Makalah Pembelajaran Berdikari Serpihan Ii

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Belajar Mandiri

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada pengajar menjadi pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning) dikehendaki sanggup mendorong mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam proses SCL, maka mahasiswa menerima peluang dan akomodasi untuk mencar ilmu secara berdikari , dan pada karenanya sanggup mengembangkan mutu mutu mahasiswa. Pembelajaran yang kreatif dengan metode Student Centered Learning ini memiliki    keragaman    model    pembelajaran    yang   menuntut partisipasi aktif dari mahasiswa.

Metode-metode tersebut diantaranya adalah:

1.   Berbagi informasi  (Information Sharing) dengan cara, curah gagasan  (brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kalangan (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar
2.   Belajar dari pengalaman (Experience Based) dengan cara simulasi, bermain kiprah (roleplay), permainan (game), dan kalangan temu
3.   Pembelajaran lewat Pemecahan Masalah (Problem Solving Based) dengan cara: Studi kasus, tutorial, dan lokakarya.

Metode   SCL sekarang dianggap lebih sesuai dengan keadaan eksternal masa kini yang menjadi tantangan bagi mahasiswa untuk bisa mengambil keputusan secara efektif terhadap problematika yang dihadapinya. Melalui penerapan SCL mahasiswa mesti ikut serta secara aktif, senantiasa ditantang untuk mempunyai daya kritis, bisa menganalisis dan sanggup memecahkan masalah-masalahnya sendiri. Tantangan bagi pengajar selaku pendamping pembelajaran akseptor didik, untuk sanggup menerapkan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa perlu mengerti ihwal konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan taktik pembelajaran.

Untuk menunjang kompetensi pengajar dalam proses pembelajaran berpusat pada mahasiswa maka dikehendaki kenaikan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan ketrampilan pengajar selaku fasilitator dalam pembelajaran berpusat pada mahasiswa. Peran pengajar dalam pembelajar berpusat pada mahasiswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher) menjadi fasilitator. Fasilitator merupakan orang yang memamerkan fasilitasi.

Dalam hal ini merupakan memfasiltasi proses pembelajaran mahasiswa. Pengajar menjadi teman pembelajaran yang berfungsi selaku pendamping (guide on the side) bagi mahasiswa. Untuk menjadi fasilitator, selain antisipasi pengetahuan, latihan-latihan, juga perlu pengalaman. Melalui pengalaman dan praktek menjadi fasilitator maka akan diperoleh komplemen bekal yang bertambah banyak sehingga kita akan sanggup menerima sendiri cara yang tepat, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses pembelajaran.

Jika dalam pembelajaran konvensional lebih banyak berkomunikasi dengan insan yakni pengajar atau pembelajar lainnya. Sedangkan dalam pembelajaran jarak jauh lebih banyak berkomunikasi secara intrapersonal berupa keterangan atau materi pembelajaran dalam bentuk elektronik, cetak maupun non cetak, seumpama komputer/internet dengan surat elektronik (e-mail), atau lewat media telepon, faksimile, jasa layanan pos, siaran radio, ataupun siaran televisi.

Saat ini pemerintah masih menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk pendidikan di Indonesia, proses pembelajaran ini sesuai dengan jadwal Student Centered Learning (SCL). Selain itu, di masa mendatang, dunia kerja memerlukan tenaga kerja yang berpendidikan baik, yang dapat melakukan pekerjaan sama dalam tim, mempunyai kesanggupan memecahkan problem secara efektif, bisa memproses dan mempergunakan informasi, serta bisa mempergunakan teknologi secara efektif dalam pasar global, dalam rangka mengembangkan produktivitas.

Oleh lantaran itu, proses pembelajaran mesti difokuskan pada pemberdayaan dan kenaikan kesanggupan mahasiswa dalam banyak sekali faktor ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Mahasiswa selaku subyek pembelajaran, yang perlu diarahkan untuk mencar ilmu secara aktif membangun pengetahuan dan keterampilannya dengan cara bermitra dan berkolaborasi dengan banyak sekali pihak terkait.

