Abundance Era


Abudance Era


Jika kita renungkan, di saat ini pun kita telah sanggup mencicipi dari era keberlimpahan ini. Dibandingkan 20 tahun yang lalu, teknologi makin mudah untuk ditemukan dengan harga yang menjadi makin murah bahkan gratis. Hal – hal menyerupai saluran berkirim pesan atau obrolan via telepon, bahkan antar negara, saluran untuk mendapat musik, ilm, buku, games, kursus keterampilan, kuliah, video pembelajaran, atau macam– macam design, sanggup kita saluran tanpa biaya. Akses mudah dan nyaris tanpa ongkos ini akan mencapai makin banyak orang di semua bidang sehingga pada risikonya kita akan memasuki era keberlimpahan.



Diamandis (2012) memaparkan apa yang telah dan sedang terjadi di saat ini serta memprediksi bagaimana semua itu akan berujung keberlimpahan dengan Abundance Pyramid. Dasar dari piramida keberlimpahan yakni pemenuhan saluran yang mudah dan murah untuk butuhan dasar yakni air (water), pangan (food) dan papan (shelter) untuk semua orang. Terpenuhinya keperluan dasar ini akan menampilkan keluangan untuk menyanggupi bab tengah piramida yang ialah katalis untuk hingga pada keberlimpahan, yakni energi, gunjingan dan pendidikan (education). Percepatan teknologi yang terus meningkat diramalkan akan menghasilkan saluran untuk kesehatan (health) dan keleluasaan (f reedom), selaku puncak piramida, akan menjadi milik semua orang


Dunia berganti maka dunia pendidikan juga mesti berubah. Pola pembelajaran mesti berganti agar dunia pendidikan menjadi berhubungan dengan tantangan dan kesempatan yang terjadi di masa ini dan siap untuk menjelang masa yang hendak datang. Menuju era keberlimpahan, Diamandis (2012) menyaksikan literasi, matematika, kemampuan hidup (life-skills) dan kesanggupan berpikir kritis (critical thinking) merupakan hal fundamental yang harus diajarkan untuk sanggup menanggapi pergantian yang cepat dalam disrupsi. Hal yang senada dicetuskan oleh World Economic Forum pada tahun 2016, yang menetapkan visi gres dalam pendidikan berupa enam belas kemampuan (skill) yang dibagi menjadi literasi dasar (literacy, numeracy, scientiic, ICT, inancial, cultural & civic) untuk teknis dalam pengetahuan ke dalam pekerjaan; kompetensi (critical thinking/problem solving, creativity, communication, collaboration) untuk menjawab tantangan yang bersifat kompleks dan abjad (curiosity, initiative, persistence, adaptability, leadership, social & cultural awareness) untuk menghadapi lingkungan yang terus berganti dengan keterhubungan dan cangkupan yang makin mendunia, selaku 21th century skills (keterampilan era 21).

Renald Kasali (2017) yang menyaksikan disrupsi selaku inovasi, menuliskan bahwa untuk menjadi pemain dalam masa tersebut dikehendaki kelincahan (agility) dan kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability). Bernard Marr (enterprise tech) menulis untuk Forbes pada November 2019, ihwal lima kemampuan yang dubutuhkan untuk pekerjaan dimasa depan, yaitu; kecerdasan emosional (emotional intelligent), kreativitas (creativity), keluwesan & pembiasaan diri (lexibility & adaptability) , kesanggupan mengerti data (data literacy), dan kesanggupan memahami teknologi (tech savviness). Menurut Marr, kemampuan yang pada mulanya bisa bertahan hingga 30 tahun, kini ini cuma akan bertahan enam tahun. Di tengah era dimana teknologi menggantikan banyak pekerjaan manusia, human skills (keterampilan manusia) yakni hal masih akan sukar digantikan.


Related : Abundance Era

0 Komentar untuk "Abundance Era"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)