Manusia selain selaku makhluk individu, insan juga disebut selaku makhluk sosial. Artinya insan memiliki keperluan dan kesanggupan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan insan yang lain, berikutnya interaksi ini berupa kelompok. Kemampuan dan kebiasaan insan berkelompok ini disebut juga dengan zoon politicon.
Istilah insan sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang artinya insan selaku binatang politik. Manusia selaku insan politik atau dalam perumpamaan yang lebih terkenal insan sebagi zoon politicon, mengandung makna bahwa insan memiliki kesanggupan untuk hidup berkelompok dengan insan yang lain dalam sebuah organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, menyerupai negara.
Sebagai insan politik, insan memiliki nilai-nilai yang dapat dikembangkan untuk menjaga komunitasnya. Argumen yang mendasari pernyataan ini yakni bahwa insan sebagaimana binatang, hidupnya suka mengelompok. Hanya sifat berkelompok pada insan yakni sebuah keperluan dan kebiasaan yang timbul sejak usia kanak-kanak dan bisa berkomunikasi.
Nilai yakni prinsip-prinsip dasar yang dianggap paling baik, paling bermakna, paling berguna, paling menguntungkan, dan paling sanggup menghadirkan kebiasaan bagi manusia. Nilai kesatuan mengandung makna bahwa komunitas politik ialah kumpulan orang-orang yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik cuma terwujud apabila ada persatuan. Nilai solidaritas mengandung makna bahwa korelasi antar insan dalam komunitas politik bersifat saling mendukung dan senantiasa membuka potensi untuk melakukan pekerjaan sama dengan insan yang lain.
Nilai kebersamaan mengandung arti komunitas politik ialah wadah bagi mereka untuk merealisasikan tujaun hidup yang diidam-idamkan. Nilai organisasi mengandung makna bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengendalikan dirinya dalam bentuk pengorganisasi yang memungkinkan tiap-tiap menudia mengambil perannya. Aktualisasi insan selaku makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia senantiasa berkelompok dalam hidupnya.
Berkelompok dalam kehidupan insan yakni sebuah kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan insan berkelompok yakni untuk memajukan kebahagiaan dan kemakmuran hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak, insan berkelompok memiliki tujuan memajukan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok insan bisa menyanggupi banyak sekali macam keperluan hidupnya, bahkan bisa dibilang kebahagiaan dan keberdayaan hidup insan cuma bisa dipenuhi dengan cara berkelompok.
Tanpa berkelompok tujuan hidup insan yakni meraih kebahagiaan dan kemakmuran tidak akan bisa tercapai. Manusia ialah makluk individu dan sekaligus selaku makluk sosial. Sebagai makluk sosial insan senantiasa hidup berkelompok dengan insan yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri manusia, juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain, menyerupai semut, lebah, burung bangau, rusa, dansebagainya, tapi terdapat perbedaan yang esensial antara sikap kolektif pada diri insan dan sikap kolektif pada binatang.
Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya telah pembawaan dari lahir, dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk selaku bawaan dari lahir. Contoh bentuk rumah lebah, sejak dulu hingga kini tidak ada perubahan, demikian halnya dengan rumah semut dan binatang lainnya. Sebaliknya sikap kolektif insan bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi lewat proses menimba ilmu (learning process).
Berkelompok dalam kehidupan insan juga ialah sebuah keperluan yang mesti dipenuhi. Beberapa keperluan hidup insan yang sanggup dipenuhi lewat kehidupan berkelompok antara lain: komunikasi, keamanan, ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk mendapat kesejahteraan. Kehidupan berkelompok insan tercermin dalam banyak sekali bentuk, mulai dari kelompok yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir.
Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri insan ialah sebuah sikap yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan nyaris tidak disangka sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana, dan cuma tergantung terhadap stimulasi timbal balik yang timbul dikalangan para pelakunya (Horton, 1993). Terhadap pernyataan ini, sering didapatkan adanya pengelompokkan insan yang semula teratur dan tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa sebab, dan tanpa arah menjadi kerumunan yang membuat kekacauan sosial dan pengrusakan.
Seperti permasalahan demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran yang sering terjadi di kelompok pelajar atau penduduk baik di Indonesia maupun di negara-negara diluar Indonesia. Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada insan lantaran terjadi lewat proses menimba ilmu memicu hadirnya beraneka ragam jenis, diantaranya: sikap kerumunan (crowd), sikap massa, gerakan sosial, sikap dalam bencana, gerombolon, keributan (panics), desas-desus, keranjingan, gaya (fad), versi (fashions), propaganda, nasehat umum, dan revolusi (Horton, 1993).
0 Komentar untuk "Pengertian Insan Selaku Makhluk Sosial"