Etika (Adab) Buang Hajat

Segera mencampakkan hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, lantaran hal tersebut berkhasiat bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
 
Menjauh dari persepsi insan di di saat buang air (hajat). menurut hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka ia menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
Menghindari tiga kawasan terlarang, merupakan anutan air, jalan-jalan insan dan kawasan berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.
 
Tidak mengangkat busana sehingga sudah akrab ke tanah, yang demikian itu biar aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak mencampakkan hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah akrab ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
 
Tidak menenteng sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali lantaran terpaksa. Karena kawasan buang air (WC dan yang serupa) merupakan kawasan kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan langkah-langkah meremehkannya.
 
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan gotong royong Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam sudah bersabda: "Apabila kau sudah datang di kawasan buang air, maka janganlah kau menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).

Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun kalau di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang menangkal antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
 
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), lantaran hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu gotong royong Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kau buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
 
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, lantaran hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan gotong royong Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kau memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
 
Dianjurkan kencing dalam kondisi duduk, tetapi boleh kalau sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di jalankan sambil duduk, menurut hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang sudah menyiarkan terhadap kau bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kau percaya, lantaran Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil bangun dengan syarat tubuh dan pakaiannya kondusif dari percikan air kencingnya dan kondusif dari persepsi orang lain kepadanya. Hal itu lantaran ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bareng Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di sebuah perjalanan) dan di saat hingga di kawasan pembuangan sampah sebuah kaum ia buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka ia bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka saya mendekati ia hingga saya bangun di segi kedua mata kakinya. Lalu ia berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
 
Makruh mengatakan di di saat buang hajat kecuali darurat. menurut hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), tetapi ia tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
 
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan gotong royong ia berkata: "Kami tidak boleh oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran binatang atau tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan kerikil (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."
 
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan bersama-sama dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).
 
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan gotong royong "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, kemudian menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Related : Etika (Adab) Buang Hajat

0 Komentar untuk "Etika (Adab) Buang Hajat"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)