APAPUN YANG TERJADI ATAS KEHENDAK ALLAH
•Tidak disangsikan lagi bahwa mengimani takdir permasalahan yang urgent.
Sungguh banyak orang yang tergelincir dan pemahamannya terseset dan gelisah dalam mengimani takdir.
Allah sudah menampilkan isyarat Ahlu As-Sunnah wal-jama’ah terhadap kebenaran; yakni mereka merupakan insan yang paling senang dalam setiap kebenaran dan insan yang paling senang dalam menetapi kebenaran dalam kepingan ini ( takdir ), mereka meyakini bahwa apapun yang terjadi atas kehendak Allah; tidak ada apapun yang terjadi keluar dari kehendak Allah.
Maka segala apapun yang terjadi di alam semesta ini; malaikat, jin, manusia, benda dan setiap permasalahan yang kecil dan yang besar; seluruhnya berlangsung atas kehendak Allah, ketentuan Allah dan takdir Allah.
Makanya kita wajib meyakini ilmu Allah yang qadim, catatan Allah yang pertama dan semua apapun tentu berlangsung atas kehendak Allah. Hal ini untuk mewujudkan kesempurnaan kerajaan Allah. Hanya milik Allah seluruh kerajaan, tidak ada sesuatupun yang keluar dari kerajaan Allah. Maka semua urusan dan takdir merupakan milik Allah.
Allah berfirman
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi” [ surat Al-Baqarah 107].
Banyak yang anda dapati hal yang sema’na ini dalam Al-Qur’an.
• Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“قدر اللَّهُ المَقَادِيرَ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ”
“Allah sudah mentakdirkan seluruh takdir makhluk-makhluk 50.000 tahun sebelum bikin langit dan bumi” [HR,Ahmad 2/169, dan lafadznya, dan Muslim 2653].
Oleh sebab itu,
Abu Ja’far Atho-thohawy berkata:
“غلبت مشيئته المشيئات كلها، وغلب قضاؤه الحيل كلها”
▪”Segala kehendak apapun tentu dikalahkan oleh kehendak Allah, dan segala kerja keras apapun tentu dikalahkan oleh ketentuan Allah” [Matan Aqidah Thohawiyyah].
• (Artinya: ) apa yang Allah harapkan tentu terjadi meskipun makhluk tidak menghendakinya, dan apa yang para hamba harapkan tentu tidak akan terjadi jikalau Allah tidak menghendakinya.
Sebagaimana Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
ما شئت كان وان لم أشأ
وما شئت إن لم تشأ لم يكن
Apapun yang Engkau (Allah) harapkan tentu terjadi meskipun saya tidak menghendakinya
Dan apapun yang saya harapkan tentu tidak akan terjadi jikalau Engkau ( Allah) tidak menghendakinya [Syarah Usul ‘Itiqad 4/777, dan Asma wa As- sifat hal 171].
Abu Ja’far Atho-thohawy berkata:
علمه وقضاؤه وقدره
“Ilmu Allah yang usang dan ketentuan Allah yang terjadi dan takdir Allah yang lalu” [Matan Aqidah Thohawiyyah].
•(Adalah) mengalahkan segala kerja keras makhluk, sebagaimana dalam do’a nabi shalallahu alaihi wasallam:
“ماض في حكمك، عدل في قضاؤك”
“HukumMu berlaku padaku dan ketetapanMu padaku merupakan adil” [HR, Ahmad 1/391, Ibnu Hibban menshahihkannya 972, Hakim 1/509, Ibnu Qayyim dalam shawaaiq al-mursalah 3/913, Ibnu Hajar menghasankannya sebagaimana dalam Futuuhat Rabbaniyyah 4/13 dari hadist Ibnu Mas’ud, Addaaruqutni dalam ‘Ilal berkata sanadnya tidak berefek 5/200].
Oleh sebab itu meskipun makhluk senantiasa terus berusaha; maka apapun kerja keras mereka tidak akan tepat jikalau menyelisihi ketentuan Allah, dan begitupula tidak akan berlangsung dan tidak pula tepat segala kerja keras apapun melainkan sebab keputusan Allah dan ketentuan Allah.
