Kedudukan Niat

A.   KEDUDUKAN NIAT

وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن رزاح بن عدى بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى‏.‏ رضي الله عنه، قال‏:‏ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‏:‏ ‏"‏ إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق على صحته‏.‏ رواه إماما المحدثين‏:‏ أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيرى النيسابورى رضي الله عنهما في صحيحهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة‏))
Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yakni Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan dibarengi niat-niatnya dan cuma saja bagi setiap orang itu apa yang sudah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itupun terhadap Allah dan Rasul-Nya.Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang akan diperolehinya, ataupun untuk seorang perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnyapun terhadap sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Muttafaq (disepakati) atas keshahihannya Hadis ini)
Penjelasan Hadist :
Karena pentingnya soal niat itu, maka Ulama kaum muslimin menaruh niat itu selaku rukun utama dalam suatu ibadah. Bahkan untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanyalah niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi kemudian diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasullulah s.a.w maka ia bermetamorfosis ibadah yang berpahala. Juga para ulama’ merinci niat pada lima macam : Hakikat, Tempat, Hukum, Masa dan Syarat.
Hakikat niat : Dengan sengaja (dengan sengaja melaksanakan sesuatu serempak dengan perbuatan)
Hukum niat    : Wajib atau sunnah
Tempat niat    : Dalam hati
Masa niat       : Pada permulaan melaksanakan perbuatan
Syarat niat     : untuk melaksanakan perbuatan baik
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhāriy, Muslim, Ashhāb al-Sunan dan lainnya. Diriwayatkan secara tafarrud (sendiri, bermakna hadits ahad) secara bersambung dari ‘Umar merupakan ‘Alqamah bin Abi Waqqāsh, kemudian oleh Muhammad bin Ibrāhim al-Taymiy, kemudian oleh Yahya bin Sa’id al-Anshāriy, kemudian setelahnya diriwayatkan oleh banyak perawi.

Hadits ini tergolong hadits yang sungguh fantastis yang tercantum dalam Shahih al-Bukhari sekaligus selaku hadits pertama yang tercantum, demikian hadits yang menjadi penutupnya, yakni hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurayrah:
(( كلمتان حبيبتان إلى الرحمن....... ))
 “Ada dua kalimat yang diminati oleh al-Rahman, yaitu…….”
Imam al-Nawawiy memulai ‘Arba’in-nya dengan hadits ini. Dan banyak pula di antara para ulama yang memulai kitabnya dengan mencantumkan hadits ini, di antaranya al-Imam al-Bukhariy dalam Shahih-nya, ‘Abd al-Ghaniy al-Maqdisiy dalam ‘Umdah al-Ahkam, al-Baghawiy dalam Syarh al-Sunnah dan Mashābih al-Sunnah dan al-Suyuthiy dalam al-Jami’ al-Shaghir.

Al-Imam al-Nawawiy dalam bab permulaan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab mengemukakan suatu pasal yang mengupas hadits ini, dengan berkomentar: Ibnu Rajab dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam berkata;
 “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya”

Innama merupakan karakter al-hashr, adapun alif lam dalam al-a’mal merupakan untuk menampilkan hal yang berhubungan khusus dengan urusan taqarrub terhadap Allah, tetapi ada pula rekomendasi yang menyampaikan bahwa alif lam tersebut merupakan menampilkan setiap amalan yang bersifat umum.
Faedah Hadits:
1.    Tidak akan pernah ada amal perbuatan kecuali dibarengi dengan niat.
2.    Amal perbuatan tergantung niatnya.
3.    Pahala seseorang yang melaksanakan suatu amal perbuatan sesuai dengan niatnya.
4.    Seorang ‘alim (guru, ustadz atau pendidik) diperbolehkan menampilkan pola dalam pertanda dan menjelaskan.
5.    Keutamaan hijrah, alasannya merupakan Rasulullah saw membuatnya selaku pola permisalan. Dalam Shahih Muslim, dari ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasulullah saw bersabda:
6.    Seseorang akan mendapat pahala kebaikan, atau dosa, atau terjerumus dalam perbuatan haram dikarenakan niatnya.
7.    Suatu amal perbuatan tergantung wasilahnya. Maka sesuatu yang mubah sanggup menjadi suatu bentuk ketaatan dikarenakan niat seseorang saat mengerjakannya merupakan untuk mendapatkan kebaikan, menyerupai saat makan dan minum, apabila diniatkan untuk menyemangatkan diri dalam ketaatan.
8.    Suatu amal perbuatan sanggup menjadi kebaikan yang berpahala bagi seseorang, tetapi sanggup pula menjadi dosa yang diharamkan bagi seseorang yang lain, merupakan sesuai dengan niatnya.