Hal-hal yang Perlu disediakan dalam SCL :

1.  Perubahan Sikap dan Peranan Pengajar

Dalam rancangan mencar ilmu Instructor-Centered Learning, pengajar mempunyai kiprah utama untuk dalam proses pembelajarannya. Mahasiswa akan mendapatkan secara pasif materi yang diberikan dengan mencatat serta menghafal. Dengan demikian sumber mencar ilmu utama merupakan Pengajar. Dengan menerapkan rancangan SCL, sebagian beban dalam merencanakan serta mengkomunikasikan materi berpindah ke mahasiswa yang mesti pula berperan secara aktif.

Pengajar bukan lagi tokoh sentral yang tahu segalanya. Tidak bermakna bahwa kiprah pengajar menjadi lebih ringan atau tidak lagi penting. Pengajar tetap memainkan kiprah utama dalam proses belajar, tapi bukan selaku satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Metode yang sanggup diterapkan,seperti diskusi, pembahasan masalah-masalah nyata, proyek bersama, mencar ilmu secara kooperatif , serta tugas-tugas mandiri, pengajar akan lebih dituntut selaku motivator, dinamisator dan fasilitator, yang membimbing, mendorong, serta mengarahkan akseptor didik untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban, menyatakan pertimbangan serta membangun pengetahuan sendiri.

Dalam pergantian peranan ini, diperlukan kepemimpinan, kesanggupan berkomunikasi serta keterbukaan dari pendidik untuk sanggup menjalin kekerabatan secara individu, untuk sanggup mengerti serta mengikuti perkembangan dari masing-masing akseptor didik, disamping pastinya pengetahuan yang luas dalam mengarahkan akseptor didik ke sumber-sumber mencar ilmu yang sanggup digali. Hati dan ilmu menjadi permintaan bagi pendidik dalam menerapkan rancangan SCL.

2.  Perubahan Metode Belajar

Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang dikala ia sedang belajar, maka ia akan lupa bahwa ia sedang mencar ilmu dan dengan sendirinya akan menikmati dan mendapatkan banyak faedah (Burns, 1997). Ungkapan ini merupakan ungkapan yang sering terlewatkan oleh pendidik.

Penerapan kedisiplinan dengan cara yang salah, kurikulum tolok ukur dan sebagainya yang menghasilkan anak tidak mempunyai opsi sendiri pastinya tidak akan menghasilkan akseptor didik merasa sedang bersenang-senang, lantaran tidak cocok dengan apa yang disukainya. Beberapa metode mencar ilmu yang mengacu pada mencar ilmu secara alamiah dan mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan merupakan collaborative learning, problembased learning, portfolio, team project, resource-based learning.

Metode-metode ini menekankan pada hal-hal seumpama koordinasi tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka, interaktivitas, menjalankan proyek kasatmata bukan cuma menghafal, serta mencar ilmu cara untuk belajar, bukan cuma menerima ilmu pengetahuan dan sebagainya.

3.  Akses ke banyak sekali Sumber Belajar

Untuk menunjang metode mencar ilmu yang memberi peluang bagi akseptor didik untuk mengetahui permasalahan, serta menggali keterangan sebanyak mungkin secara mandiri, jalan masuk keterangan dihentikan lagi dibatasi cuma pada pengajar, buku wajib serta perpustakaan setempat saja.

Peserta didik perlu ditunjang dengan jalan masuk tanpa batas ke banyak sekali sumber informasi, antara lain industri, organisasi sosial maupun profesi, media massa, para jago dalam bidang masing-masing, bahkan dari masyarakat, keluarga maupun sesama akseptor didik. Perkembangan teknologi keterangan bahkan memungkinkan tersedianya jalan masuk ke banyak sekali keterangan global ke seluruh dunia, lewat jalan masuk ke perpustakaan maya , museum maya, pangkalan-pangkalan data di web, atau bahkan kemungkinan untuk sanggup bermitra eksklusif dengan para jago internasional.