Sebagaimana dalam wasiat nabi terhadap Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhu:
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ
“Ketahuilah bahu-membahu jikalau seluruh umat berkumpul untuk menghadirkan faedah kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan sanggup menampilkan faedah sedikitpun kecuali apa yang sudah Allah menetapkan bagimu, dan jikalau mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu, tentu mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang sudah Allah menetapkan bagimu. Pena sudah diangkat dan lembaran sudah kering” [HR, Ahmad 1/293, Tirmidzi 2516, berkata Tirmidzi Hasan Shahih, dan dhiya Mukhtaarah 10/22-25, Ibnu Rajab menghasankannya dalam Jaami’ Ulum wa Al-hikam hal 345].
Oleh sebab itu, Abu Ja’far Atho-thohawy berkata:
“يفعل ما يشاء وهو غير ظالم أبدا”
▪”Allah berbuat apa yang Allah harapkan dan selama-lamanya Allah tidak dzalim” [Matan Aqidah Thohawiyyah].
•Maka Allah memberi dan menolak, merendahkan dan mengangkat, memuliakan dan menghinakan, memberi hidayah dan menyesatkan, menggugah dan mematikan.
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
“Dia Allah yang mengontrol urusan” [Surat Yunus 3].
يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya. [ Surat Ar-ra’du 26].
يُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَيَرْحَمُ مَن يَشَاءُ ۖ
Allah menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya, dan memberi rahmat terhadap siapa yang dikehendaki-Nya [ Surat Al- ‘Ankabut 21].
Semua itu berlangsung sesuai kebijaksanaan Allah, maka cuma milik Allah pesan tersirat dalam semua urusan, sebagaimana perkataan Abu Ja’far Athohaawi:
¶ “Allah memberi hidayah terhadap siapa yang Allah harapkan dan Allah mempertahankan dan memelihara ( terhadap siapa yang Allah kehendaki) sebab karunia-Nya, dan Allah menyesatkan terhadap siapa yang Allah harapkan dan Allah menghinakan dan memberi Ujian (kepada siapa yang Allah kehendaki) sebab ke’adilan-Nya” [Matan Aqidah Thohawiyyah].
Maka Dia Allah memberi hidayah terhadap siapa yang Allah kehendaki karena karunia-Nya dan hikmah-Nya, dan Dia Allah menyesatkan, menghinakan dan memberi Ujian terhadap siapa yang Allah harapkan karena keadilan-Nya dan hikmah-Nya.
Maka pesan tersirat Allah merupakan ada dalam semua urusan, maka Dia Allah menaruh karunia-Nya pada tempatnya; sebab susungguhnya kedzaliman itu adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, dan keadilan itu adalah menempatkan permasalahan pada tempatnya.
Maka Allah menaruh karunia-Nya pada tempatnya, dimana Dia Allah berkehendak sesuai dengan pesan tersirat itu, berbeda dengan saran Jahmiyyah dan orang yang mengikuti mereka seumpama Asyaa’irah: bahu-membahu segala sesuatu itu berlangsung sebatas kehendak Allah tanpa ada pesan tersirat dalam takdir dan pengurusan ini.
Intinya adalah: kita wajib mengimani bahwa perbuatan-perbuatan Allah itu berlangsung sesuai dengan keadilan dan hikmah.
Maka perbuatan-perbuatan Allah berputar antara karunia dan keadilan.
Sedangkan kedzaliman merupakan sesuatu yang wajib disucikan dari Allah
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Dan sekali-kali tidaklah Allah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya [ surat Fusshilat 46].
وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.[ Surat Qaf 29].
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang meskipun sebesar zarrahpun. [ Surat An-Nisa’ 40].
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mensucikan Allah dari sifat dzalim.
Makanya Allah tidak menyiksa seorangpun tanpa berbuat dosa, dan tidak pula menyiksa seorangpun sebab dosa orang lain.
