisa memahami mengenai wilayah dan pewilayahan. 1. WILAYAH DAN PEWILAYAHAN Wilayah yaitu bab daerah tertentu di permukaan bumi yang mempunyai sifat khas sebagai akhir dari adanya korelasi khusus antara kompleks lahan, air, udara, flora, fauna, dan manusia. Secara umum, wilayah sanggup dibedakan atas: • Wilayah Formal (uniform region/homogeneous) Adalah suatu wilayah yang mempunyai keseragaman atau kesamaan dalam kriteria tertentu, baik fisik maupun sosialnya. Contohnya, suatu wilayah dengan kesamaan bentang alam pegunungan disebut ‘wilayah pegunungan’, sementara wilayah yang mempunyai keseragaman dalam bidang kegiatan bercocok tanam disebut ‘wilayah pertanian’. • Wilayah Fungsional (nodal region) Merupakan wilayah yang dalam banyak hal diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang saling berkaitan dan ditandai dengan adanya korelasi atau interaksi dengan wilayah di sekitarnya. Suatu wilayah fungsional harus memenuhi syarat berikut: a) Adanya arus barang, ide/gagasan, dan manusia, b) Adanya node/pusat yang menjadi pusat pertemuan arus tersebut secara terorganisir, c) Adanya wilayah yang makin meluas, dan d) Adanya jaringan-jaringan rute tempat tukar-menukar berlangsung. Contohnya, suatu industri didirikan pada suatu wilayah. Setiap pagi, karyawan berangkat menuju pabrik untuk bekerja. Adapun di sore hari, mereka akan pulang ke rumah masing-masing. Adapun pewilayahan merupakan perjuangan untuk membagi permukaan bumi tertentu dengan tujuan tertentu pula. Ada beberapa bentuk pewilayahan yang lazim dilakukan, yakni: 1) Pembuatan Region Uniform • Mengelompokkan tempat-tempat berdasarkan jenis obyek atau kejadian yang diinginkan oleh individu atau lembaga. • Mengelompokkan jenis atau tipe-tipe yang sama dari obyek-obyek dan menarik garis batas yang memisahkan setiap zona. 2) Pewilayahan Berdasarkan Fenomena Geografi a) Pewilayahan berdasarkan fenomena atsmofer, dibedakan atas: • Pewilayahan iklim berdasarkan posisi matahari. • Pewilayahan iklim berdasarkan ketinggian tempat. b) Pewilayahan berdasarkan fenomena litosfer, yaitu: • Pewilayahan berdasarkan fenomena batuan. • Pewilayahan berdasarkan fenomena kemiringan lereng. • Pewilayahan berdasarkan fenomena tanah. c) Pewilayahan berdasarkan fenomena hidrosfer, yakni: • Pewilayahan berdasarkan fenomena air permukaan. • Pewilayahan berdasarkan fenomena kedalaman air tanah. d) Pewilayahan berdasarkan fenomena biosfer, terdiri atas: • Pewilayahan berdasarkan fenomena vegetasi. • Pewilayahan berdasarkan fenomena fauna. e) Pewilayahan berdasarkan fenomena antroposfer, misalnya: • Pewilayahan berdasarkan fenomena administratif. • Pewilayahan berdasarkan fenomena kependudukan. • Pewilayahan berdasarkan fenomena teknologi. • Pewilayahan secara formal dan fungsional. RANGKUMAN 1) Wilayah yaitu bab daerah tertentu di permukaan bumi yang mempunyai sifat khas sebagai akhir dari adanya korelasi khusus antara kompleks lahan, air, udara, flora, fauna, dan manusia. 2) Pewilayahan merupakan perjuangan untuk membagi permukaan bumi tertentu dengan tujuan tertentu pula. B. KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH Wilayah yaitu bab daerah tertentu di permukaan bumi yang mempunyai sifat khas sebagai akhir dari adanya korelasi khusus antara kompleks lahan, air, udara, flora, fauna, dan manusia. Apakah yang dimaksud dengan kutub dan pusat pertumbuhan wilayah? Berikut penjelasannya. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan bisa memahami mengenai kutub dan pusat pertumbuhan wilayah. 1. PENGERTIAN DAN TEORI PUSAT PERTUMBUHAN Pusat pertumbuhan ialah daerah yang mempunyai pertumbuhan sangat pesat di segala bidang sehingga sanggup mempengaruhi daerah sekelilingnya. Beberapa teori mengenai pusat pertumbuhan, antara lain: • Teori Tempat Sentral (Walter Christaller) Berasumsi bahwa suatu lokasi pusat kegiatan yang senantiasa melayani banyak sekali kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu tempat yang sentral, yakni tempat yang memungkinkan kegiatan insan menjadi maksimum. • Teori Kutub Pertumbuhan (Francois Perroux) Menyatakan bahwa kutub pertumbuhan merupakan fokus dalam wilayah ekonomi yang abstrak, memancarkan kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang menarik. • Teori Polarisasi (G. Myrdal) Mengemukakan bahwa setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan, yang mempunyai daya tarik terhadap tenaga buruh dari daerah pinggiran. 