Gambaran Isra Mikraj

Gambaran Isra dalam Buku-buku sejarah Hidup Nabi

Dengan indah sekali dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang terjemahannya selaku berikut:

Pada suatu malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, bintang-bintang buas sudah berdiam diri, gemercik air da siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, dikala itu Muhammad terbagun oleh bunyi yang memanggilnya: “hai orang yang sedang tidur, bangunlah!” Dan jikalau ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah putih berseri dan berkilauan menyerupai salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai., dengan mengenakkan busana berumbaikan mutiara dan emas. Dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor binatang ajaib, buraq yang bersayap menyerupai sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasul pun naik.

“ Maka meluncurlah buraq itu menyerupai anak panah membumbung di atas pengunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh Malaikat. Lalu berhenti di Gunung Sinai di tempat Tuhan mengatakan dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu terus meluncur ke udara.

“Sementara itu ada suara-suara misterius menjajal menghentikan Nabi, orang yang begitu nrimo melakukan risalahnya itu. Ia berpendapat, bahwa cuma Tuhanlah yang sanggup menghentikan binatang itu di mana saja dikehendaki-Nya.

“Seterusnya mereka hingga ke Baitulmukadas, Muhammad  mengikatkan binatang kendaraanya itu. Di puing-puing Kuil Sulaiman ia bersembayang bahu-membahu Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian dibawakan tangga, yang kemudian dipancangkan di atas watu Ya’kub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.

“Langit pertama yang dibikin dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap lapisan langit dijaga oleh Malaikat, supaya setan-setan tidak dapat naik ke atas atau akan ada jin yang hendak menyimak rahasia-rahasia langit. Di langit ini Muhammad memberi hormat terhadap Adam, di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit selanjutnya Muhammad berjumpa dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia menyaksikan Izrail, Malaikat maut, yang antara kedua matanya berjarak sejauh tujuh puluh ribu hari perjalanan. Dan alasannya yakni kekuasaanya, maka yang berada di bawah perintahnya sebanyak seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan mereka yang mati, dalam suatu buku besar. Ia menyaksikan juga Malaikat Air Mata, yang menangis alasannya yakni dosa-dosa manusia. Malaikat dendam yang berparas tembaga yang mengusai anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api. Dan dilihatnya juga malaikat yang besar luar biasa, separuh dari api dan separuh lagi salju, dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang ialah golongan yang tiada hentinya menyebut-nyebut nama Allah; ya Allah, Engkau sudah menyatukan salju dengan api, sudah menyatukan semua hamba-Mu setia menurut ketentuan-Mu.

“Langit ketujuh yakni tempat orang yang adil, dengan malaikat yang lebih besar dari bumi in seluruhnya. Ia punya tujuh pyuluh ribu kepala, tiap kepala tujuh puluh ribu mulut, tiap lisan tujuh puluh ribu lidah, tiap pengecap sanggup mengatakan dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan tujuh puluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta menguduskan Tuhan.

“Sementara ia sedang merenungkan makhluk-mahkluk gila itu, tiba-tiba ia membubung lagi hingga di Sidratul Muntaha yang terletak di sebelah kanan Arsy, menaungi berjuta-juta roh malaikat. Sesudah melangkah, tidak hingga sekejap mata ia pun sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, kemudian bab yang gelap gulita dibarengi berjuta-juta tabir kegelapan, api, air, udara dan angkasa. Tiap perjalananya dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia, keagungan dan kesatuan. Di balik itu terdapat tujuh puluh ribu golongan malaikat yang bersujud tidak bergerak dan tidapula diperkenankan meninggalkan tempat.

“Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi satu, hampir-hampir tak sanggup lagi ia melihatnyea, seolah-olah sudah hilang tertelan. Keduanya terlihat cuma menyerupai sebutir biji di tengah-tengah ladang yang membentang luas. Begitulah sebaiknya insan di hadapan Raja Semesta alam.

“Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan Arsy, sudah bersahabat sekali. Ia sudah sanggup menyaksikan Tuhan dengan presepsinya, dan menyaksikan semuanya yang tidak sanggup dilukiskan dangan lidah, di luar jangkauan otak insan akan sanggup menangkapnya. Mahaagung Tuhan mengulurkan sebelah tangan-nya di dada Muhammad dan yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi mencicipi kesegaran di tulang punggunya. Kemudian rasa tenang, damai, kemudian fana ke dalam Diri Tuhan yang dirasakannya sudah menenteng kenikmatan.

“Sesudah obrolan yang kesuciannya sanggup dilukiskan dalam kitab-kitab hadis yang begitu cermat, Tuhan mendelegasikan hamba-Nya itu supaya setiap muslim saban hari bersembahyang lima puluh kali. Begitu Muhammad kembali turun dari langit, ia berjumpa dengan Musa. Musa berkata kepadanya:

“Bagaimana anda sanggup inginkan pengikut-pengikutmu akan sanggup melaksanakan shalat lima puluh kali sehari? Sebelum Anda, saya sudah punya pengalaman, sudah kucobakan terhadap belum dewasa Israil sejauh yang dapt kulakukan. Percayalah dan kembalilah terhadap Tuhan, minta dikurangi jumlah shalat itu.

“Muhammad pun kembali. Jumlah sembahyang kemudian dikurangi menjadi empat puluh. Tetapi Musa menilai itu masih di luar kesanggupan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu berkali-kali kembali terhadap Tuhan sehingga rampung dengan ketentuan shalat yang lima kali sehari.

“Sekarang Jibril menenteng Nabi mendatangi nirwana yang sudah ditawarkan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi. Buraq pun dilepaskan, dan ia kembali dari Baitulmukadas ke Mekah naik binatang bersayap.”

Demikan kisah Orientalis Dermenghem wacana Isra dan Mikraj. Kita pun sanggup melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar luas dalam kitab-kitab sirah (sejarah hidup Nabi), sekalipun akan kita lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana sini dilebihi atau dikurangi.

Sumber: Muhammad Husain Haikal. Sejarah Hidup Muhammad. 2014. Jakarta: PT Mitra Kerjaya indonesia. Hal 157-159.