Terdapat dalam suatu hadits dari nabi shalallahu alaihi wasallam:
لَوْ أَنَّ اللهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ لَعَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ
“Jika seandainya Allah menyiksa seluruh penghuni langit dan bumi, maka Allah tidak berbuat zhalim dengan menyiksa mereka” [HR, Abu Dawud].
Maka Allah tidaklah menyiksa mereka melainkan sebab ada penyebab untuk menyiksa mereka, meskipun Allah bisa menyiksa siapapun yang Allah harapkan tanpa berbuat dosa, atau menyiksa siapapun yang Allah harapkan sebab dosa orang lain; akan namun Allah tidak menjalankan hal itu sebab kesempurnaan keadilan-Nya, sangat Allah mengharamkan kedzaliman terhadap diri-Nya sebagaimana dalam hadits Qudsi dari Abu Dzar dari Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda: Allah ta’ala berfirman:
يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمَاً فَلا تَظَالَمُوْا
“Wahai hamba-Ku, bahu-membahu Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku membuatnya di antaramu haram, maka janganlah kau saling menzhalimi [HR, Muslim 2577].
Maka Dia Allah tidak akan dzalim dan tidak ridha kedzaliman terhadap seorangpun dari para hamba-Nya.
Oleh sebab itu Allah mengharamkan kedzaliman terhadap para hamba-Nya dalam syari’at yang Allah turunkan terhadap para utusan-Nya.
Lalu apabila disodorkan terhadap insan apapun yang terjadi; maka wajib baginya untuk tidak memicu keputusan itu menurut akalnya yang kurang.
Oleh sebab itu pada lazimnya insan yang dangkal ilmu mereka dan lemah iman mereka dalam jiwa mereka ada penolakan, atau lewat mulut mereka berani mengatakan terhadap urusan Allah.
Anda mendengar sebagian orang apabila Allah menguji seorang hamba dengan suatu cobaan ia berkata:
Allah menguji hamba ini padahal tidak patut cobaan tersebut terhadap hamba ini!
Hal yang seumpama ini merupakan penentangan terhadap pengurusan Allah; bahkan yang wajib merupakan meyakini pesan tersirat Allah dalam pengurusan-Nya dan kesempurnaan keadilan-Nya.
Hal ini merupakan landasan pokok yang wajib diperhatikan; baik dalam ilmu, fatwa dan penetapan, yaitu iman terhadap kesempurnaan keadilan Allah dalam ciptaan-Nya, perintah-Nya dan balasan-Nya
Takdir Allah tidak disangkal dengan perkataan anda:
Mengapa Allah menjalankan hal ini?
Mengapa terjadi begini?
Segala lintasan apapun yang terkandung penentangan terhadap pengurusan Allah, maka wajib seorang mu’min untuk menolaknya dengan keimanannya; bahwa Allah ta’ala Maha Bijaksana, cuma milik Allah kebijaksanaan yang cocok dalam segala pengurusan dan takdir.[ lihat: ucapan berguna yang sema’na dengan ini dalam Zad Al-Ma’ad Ibnu Qayyim 3/235.
Oleh sebab sifat Allah itu disucikan dari segala yang tercela:
Abu Ja’far Atho-thohawy berkata:
تقدس عن كل سوء وحين وتنزه عن كل عيب وشين
“Yaitu Allah higienis dari segala sifat yang jelek dan suci dari segala sifat ysng tercela” [ Matan Aqidah Thohawiyyah].
Artinya segala urusan yang tercela itu disucikan dari Allah.
Sebagaimana dalam do’a istiftah:
والشر ليس اليك
“Keburukan tidak dinisbatkan kepadaMu” [HR, Muslim 771].
Akan namun kejelekan itu ada pada ciptaan-ciptaan Allah, adapun perbuatan Allah seluruhnya merupakan adil dan hikmah.