1. PUSAT PERTUMBUHAN DI INDONESIA Di masa lalu, pemerintah Indonesia pernah membagi wilayah Indonesia atas sejumlah pusat pertumbuhan, yakni: a) Wilayah I, meliputi Aceh dan Sumatera Utara, berpusat di Medan. b) Wilayah II, meliputi Sumatera Barat dan Kepulauan Riau, berpusat di Pekanbaru. c) Wilayah III, meliputi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung, berpusat di Palembang. d) Wilayah IV, meliputi Jakarta, Banten, Jawa Barat dan DIY, berpusat di Jakarta. e) Wilayah V, meliputi Kalimantan Barat, berpusat di Pontianak. f) Wilayah VI, meliputi Jawa Timur dan Bali berpusat di Surabaya. g) Wilayah VII, meliputi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, berpusat di Balikpapan dan Samarinda. h) Wilayah VIII, meliputi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, berpusat di Makassar. i) Wilayah IX, meliputi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo, berpusat di Manado. j) Wilayah X, meliputi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua bab barat, berpusat di Sorong. Di Era Reformasi, pemerintah Indonesia merumuskan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang membagi wilayah Indonesia atas sejumlah koridor atau pusat pertumbuhan ekonomi, yakni: • Koridor Sumatera Wilayah Pulau Sumatera berpotensi besar sebagai pusat pertumbuhan di daerah sub-regional Asia Tenggara, Asia Pasifik, dan daerah internasional lainnya. Selain itu, wilayah Pulau Sumatera mempunyai kanal perdagangan paling strategis dibanding pulau besar lain di Indonesia dengan sumber daya alam cukup lengkap, baik pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, maupun pertambangan. Berdasarkan hal tersebut, maka pembangunan Koridor Ekonomi Sumatera diarahkan sebagai ‘sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional’. Pengembangan Koridor Ekonomi Sumatera difokuskan pada beberapa kegiatan ekonomi utama, yaitu pengembangan kelapa sawit, karet, batubara, dan besi baja. • Koridor Jawa Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Pulau Jawa tidak diimbangi dengan daya dukung sumber daya memadai. Namun, di sisi lain, wilayah Jawa mempunyai infrastruktur yang cukup baik dan posisi sebagai pusat pemerintahan sehingga membuatnya tetap paling diminati untuk investasi. Oleh alasannya yaitu itu, pembangunan Koridor Ekonomi Jawa diarahkan sebagai ‘pendorong industri dan jasa nasional’. • Koridor Kalimantan Pulau Kalimantan merupakan pusat pembangunan di Indonesia Bagian Timur dan mempunyai letak yang strategis hingga mendukung bagi kerjasama antar daerah. Wilayah Kalimantan juga mempunyai ketersediaan sumber daya yang memadai baik dari sektor pertanian, pertambangan, maupun perikanan. Selain itu, wilayah Kalimantan mempunyai keunggulan kompetitif pada sektor-sektor pertambangan (minyak, gas, emas, batubara), kehutanan (kayu), perkebunan (sawit, karet), serta perikanan laut dan darat. Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan diarahkan sebagai ‘pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional’. • Koridor Sulawesi Wilayah Pulau Sulawesi mempunyai keunggulan kompetitif pada sektor-sektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tumbuhan pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspal dan marmer). Berdasarkan banyak sekali potensi yang ada, maka pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi diarahkan sebagai ‘pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan nasional’. • Koridor Bali-Nusa Tenggara Sebagai satu kesatuan wilayah, Bali-Nusa Tenggara sebenarnya mempunyai potensi pengembangan berbasis sumber daya alam, terutama peternakan, perikanan, dan pariwisata. Potensi sumber daya perikanan laut sangat besar dan masih belum dikelola secara optimal. Potensi sumber daya lahan, hutan, dan perkebunan juga cukup signifikan sehingga akan mendukung pengembangan ekonomi wilayah. Pembangunan Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara diarahkan sebagai ‘pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional’. • Koridor Papua-Kepulauan Maluku Potensi pengembangan wilayah Kepulauan Maluku yaitu berbasis sumber daya alam, terutama perikanan dan wisata bahari. Sedangkan wilayah Papua mempunyai peluang pengembangan pada sektor pertambangan, hutan, perikanan, perkebunan, dan wisata bahari. Berdasarkan banyak sekali potensi yang ada, maka pembangunan Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku diarahkan sebagai ‘pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional’. RANGKUMAN 1) Pusat pertumbuhan ialah daerah yang mempunyai pertumbuhan sangat pesat di segala bidang sehingga sanggup mempengaruhi daerah sekelilingnya. 