B.    ISTIQOMAH
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ  
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami merupakan Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun terhadap mereka dengan mengatakan: "Janganlah kau takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang sudah dijanjikan Allah kepadamu".
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
 قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِم.
 [رواه مسلم]
Terjemah hadits / رجمة الحديث   :
Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu beliau berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, katakan terhadap saya wacana Islam suatu perkataan yang  tidak  saya  tanyakan  kepada  seorangpun  selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya  beriman  kepada  Allah SWT, kemudian berpegang teguhlah.
(H.R Muslim).




Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
1.Iman terhadap Allah ta’ala mesti mendahului ketaatan .
2.Amal shalih sanggup mempertahankan keimanan.
3.Iman dan amal shalih keduanya mesti dilakasanakan.
4.Istiqomah merupakan derajat yang tinggi.
5.Keinginan yang besar lengan berkuasa dari para sobat dalam mempertahankan agamanya dan merawat keimananya .
6.perintah untuk istiqomah dalam tauhid dan tulus beribadah cuma terhadap Allah semata hingga mati.

1.     Pengertian Istiqamah
Istiqamah merupakan menetapi jalan agama Allah. Menurut sebagian ulama, istiqamah senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menetapi keimanan dan kepercayaan terhadap aliran dan
nilai-nilai Islam.
Aplikasi istiqamah dalam kehidupan dengan cara melaksanakan semua keharusan Islam secara rutin 
dengan ikhlas, menyerupai shalat, puasa, zakat serta menjauhi larangan-larangan Allah secara total.

Setiap muslim yang sudah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, mesti senantiasa mengerti arti ikrar ini dan bisa mewujudkan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya.

Setiap dimensi kehidupannya mesti terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam keadaan kondusif maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang mempunyai pengertian yang bagus wacana Islam bisa mengimplementasikan dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya. Dan orang yang dapat mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diperlukan Islam, yakni komitmen dan istiqomah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya. 

Maka istiqamah dalam memegang tali Islam merupakan keharusan asasi dan suatu keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang mengharapkan husnul khatimah dan harapan-harapan surgaNya. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌمِنْكُمْ بِعَمَلِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْل
رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, :Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah sebetulnya tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya, juga kau Ya ¦ Rasulullah, Beliau bersabda, Dan juga saya (tidak selamat juga) cuma saja Allah swt sudah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya..         (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).

2.     Definisi
Istiqamah merupakan anonim dari thughyan (penyimpangan atau melebihi batas). Ia bisa bermakna bangun tegak di suatu kawasan tanpa pernah bergeser, alasannya merupakan akar kata istiqamah  yang bermakna berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah bermakna tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan selaku perilaku teguh pendirian dan senantiasa konsekuen.

Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini; Abu Bakar As-Shiddiq ra saat ditanya wacana istiqamah ia menjawab bahwa istiqamah merupakan kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun).

