Makna Sunnah

SUNNAH
1.      Pengertian Sunnah
Kata “sunnah”( سنه ) berasal dari bahasa Arab yang terbentuk dari kata سن،يسن. Secara bahasa yang artinya jalan atau cara. Sedangkan sunnah menurut istilah, terjadi perbedaan nasehat di golongan para ulama, di antaranya selaku berikut :
a.       Menurut ulama hadis (Muhadditsin)
Diantara ulama hadis ada yang mendefinisikan dengan perumpamaan selaku berikut:
اقوال النبي صلى الله عليه و سلم ق أفعاله و أ حواله
Segala perkataan Nabi SAW, perbuatannya, dan segala tingkah lakunya.[1]
b.      Menurut ulama Fikih (Fuqaha):
ما ثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم من غير افتراض و لا وجوب فهي عندهم صفة شرعية للفعل المطلوب طلبا غير جازم ولا يعاقب على تركه
Sesuatu ketetapan yang tiba dari Rasulullah SAW dan tidak tergolong klasifikasi fardlu dan wajib, maka ia menurut mereka yaitu sifat syara’ yang menuntut pekerjaan tetapi tidak wajib dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannnya.
Menurut ulama Fikih, sunnah dilihat dari sisi hukum, yaitu sesuatu yang datang   dari Nabi tetapi hukumnya tidak wajib, diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya, menyerupai shalat sunna, puasa sunnah dan lain-lain.
c.       Menurut ulama Ushul Fikih (Ushuliyun):
كل ما روي عن النبي صلى الله عليه وسلم مما ليس قرانامن أقوال أو أفعال أو تقريرات مما يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعي
Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang bukan dari al-Qur’an, baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan ratifikasi yang pantas dijadikan dalil aturan syara’.[2]
Sunnah menurut Ushul Fikih cuma perbuatan yang sanggup dijadikan dasar aturan islam. Jika sebuah Perbuatan Nabi tidak dijadikan dasar aturan menyerupai makan, minum, tidur, dan lain-lain maka perbuatan sehari-hari tersebut tidak disebut sunnah.
Sedangkam menurut Abu Zahra, sunnah mengandung arti:
أقوال النبي و أفعاله و تقريراته
Artinya:  “Perkataa, perbuatan, dan ratifikasi Nabi”
            Dengan demikian apa yang tiba dari Nabi berupa perkataa, perbuatan dan ratifikasi Nabi terhadap sebuah insiden sanggup dibilang sunnah.[3]
2.      Pembagian Sunah
a.      Sunah Qauliyah
Sunah qauliyah artinya ucapan Nabi dalam bebagai keadaan yang didengar oleh sobat dan disamapaikannya terhadap orang lain. Contoh sobat mendengar bahwa Nabi berkata:
لا ضرر ولا ضرار
Artinya: “Tidak boleh berbuat kesulitan dan dihentikan membalas dengan kesulitan juga”.
Dilihat dari jumlahnya sunah qauliyah paling banyak dibanding sunah fi’iyah dan taqririyah.
b.      Sunah Fi’liyah
Sunah fi’liyah yaitu semua perbuatan dan tingkah laris Nabi yang dilakukan dan diamati oleh sobat Nabi seluruhnya disebut dengan sunah fi’liyah. Perbuatan Nabi sanggup bermacam-macam bentuknya. Hal ini, sanggup dilihat dari kedudukan Nabi selaku insan biasa dan selaku delegasi Allah.
Pertama, perbuatan Nabi yang ialah kebiasaan yang lumrah dilakukan oleh insan kebanyakan menyerupai cara makan, minum, berdiri, duduk, cara berpakaian, memelihara jenggot, dan mencukur kumis. Kesemuanya ialah budpekerti Nabi selaku insan biasa.
Kedua, perbuatan Nabi yang cuma wajib dilakukan oleh Nabi tetapi tidak wajib bagi umatnya. Seperti Nabi wajib shalat Dhuha, tahajjud, dan berqurban. Bagi umatnya perbuatan-perbuatan tersebut tudaklah wajib. Nabi boleh kawin lebih dari empat, tetapi bagi umatnya dihentikan dari empat.
Ketiga, perbuatan Nabi yang ialah klarifikasi aturan yang terkandung dalam al-Qur’an, menyerupai sistem shalat, puasa, haji, jual beli, dan utang piutang, maka semua perbuatan itu memiliki efek pada pembentukan aturan bukan cuma bagi Nabi tetapi juga bagi umatnya. Hal ini diperkuat oleh beberapa hadis Nabi:
رواه البخاري ...صلوا كما رأيتموني أصلي
Artinya: “ Shalatlah kau semua sebagaimana kau menyaksikan saya shalat.”
 (HR. Bukhari)
خذوا عني منا سككم         رواه مسلم
            Artinya: “Ambillah dariku wacana cara-caraku dalam beribadah haji.” (HR. Muslim)
3.      Sunah Taqririyah
Sunah taqririyah yaitu perilaku nabi terhadap sebuah insiden yang dilihatnya berupa perbuatan dan ucapan dan sahabat. Sikap Nabi itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, tidak menunujukan gejala mengingkari atau menyetujuinya atau melahirkan asumsi baik terhadap perbuatan itu sehingga dengan adanya ikrar Nabi perbuatan itu dianggap selaku perbuatan Nabi yang hukumnya boleh dilakukan. Contoh, saat nabi mendiamkan orang yang mengkonsumsi hewan dhab (sebangsa biawak). Dengan perilaku membisu Nabi itu berarati boleh hukumnya meamakan daging tersebut. Karena seandainya haram tentu Nabi tidak diam, tentu ia melarangnya. Contoh lain, saat Nabi menepuk dada Muadz bin jabal sehabis diutus oleh Nabi ke negri yaman yang pertanda bahwa nabi membenarkan semua yang dibilang  oleh Muadz bin jabal seraya berkata “Segala puji bagi Allah yang sudah menampilkan pertolongan terhadap delegasi Rasul-Nya”.[4]



[1] An-Nawawi, Tadrib Ar-Rawi, hlm. 5.
[2] Ahmad Umar Muhammad, As-Sunnah  An-Nabawiyyah...hlm. 17
[3] Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Damaskus: Daar al-Fikr,tt), hlm. 105.
[4] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Mesir: Maktabah al-Dakwah al-Islamiyah,tt), hlm. 37.

Related : Makna Sunnah

0 Komentar untuk "Makna Sunnah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)