2) Pemerintah Indonesia merumuskan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang membagi wilayah Indonesia atas sejumlah koridor atau pusat pertumbuhan ekonomi. C. PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN Pembangunan berkelanjutan merupakan kebijakan pembangunan yang sanggup memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi kini maupun masa depan secara harmonis. Bagaimanakah hakikat pembangunan berkelanjutan dan implementasinya di Indonesia? Berikut penjelasannya. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan bisa memahami mengenai pertumbuhan wilayah berkelanjutan. 1. HAKIKAT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Istilah ‘pembangunan’, berdasarkan Todaro (1998), pada hakikatnya, merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan cita-cita individual maupun kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Sedangkan istilah pembangunan berkelanjutan atausustainable development (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987) yaitu proses pembangunan yang meliputi tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya yang berprinsip "memenuhi kebutuhan kini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". Pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungannya biar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, atau bahkan lenyap. Pembangunan berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang bisa melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri berikut: • Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan cara melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara eksklusif maupun tidak langsung. • Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak merusak lingkungan. • Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang tolong-menolong di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu berbeda secara berkesinambungan. • Meningkatkan serta melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok, melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara berkesinambungan. • Menggunakan mekanisme dan tata cara yang memerhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Sementara itu, pengertian dan penerapan pembangunan wilayah pada umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang bekerjasama dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Cullis dan Jones (2004), pembangunan wilayah sangat sempurna diimplementasikan dalam perekonomian yang tumbuh dengan mengandalkan pengelolaan sumber daya publik (common and public resources), antara lain, sektor kehutanan, perikanan, atau pengelolaan wilayah. Dengan demikian, pembangunan wilayah tentu saja mempunyai kompleksitas permasalahan terkait dengan pengelolaan bermacam-macam sumber daya tersebut, mengintensifkan pelatihan lingkungannya, atau pun yang terkait dengan problem tabiat pelaksananya. Namun, untuk sebagian orang lain, konsep ‘pembangunan’ itu cenderung rumit, alasannya yaitu sumber daya bumi yang terbatas. Salah satu faktor yang harus dihadapi demi mencapai pembangunan wilayah berkelanjutan yaitu bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial di wilayah tersebut. 2. PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI INDONESIA Pembangunan wilayah ditujukan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, mempunyai tingkat kesejahteraan yang sanggup dipertahankan dari waktu ke waktu. Pembangunan mempunyai makna suatu perubahan besar yang meliputi fisik wilayah, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang didukung oleh perubahan dan penerapan teknologi, perubahan struktur perekonomian, konsumsi dan sistem tata nilai dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan pembangunan merupakan upaya insan dalam mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan serta daerahnya (Soetaryono, 1998). Pembangunan berkelanjutan merupakan kebijakan pembangunan yang sanggup memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi kini maupun masa depan secara harmonis. Strategi pengelolaan sumberdaya wilayah dan ruang seharusnya mempertimbangkan aspek perencanaan, pemanfaatan, penataan dan penertiban, pemantauan