4.  Penyediaan Infrastruktur Yang Menunjang

Untuk mendukung pergantian serta keperluan yang dikehendaki dalam menerapkan rancangan SCL secara maksimal, perlu adanya infrastruktur yang menunjang. Jaringan koordinasi antar institusi baik pendidikan maupun non pendidikan secara nasional, regional maupun internasional akan sungguh mendukung terbukanya peluang untuk mencar ilmu diluar batas-batas dinding sekolah atau budaya sehingga lebih memperkaya pengertian akan perbedaan sekaligus memperbesar pengetahuan ilmu pengetahuan menjadi lebih tak terbatas.

Fasilitas pendamping pendidikan seumpama perpustakaan, museum sekolah, laboratorium, pusat komputer maupun layanan tata kelola yang memudahkan, responsif, simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan keperluan akseptor didik, akan sungguh mendukung terciptanya budaya SCL. Pemanfaatan teknologi informasi, seumpama komputer, telekomunikasi dan jaringan baik dalam kampus maupun luar kampus seumpama Internet, merupakan penunjang yang sungguh penting dalam menunjang terciptanya kelonggaran dalam memutuskan wilayah dan waktu belajar, menghubungkan akseptor didik dengan jalan masuk ke sumber mencar ilmu yang luas, kerja sama serta komunikasi antar dosen dan mahasiswa, orang tua, sesama mahasiswa maupun para ahli.

B.  Metode-Metode Belajar Mandiri

Untuk sanggup menerapkan rancangan ini, sanggup dijalankan dengan menggunakan metode-metode seumpama small group discussion, simulation, case study, discovery learning (DL), self directed learning (SDL), cooperative learning (CL), collaborative learning (CBL), contextual instruction (CI), project based learning (PJBL) dan problem based learning an Inquiry (PBL).

Metode-Metode pada Student Centered Learning , antara lain :

1.  Small Group Discussion

Diskusi merupakan salah satu elemen mencar ilmu secara aktif dan merupakan bab dari banyak versi pembelajaran SCL yang lain, seumpama CL, CbL, PBL dan lain-lain. Di dalam kelas, kita sanggup meminta para mahasiswa untuk menghasilkan kalangan kecil (misalnya 5 – 10 orang) untuk mendikusikan materi yang sanggup diberikan oleh pengajar ataupun materi yang diperoleh sendiri oleh anggota kalangan tersebut.

Metode ini sanggup dipakai dikala akan menggali ide, menyimpulkan poin penting, mengakses tingkat skill dan pengetahuan mahasiswa, mengkaji kembali topik di kelas sebelumnya, membandingkan teori, keterangan dan interprestasi, sanggup juga untuk menyelesaikan masalah. Apa bisa dijalankan oleh mahasiswa, dikala metode ini dipraktekkan di kelas. Mahasiswa akan mencar ilmu untuk menjadi pendengar yang baik, bermitra untuk kiprah bersama, memamerkan dan mendapatkan umpan balik yang konstruktif, menghormati perbedaan pendapat, mendukung pertimbangan dengan bukti, serta menghargai sudut pandang yang bervariasi.

b. Simulation

Simulasi merupakan versi yang menenteng suasana yang seumpama dengan berbarengan ke dalam kelas. Misalnya simulasi selaku seorang manajer atau pemimpin, mahasiswa diminta untuk menghasilkan perusahaan fiktif, kemudian di minta untuk berperan selaku manajer atau pemimpin dalam perusahaan tersebut. Simulasi ini sanggup berupa permainan kiprah (role playing). Permainan-permainan simulasi dan lain-lain. faedah dari versi ini merupakan sanggup merubah cara pandang (mindset) mahasiswa dengan cara mempraktekkan kesanggupan biasa (dalam komunikasi ekspresi dan nonverbal), mempraktekkan kesanggupan khusus mempraktekkan kesanggupan tim, membuatkan kemamapuan menyelesaikan masalah, membuatkan kesanggupan tenggang rasa dan lain-lain.