3.     Dalil-Dalil dan Dasar Istiqamah
Dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw berbagai ayat dan hadits yang berhubungan dengan urusan istiqamah di antaranya adalah:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka tetaplah (istiqamahlah) kau pada jalan yang benar, sebagaimana ditugaskan kepadamu dan (juga) orang yang sudah taubat beserta kau dan janganlah kau melebihi batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kau kerjakan (QS11:112).
4.     Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqâmah
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 - 751 H) dalam kitabnya “Madaarijus Salikiin” menerangkan bahwa ada enam faktor yang dapat melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;
a.    Beramal dan melaksanakan optimalisasi
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kau pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia sudah menegaskan kau dan Dia sekali-kali tidak membuat untuk kau dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) sudah menamai kau sekalian orang-orang muslim dari dulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kau semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kau pada tali Allah. Dia merupakan Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS 22:78).
b.    Berlaku moderat antara langkah-langkah melampui batas dan menyia-nyiakan
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan merupakan (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS 25:67).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Setiap amal mempunyai puncaknya dan setiap puncak tentu mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) terhadap sunnahku, maka ia mujur dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) terhadap selain itu, maka bermakna ia sudah celaka”(HR Imam Ahmad dari sobat Anshar).
c.    Tidak melampui batas yang sudah digariskan ilmu pengetahuannya
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kau mengikuti apa yang kau tak mempunyai wawasan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pandangan dan hati, seluruhnya itu akan dimintai pertanggung jawaban” (QS 17:36).
d.    Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas.
e.    Ikhlas
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS 98:5).
f.     Mengikuti Sunnah
قال النبي صلى الله عليه وسلم: تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
“Telah saya lewati bagi kau dua perkara, kau tidak akan sesat selamanya selagi berpegang tegung dengannya yakni Al-Qur’an dan sunnah para nabinya”(HR Imam Malik dalam Muatta’).
5.     Dampak Positif  Istiqomah
Manusia muslim yang beristiqomah dan yang senantiasa berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh faktor hidupnya akan mencicipi dampaknya yang nyata sepanjang hidupnya. Adapun efek nyata istiqomah selaku berikut;
a.    Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang senantiasa istiqomah dalam hidupnya ia akan mempunyai keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dalam kehidupanya. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu juga berlawanan dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa mengakibatkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta panik dalam menghadapi rintangan-rintangan. Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
“Maka kau akan menyaksikan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan menghadirkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka alasannya merupakan itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”
b.    Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang sudah hingga pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia lewat rintangan yang panjang, melalui jalan terjal kehidupan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia percaya bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yakni para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad menenteng obor estafet dakwahnya.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi nyaman dengan mengingat Allah. Ingatlah, cuma dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (QS 13:28).
c.    Tafa’ul (optimis)
KeIstiqâmahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan perilaku optimis. Ia jauh dari perilaku pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa letih dan bingung yang kesannya melahirkan putus asa dalam menjalani kehidupannya. Keloyoan yang menjajal mengganggu jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kekalutan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya terhadap kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan sudah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan gampang bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kau jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kau jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menggemari setiap orang yang arogan lagi membanggakan diri” (QS Al-Hadiid:22-23)
يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah isu wacana Yusuf dan saudaranya dan jangan kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS Yusuf: 87).
قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS Al-Hijr:56).
Maka dengan tiga buah Istiqâmah ini, seorang muslim akan senantiasa mendapat kemenangan dan mencicipi kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ               
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami merupakan Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun terhadap mereka dengan mengatakan, “Janganlah kau takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang sudah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kau mendapatkan apa yang kau kehendaki dan mendapatkan (pula) apa yang kau minta. Sebagai sajian (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Fusilat:30-32).











KESIMPULAN
Niat itu selaku rukun utama dalam suatu ibadah. Bahkan untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanyalah niat. Sesuatu perbuatan adat, tetapi kemudian diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasullulah s.a.w maka ia bermetamorfosis ibadah yang berpahala. Juga para ulama’ merinci niat pada lima macam : Hakikat, Tempat, Hukum, Masa dan Syarat.
Hakikat niat : Dengan sengaja (dengan sengaja melaksanakan sesuatu serempak dengan perbuatan)
Hukum niat    : Wajib atau sunnah
Tempat niat    : Dalam hati
Masa niat       : Pada permulaan melaksanakan perbuatan
Syarat niat     : untuk melaksanakan perbuatan baik
Istiqamah merupakan menetapi jalan agama Allah. Menurut sebagian ulama, istiqamah senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menetapi keimanan dan kepercayaan terhadap aliran dan
nilai-nilai Islam.
Aplikasi istiqamah dalam kehidupan dengan cara melaksanakan semua keharusan Islam secara rutin 
dengan ikhlas, menyerupai shalat, puasa, zakat serta menjauhi larangan-larangan Allah secara total.




DAFTAR PUSTAKA
Terjemahan kitab RIYADUSHALIHIN
Maktabah Syamilah
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1098&Itemid=14, Ditulis oleh Abdul Kholiq Saman pada hari Selasa, 25 September 2012




Related : Kedudukan Niat

0 Komentar untuk "Kedudukan Niat"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)