dan pengawasan, pengaturan, pengendalian dan pelestarian. Pembangunan berkelanjutan di Indonesia diarahkan untuk terjaminnya: • Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability), • Keberlanjutan ekonomi (economical sustainability), • Keberlanjutan sumber daya dan lingkungan (resources and environment sustatainability), • Keberlanjutan sistem administrasi (management sustainability), serta • Keberlanjutan teknologi (technological sustainability). Kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.25 Tahun 2004 wacana Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memperlihatkan kewenangan luas bagi pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah daerah perlu lebih mengenal kondisi sumber daya baik biofisik, sosial ekonomi maupun sumber daya buatan di wilayahnya. Melalui pengenalan kondisi dan potensi wilayah, diharapkan terwujud janji bersama dari semua pihak terhadap penanganan sumber daya tersebut di masa yang akan datang. Oleh alasannya yaitu itu, data dan informasi kondisi sumber daya di daerah perlu dilengkapi biar daerah sanggup menyusun planning dengan baik. Daerah otonom dengan kewenangan yang diberikan sebenarnya mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam menjamin keberhasilan kinerja pembangunan di daerah. Sebagaimana dijelaskan oleh Kartodihardjo (1999), kinerja pembangunan pada umumnya dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu sumber daya alam (natural capital), sumber daya insan (human capital), sumber daya buatan insan (man made capital), dan kelembagaan formal maupun informal masyarakat (social capital). Sayangnya, kesadaran dan pemahaman mengenai prinsip pembangunan wilayah berkelanjutan sepertinya belum dimiliki oleh sebagian besar pemimpin di daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, masih banyak daerah lebih memprioritaskan pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal utama untuk membiayai pembangunan daerahnya. Upaya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran di beberapa daerah untuk mengejar sasaran pendapatan orisinil daerah (PAD) disinyalir telah meningkatkan laju kerusakan. Banyak pelaku pembangunan di daerah mengejar peningkatan PAD signifikan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi hingga kesannya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi pada daerah setempat (on-site effects) menyerupai longsor dan pengikisan tanah, melainkan juga di luar daerah setempat (off-site effects) menyerupai banjir dan sedimentasi. Fenomena degradasi lingkungan menyerupai banjir, erosi, longsor, sedimentasi di demam isu hujan, serta kekeringan dimusim kemarau bahkan sudah terjadi dengan frekuensi yang semakin sering dan intensitas yang semakin parah. RANGKUMAN 1) Pembangunan berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang bisa melestarikan lingkungan alamnya. 2) Pembangunan wilayah ditujukan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur mempunyai tingkat kesejahteraan yang sanggup dipertahankan dari waktu ke waktu. Pembangunan mempunyai makna suatu perubahan besar yang meliputi fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung oleh perubahan dan penerapan teknologi, perubahan struktur perekonomian, konsumsi dan sistem tata nilai dalam kehidupan masyarakat. D. KAJIAN DAYA DUKUNG UNTUK PERTUMBUHAN WILAYAH Pertumbuhan dan pembangunan wilayah haruslah didukung oleh banyak faktor. Bagaimanakah kajian daya dukung untuk pertumbuhan wilayah? Berikut penjelasannya. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan bisa memahami mengenai kajian daya dukung untuk pertumbuhan wilayah. 1. HAKIKAT DAYA DUKUNG WILAYAH Daya dukung wilayah (carrying capacity) yaitu daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan kata lain, populasi yang sanggup didukung dengan tak terbatas oleh suatu ekosistem tanpa merusak ekosistem itu. Daya dukung juga sanggup didefinisikan sebagai tingkat maksimal hasil sumber daya terhadap beban maksimum yang sanggup didukung dengan tak terbatas tanpa semakin merusak produktivitas wilayah tersebut sebagai bab integritas fungsional ekosistem yang relevan. Fungsi beban insan tidak hanya pada jumlah populasi, tetapi juga konsumsi per kapita serta lebih jauh lagi yaitu faktor berkembangnya perdagangan dan industri secara cepat. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa adanya penemuan teknologi tidak meningkatkan daya dukung wilayah, namun berperan dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memperlihatkan citra korelasi antara penduduk, penggunaan lahan, dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung sanggup memperlihatkan informasi yang diharapkan dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam mendukung segala kegiatan insan yang ada di wilayah bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung, secara umum, akan menyangkut problem kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan melihat perbandingan antara jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang ada. Produktivitas lahan, komposisi penggunaan lahan, undangan per kapita, dan harga produk agrikultur, semua dipertimbangkan untuk mempengaruhi daya dukung dan dipakai sebagai parameter masukan model tersebut. Konsep yang dipakai untuk memahami ambang batas kritis daya dukung ini yaitu adanya perkiraan bahwa ada suatu jumlah populasi yang terbatas yang sanggup didukung tanpa menurunkan derajat lingkungan yang alami sehingga ekosistem sanggup terpelihara. Secara khusus, kemampuan daya dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan antara lahan yang tersedia dan jumlah petani. Dengan demikian, data yang perlu diketahui yaitu data luas lahan rata-rata yang dibutuhkan per keluarga, potensi lahan yang tersedia, dan penggunaan lahan untuk kegiatan non-pertanian. Hasil analisis daya dukung sanggup dipergunakan sebagai salah satu alat atau metode bagi perencana dalam membantu memilih kebijakan yang akan ditetapkan terhadap suatu wilayah. Kebijakan yang akan ditetapkan tersebut akan sangat erat dengan banyak sekali implikasi yang menempel di dalamnya. Suatu wilayah yang akan dikembangkan potensinya harus dilihat kondisi empiris faktual terlebih dahulu. Berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan, apabila didasarkan pada analisa tersebut, yaitu berupa kebijakan yang saling berkaitan: • Kebijakan di bidang kependudukan, terutama upaya untuk menekan pertumbuhan penduduk. • Kebijakan di bidang budidaya pertanian, berupa intensifikasi lahan pertanian dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang ada. • Kebijakan di bidang tata ruang dan pertanahan, yaitu berupa pengendalian perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi non-pertanian. • Kebijakan di bidang kolaborasi regional dengan wilayah sekitar dan wilayah penghasil pangan sebagai alternatif penyedia sumber pangan. 2. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PEMBANGUNAN Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investor, salah satunya, tergantung dari kemampuan dan daya dukung wilayah yang dimiliki oleh daerah tersebut dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia perjuangan serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan bahwa persaingan yang semakin tajam menuntut pemerintah daerah menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga bisa menarik investasi, orang dan industri ke daerah. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi. Selain itu, kemampuan daerah untuk memilih faktor-faktor yang sanggup dipakai sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumber daya insan dan infrastruktur fisik dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Selanjutnya wacana pemeringkatan daya tarik investasi tahun 2003 terhadap 200 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat dari 5 (lima) faktor utama pembentuk daya tarik investasi di daerah yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor ekonomi daerah, faktor tenaga kerja dan produktivitas serta faktor infrastruktur fisik (KPPOD, 2003). Djojodipuro (1992) mengemukakan bahwa daya dukung wilayah untuk pembangunan industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, factor endowment, pasar dan harga, materi baku dan energi, aglomerasi (keterkaitan antar industri dan penghematan ekstern), serta biaya angkutan. Yang dimaksud dengan factor endowment yaitu tersedianya faktor produksi secara kualitatif maupun kuantitatif di suatu daerah, menyerupai tanah, tenaga kerja dan modal. Makin banyak factor endowment yang dimiliki oleh suatu daerah makin tinggi daya dukung wilayah tersebut terhadap pengembangan industri. RANGKUMAN 1) Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memperlihatkan citra korelasi antara penduduk, penggunaan lahan, dan lingkungan. 2) Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investor, salah satunya, tergantung dari kemampuan dan daya dukung wilayah yang dimiliki oleh daerah tersebut dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia perjuangan serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. E. SISTEM PERENCANAAN WILAYAH NASIONAL Agar pembangunan dan pengembangan wilayah sanggup berlangsung dengan efektif dan efisien, tentunya diharapkan perencanaan yang matang dari forum atau pihak terkait. Bagaimanakah sistem perencanaan wilayah nasional? Berikut penjelasannya. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan bisa memahami mengenai sistem perencanaan wilayah nasional. 1. PENGERTIAN DAN HAKIKAT PERENCANAAN WILAYAH Menurut Chaprin (1990), perencanaan wilayah (regional planning) sanggup dimaknai sebagai upaya intervensi terhadap kekuatan-kekuatan pasar yang, dalam konteks pengembangan wilayah, mempunyai tiga tujuan pokok, yakni meminimalkan konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan kemajuan sektoral, dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan. Perencanaan dimaksudkan untuk mewujudkan pengembangan wilayah, yaitu upaya mendorong perkembangan wilayah melalui pendekatan komprehensif meliputi aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Pendekatan perencanaan wilayah sanggup dibedakan atas: • Perencanaan Pembangunan Ekonomi Jenis perencanaan ini bertujuan untuk mencapai suatu tingkat perkembangan ekonomi tertentu suatu wilayah. Pada dasarnya, perencanaan berkaitan erat dengan struktur serta pertumbuhan dari ekonomi tingkat nasional. Perhatian utama pendekatan perencanaan yaitu pada peningkatan kapasitas produksi dan perubahan neraca antar sektor. Oleh karenanya, perencanaan cenderung bersifat makro serta menghasilkan planning komprehensif yang meliputi segala sector • Perencanaan Fisik Wilayah Bahasan perkembangan perencanaan fisik, pada umumnya, mengemukakan uraian hakekat insan dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Pendapat klasik selalu mengasosiasikan pengertian perencanaan fisik dengan perencanaan kota atau lingkungan permukiman. Pendapat tadi cendekia balig cukup akal ini disadari sebagai pendapat pengertian perencanaan dalam arti sempit. Hal tersebut mengingat bahwa perencanaan sebenamya menyangkut banyak sekali aspek kehidupan yang luas, meliputi segi sosial budaya, ekonomi, dan politik. Dalam hal perencanaan fisik merupakan bab dari perjuangan untuk menjawab perubahan-perubahan pada masyarakat yang aspeknya luas tersebut. Perencanaan fisik merupakan kegiatan perencanaan yang meliputi pengelolaan penggunaan lahan dan tata ruang. Kegiatan-kegiatan itu meliputi penyusunan rancangan rinci (misalnya lingkungan kota) hingga dengan penentuan umum penggunaan ruang suatu wilayah. 2. PERENCANAAN WILAYAH DI INDONESIA Perencanaan wilayah di Indonesia sanggup diuraikan dalam beberapa periode berikut: 1) Periode 1960-an Pada kurun waktu ini, pendekatan pembangunan yang dilakukan masih bersifat parsial dan sektoral. Sebagai negara yang gres berguru membangun, perencanaan pembangunan yang diterapkan masih terbatas dan dipengaruhi pendekatan pembangunan masa sebelumnya. Titik berat pelaksanaan pengembangan wilayah terfokus pada daerah perkotaan, sedangkan perdesaan belum menerima perhatian serius. 2) Periode 1970-an Perencanaan wilayah mulai dipandang sebagai solusi guna mempercepat pembangunan wilayah. Meski demikian, praktek yang dilakukan masih bersifat sektoral berdasarkan kepentingan sektor masing-masing. Sektor-sektor mulai menyusun kebijakan pengembangannya dalam rangka pengembangan wilayah, sebagai berikut: · Sektor pertanian menerapkan pengembangan wilayah dengan menganut pembagian unit lahan berdasarkan kesesuaian lahan bagi kegiatan pertanian. · Sektor pertanahan menerapkan perencanaan tata guna tanah berdasarkan evaluasi kondisi dan potensi lahan. · Sektor kehutanan memperkenalkan status/fungsi hutan melalui kriteria jenis tanah, kemiringan, dan curah hujan/iklim. · Sektor pariwisata membuatkan daerah wisata melalui penetapan Wilayah Tujuan Wisata (WTW) dan Daerah Tujuan Wisata (DTW). · Sektor transmigrasi memutuskan pewilayahan yang dikenal dengan Wilayah Pengembangan Parsial (WPP), Satuan Kawasan Pemukiman (SKP) dan Satuan Pemukiman. Praktek yang dilakukan setiap sektor intinya ditujukan untuk meningkatkan meningkatkan secara optimal penggunaan ruang dan wilayah, sehingga produktivitas yang optimum sanggup tercapai dan diasumsikan terjadi imbas tetesan ke bawah (trickle down effects). 