Maka ciptaan Allah terhadap perkara-perkara yang saling bertentangan yakni baik dan buruk, yang berguna dan yang memadzaratkan, malaikat dan syaitan, sehat dan sakit, final hidup dan kehidupan, semua itu sesuai pesan tersirat Allah, cuma bagi Allah pesan tersirat yang cocok dalam ciptaan-Nya yang bertolakbelakang.
Diantara pesan tersirat Allah dalam ciptaannya ini ada yang nampak terhadap kita, yakni dengan cara memperhatikan, mentadaburi dan merenungkan, dan ada pula yang tersembunyi dari kita, dan hal ini merupakan yang paling banyak.
Maka keharusan kita terhadap pesan tersirat yang tersembunyi merupakan menyerahkan permasalahan itu terhadap Ilmu Allah, dan kita meyakini bahwahanya milik Allah pesan tersirat yang sempurna, dan perincian hal itu tidak dapat diliputi oleh logika para hamba
وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِهٖ عِلْمًا
Sedang ilmu mereka tidak sanggup termasuk ilmuNya. [ Surat Thoha 110].
Maka kita tidak dapat termasuk pesan tersirat Allah sebagaimana kita tidak dapat termasuk ilmu ciptaan-Nya.
Lalu Allah mensifati diri-Nya dalam firman-Nya:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia tidak ditanya perihal apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang mau ditanyai [ surat Al-anbiya 23].
Maka hal ini merupakan diantara yang Allah sifati terhadap diri-Nya bahwa Allah dilarang ditanyakan apa yang Allah perbuat, dan dilarang pertanyaan itu diarahkan terhadap Allah, sebab kesempurnaan hikmahnya, bukan sebab kuat-Nya, kemampuan-Nya dan kekuasaan-Nya, sebab barangsiapa siapa yang tenar kesempurnaan hikmah-Nya, tentu dilarang ditanya:
Mengapa Engkau berbuat begini?
Mengapa terjadi dari-Mu begini?
Karena Allah merupakan Maha bijaksana, adapun para hamba; maka bahu-membahu perkataan mereka, perbuatan mereka ada ruang untuk kurang, cacat, malu dan menyimpang, maka mereka merupakan yang ditanya perbuatan-perbuatan mereka baik ketika di dunia dengan aturan syar’i dan mereka akan ditanya pula di akhirat
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,
perihal apa yang sudah mereka lakukan dahulu.[ surat Al-Hijr 92-93].
Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari final zaman hingga ditanya tentang; umurnya untuk apa beliau habiskan?, perihal ilmunya untuk apa beliau amalkan?, perihal hartanya dari mana beliau peroleh? dan kemana beliau infakkan? dan perihal tubuhnya untuk apa beliau gunakan?.” [HR, Addaarimi 543, Tirmidzi 2417 beliau berkata: Hadits ini hasan shahih dari hadits Abi Bararah Al- Aslamy, lihat: silsilah shahihah 946].
Adapun Allah tidak ditanya: Mengapa Engkau berbuat begini ? dalam rangka penentangan.
Adapun pertanyaan untuk suplemen pengetahuan, maka tidak mengapa bertanya, seumpama seseorang yang bertanya:
Apa hikmahnya dalam hal ini?
Mengapa Allah mensyariatkan begini?
Agar mengenali hikmahnya bukan untuk menentang syari’at dan pengurusan.
Seperti Malaikat tatkala mereka mengajukan pertanyaan terhadap Rabb mereka bukan dalam rangka penentangan terhadap pengurusan Allah
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman terhadap para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak memicu seorang khalifah di tampang bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak memicu (khalifah) di bumi itu orang yang mau bikin kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengenali apa yang tidak kau ketahui”. [ Surat Al-Baqarah 30]
Mereka mengajukan pertanyaan sebab mereka bbingung dalam mengerti pesan tersirat dalam penciptaan makhluk yang mau menghancurkan dan menumpahkan darah.
Demikian biar bermanfaat.
0 Komentar untuk "Apapun Yang Terjadi Atas Kehendak Allah"