c.  Discovery Learning (DL)

DL merupakan metode mencar ilmu yang difokuskan pada pemanfaatan keterangan yang tersedia, baik yang diberikan pengajar maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara mencar ilmu mandiri. Metode ini sanggup dijalankan misalnya dengan memamerkan kiprah terhadap mahasiswa untuk menerima materi bimbing dari sumber-sumber yang sanggup diperoleh lewat internet atau lewat buku, Koran, majalah dan lain sebagainya.

d.  Self Directed Learning (SDL)

SDL merupakan proses mencar ilmu yang dijalankan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri. Mahasiswa sendiri yang merencanakan, melaksanakan dan menganggap sendiri terhadap pengalaman mencar ilmu yang sudah dijalani, dijalankan seluruhnya oleh individu yang bersangkutan.

Peran pengajar dalam metode ini cuma bertindak selaku fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan dan konfirmasi terhadap pertumbuhan mencar ilmu yang sudah dijalankan individu mahasiswa tersebut. Manfaat dari metode ini merupakan menyadarkan dan mempekerjakan mahasiswa, bahwa mencar ilmu merupakan tanggung jawab mereka sendiri. Individu mhasiswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap semua asumsi dan tindakan yang dilakukannya.

Untuk sanggup menerapkan metode ini, sebelumnya kita mesti sanggup menyanggupi estimasi bahwa kesanggupan mahasiswa sebaiknya bergeser dari orang yang tergantung pada orang lain menjadi individu yang dapat mencar ilmu mandiri.

e.  Cooperative Learning (CL)

CL merupakan metode mencar ilmu berkelompok yang dirancang oleh pengajar untuk memecahkan sebuah masalah/kasus atau menjalankan sebuah tugas. Kelompok ini berisikan atas beberapa orang mahasiswa yang mempunyai kesanggupan akademik yang beragam. Metode ini sungguh terstruktur, lantaran pembentukan kelompok, materi yang dibahas, tindakan diskusi serta produk final yang mesti dihasilkan, seluruhnya diputuskan dan diatur oleh pengajar.

Mahasiswa cuma mengikuti mekanisme diskusi yang dirancang oleh Pengajar. CL berharga untuk menolong menumbuhkan dan mengasah kebiasaan mencar ilmu aktif pada diri mahasiswa, rasa tanggungjawab individu dan kalangan mahasiswa, kesanggupan dan ketrampilan bermitra antar mahasiswa, dan kemampuan sosial mahasiswa.

f.  Collaborative Learning (CbL)

CbL merupakan metode mencar ilmu yang menitikberatkan pada kerja sama antar mahasiswa yang didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal dari pengajar dan bersifat open ended, tapi pembentukan kalangan yang didasarkan pada minat, mekanisme kerja kelompok, penentuan waktu dan wilayah diskusi/kerja kelompok, hingga dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kalangan ingin dinilai oleh pengajar, seluruhnya diputuskan lewat Konsensus bareng antar anggota kelompok.

g.  Contextual Instruction (CI)

CI merupakan rancangan mencar ilmu yang menolong pengajar mengaitkan isi mata kuliah dengan suasana kasatmata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk menghasilkan keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari selaku anggota masyarakat, pelaku kerja professional atau manajerial, entrepreneur,maupun investor.

Contoh: apabila kompetensi yang dituntut matakuliah merupakan mahasiswa sanggup menganalisis faktor-faktor yang mensugesti proses transaksi jual beli, maka dalam pembelajarannya, selain rancangan transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan rujukan dan mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi kiprah dan peluang untuk menekuni eksklusif di pusat-pusat jual beli untuk mengamati secara eksklusif proses transaksi jual beli tersebut, atau bahkan terlibat eksklusif selaku salah satu pelakunya, selaku pembeli misalnya.

h.  Project-based Learning (PjBL)