3) Periode 1980-an Periode awal tahun 1980-an ditandai dengan perumusan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (NUDS, 1982) yang masih memakai konsep kutub pertumbuhan (growth pole) dalam proses pembangunannya. Hal ini terlihat dari pembagian terstruktur mengenai kota berdasarkan besaran penduduk menjadi metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Pada periode 1980-an mulai dikenalkan konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ (sustainable development), ditandai pemberlakuan UU No.4 Tahun 1982 wacana Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keppres No. 32/1990 wacana Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, dan beberapa peraturan mengenai analisis dampak lingkungan. 4) Periode 1990-an Kebijakan pembangunan nasional awal tahun 1990-an menekankan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, peningkatan desentralisasi, tugas serta masyarakat dan dunia perjuangan dalam pembangunan, pengembangan daerah strategis dan pembangunan berkelanjutan yang dilandasi Agenda-21 Rio de Janeiro. Kebijakan tersebut, antara lain, dilaksanakan melalui pemberlakuan PP No. 45/1992 wacana Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan UU No. 24/1992 wacana Penataan Ruang. Pendekatan wilayah dalam perencanaan tata ruang wilayah mengalami pendalaman dan ekspansi cakupan. Dalam prosesnya, penataan ruang melaksanakan tinjauan komprehensif wacana wilayah, menyerupai penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik, serta merumuskan tujuan, sasaran dan sasaran pengembangan wilayah. Analisisnya memakai model dari banyak sekali disiplin ilmu. Hasil kegiatan dituangkan dalam spatial plan atau planning tata ruang. Menurut undang-undang tersebut, penataan ruang yaitu alat untuk membuat keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan serta menjamin kegiatan ekonomi masyarakat dan wilayah. Dengan kata lain, penataan ruang yaitu alat untuk menjamin pengentasan kemiskinan (berorientasi kepada masyarakat banyak) serta merupakan isyarat kebijakan dan taktik spasial untuk keterpaduan acara lintas sektor dan lintas wilayah. · Pada periode ini dikenal hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang, yaitu: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan taktik dan isyarat kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional, disusun pemerintah pusat dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). · Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang merupakan penjabaran taktik dan isyarat kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional dalam taktik dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi, disusun Pemerintah Provinsi dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). · Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kabupaten/Kota) yang merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dalam taktik dan struktur pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, disusun Pmerintah Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Perda Kabupaten/Kota. · Rencana-rencana rinci yang merupakan planning detil dan teknis untuk kawasan-kawasan pada bab wilayah kota atau kabupaten, sebagai implementasi dari perencanaan-perencanaan strategis tersebut. 5) Periode 2000-an Pendekatan wilayah telah mengalami pembiasaan dalam penerapannya hingga terbentuk paradigma gres pengembangan wilayah/kawasan di kurun otonomi. Dalam paradigma gres ini, penataan ruang lebih desentralistik (bottom-up approach) dan penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) disiapkan pemerintah daerah bersangkutan dengan mengikutsertakan masyarakat (public participation). RANGKUMAN 1) Perencanaan wilayah (regional planning) sanggup dimaknai sebagai upaya intervensi terhadap kekuatan-kekuatan pasar yang, dalam konteks pengembangan wilayah, mempunyai tiga tujuan pokok, yakni meminimalkan konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan kemajuan sektoral, dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan. 2) Perencanaan wilayah di Indonesia sanggup diuraikan dalam beberapa periode dengan banyak sekali penyempurnaan pendekatan.

Related : Percepatan Pertumbuhan Wilayah

0 Komentar untuk "Percepatan Pertumbuhan Wilayah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)