PjBL merupakan metode mencar ilmu yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam mencar ilmu pengetahuan dan ketrampilan lewat proses pencarian/penggalian (inquiry) yang panjang dan terencana terhadap pertanyaan yang sahih dan kompleks serta kiprah dan produk yang dirancang dengan sungguh hati-hati

i.  Problem-based Learning/Inquiry (PBL/I)

PBL/I merupakan mencar ilmu dengan mempergunakan problem dan mahasiswa mesti melaksanakan pencarian/penggalian keterangan (inquiry) untuk sanggup memecahkan problem tersebut.Pada umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dijalankan mahassiwa dalam PBL/I, yaitu:

a)   Menerima problem yang berkaitan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang dituntut mata kuliah, dari pengajarnya.
b)   Melakukan penelusuran data dan infromasi yang berkaitan untuk memecahkan masalah.
c)   Menata data dan mengaitkan data dengan masalah
d)   Menganalisis taktik pemecahan masalah.

Sekarang, kita sudah mendapatkan sedikit citra perihal metode-metode pembelajaran dalam SCL, berikutnya kita sanggup membuatkan persepsi gres kita masing-masing untuk sanggup menerapkan metode-metode tersebut di dalam kelas perkuliahan yang kita ampu. Tentu saja tidak semua metode-metode tersebut sanggup kita terapkan, tergantung juga pada mata kuliah yang kita ajarkan.

Namun demikian kita sanggup menerapkan metode tersebut sesuai dengan mata kuliah yang kita ajarkan. Diharapkan juga sesudah menjajal menggunakan salah satu metode-metode di atas kita sanggup menganalisa hasil sebelum dan sesudah. Apakah terdapat pergantian dalam hal penilaian mahasiswa terhadap pengajar, penilaian pengajar terhadap mahasiswa, ataupun perilaku mahasiswa dalam mendapatkan perkuliahan di kelas.

C.  Sasaran Dalam Belajar Mandiri

Menurut Wedemeyer seumpama yang dihidangkan oleh Keegan (1983), siswa/peserta didik yang mencar ilmu secara berdikari mempunyai keleluasaan untuk mencar ilmu tanpa mesti menghadiri pelajaran yang diberikan guru/instruktur di kelas. Siswa/peserta didik sanggup mempelajari pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan membaca buku atau menyaksikan dan menyimak jadwal media pandang-dengar (audio visual) tanpa proteksi atau dengan proteksi terbatas dari orang lain.

Di samping itu siswa/peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa keleluasaan selaku berikut:

a)   Siswa/peserta didik mempunyai peluang untuk ikut memutuskan tujuan  pembelajaran yang ingin diraih sesuai dengan keadaan dan keperluan belajarnya.
b)   Siswa/peserta didik boleh ikut memutuskan materi mencar ilmu yang ingin  dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
c)   Siswa/peserta didik mempunyai keleluasaan untuk mencar ilmu sesuai dengan  kecepatannya sendiri.
d)   Siswa/peserta didik sanggup ikut memutuskan cara penilaian yang mau digunakan  untuk menganggap pertumbuhan belajarnya.

Kemandirian dalam mencar ilmu ini menurut Wedemeyer (1983) perlu diberikan terhadap siswa/peserta didik biar mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengendalikan dan mendisiplinkan dirinya dan dalam membuatkan kesanggupan mencar ilmu atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki siswa/peserta didik lantaran hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.

Sejalan dengan Wedemeyer, Moore (dalam Keegan, 1983) beropini bahwa ciri utama sebuah proses pembelajaran berdikari merupakan adanya peluang yang diberikan terhadap siswa/peserta didik untuk ikut memutuskan tujuan, sumber, dan penilaian belajarnya. Karena itu, jadwal pembelajaran berdikari sanggup diklasifikasikan menurut besar kecilnya keleluasaan (otonomi) yang diberikan terhadap siswa/peserta didik untuk ikut memutuskan jadwal pembelajarannya.

Related : Makalah Pembelajaran Berdikari Serpihan Ii

0 Komentar untuk "Makalah Pembelajaran Berdikari Serpihan Ii"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)