Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Sejak bergulirnya reformasi pertengahan tahun 1998, sudah terjadi gelombang perubahan dalam segala sendi kehidupan, baik kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Perubahan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikala ini merupakan perubahan terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini penggunaan pradigma sentralistik terjadi perubahan orientasi menuju paradigma desentralistik. Perubahan orientasi paradigma ini diberlakukan lewat penetapan perundang-undangan mengenaai Pemerintah Daerah, yang lebih sering kita dengar dengan ungkapan otonomi daerah.
Perubahan orientasi paradigma tersebut sudah melahirkan tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dinamis. Seluruh acara yang dilaksanakan condong menurut aspirasi setempat (kedinasan), sehingga sasaran dalam pengelolaan sekolah diinginkan lebih terjamin pencapaiannya.
Salah satu implementasi dari penerapan paradigma desentralisasi itu merupakan di sektor pendidikan. Sektor pendidikan selama ini terabaikan dan dianggap cuma selaku potongan dari acara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Akibatnya, sektor pendidikan dijadikan komoditas banyak sekali variabel di atas oleh para pengambil kebijakan, baik oleh administrator maupun legislatif di saat mereka menilai perlu mengangkat isu-isu kependidikan yang sanggup memajukan perhatian publik terhadap mereka. Memang ironis dan memprihatinkan di saat bangsa lain justru memunculkan pendidikan selaku leading sector pembangunannya, menuju keadilan dan kemakmuran masyarakatnya.
1

Pendidikan merupakan salah satu instrumen terpenting dalam kehidupan insan dan merupakan bentuk taktik budaya tertua bagi insan untuk menjaga berlangsungnya eksistensinya (Wahono 2000, hlm. iii). Oleh karenanya, upaya untuk memperbaiki dan memajukan kualitasnya mesti dilaksanakan secara terus menerus. Melalui pendidikan diinginkan pemberdayaan, kematangan, dan kemandirian serta mutu bangsa secara menyeluruh sanggup terwujud.


Dalam upaya kenaikan mutu sumber daya manusia, kita semua sepakat bahwa pendidikan memegang kiprah yang sungguh penting. Oleh alasannya merupakan itu, upaya untuk memajukan mutu insan Indonesia lewat pendidikan, dilaksanakan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, sesuai dengan keperluan yang makin mendesak. Salah satu pendekatan yang diseleksi di kala desentralisasi selaku alternatif kenaikan mutu pendidikan persekolahan merupakan pemberian otonomi yang luas di tingkat sekolah serta partisipasi penduduk yang tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dimengerti dengan versi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management.
MBS selaku terjemahan dari School Based Managment (SBM) merupakan sebuah pendekatan gampang untuk merancang pengelolaan sekolah dengan menyediakan kekuasaan terhadap Kepala Sekolah dan memajukan partisipasi penduduk dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang meliputi guru, Kepala Sekolah, orangtua siswa, dan penduduk (Fattah 2004, hlm.17). Dalam (Buku Panduan Depdiknas, 2003, hlm. 15) MBS didefenisikan sebagai:
Model tata kelola yang menyediakan otonomi lebih besar pada sekolah, menyediakan fleksibelitas atau keluwesan lebih besar pada sekolah untuk mengurus sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah memajukan partisipasi warga sekolah dan penduduk untuk menyanggupi keperluan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh alasannya merupakan itu, esensi MBS = otonomi sekolah + fleksibilitas+partisipasi untuk meraih sasaran mutu sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah yang bertanggung jawab lebih besar mesti diberikan terhadap Kepala Sekolah dalam pemanfaatan sumber daya dan pengembangan strategi-strategi berbasis sekolah sesuai dengan keadaan setempat. Kepala Sekolah, contoh kepemimpinannya sungguh menyeleksi terhadap perkembangan sekolah. Oleh alasannya merupakan itu, dalam pendidikan terbaru kepemimpinan Kepala Sekolah perlu memperoleh perhatian secara serius.
Berdasarkan paparan tersebut maka penulis memfokuskan permasalahan pada apakah pengelolaan sekolah dengan tata kelola berbasis sekolah sanggup memajukan mutu pendidikan

B.            Permasalahan
Dari pemaparan latar belakang di atas maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang sanggup dibahas berkenaan dengan apakah pengelolaan sekolah dengan tata kelola berbasis sekolah sanggup memajukan mutu pendidikan dalam aktivitas penulisan makalah/paper ini merupakan :
1.        Apakah yang dimaksud dengan MBS
2.        Apakah ciri-ciri MBS
3.        Apakah Paradigma Konsep MBS
4.        Apakah karakteristik MBS
5.        Bagaimana memajukan mutu pendidikan
6.        Apakah faktor-faktor yang mesti diamati dalam pelaksanaan MBS
7.        Apakah fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah

C.            Tujuan penulisan 
Adapun tujuan penulisan  makalah ini merupakan selaku berikut:
1.      Mengetahui pengertian MBS
2.      Mengetahui ciri-ciri MBS
3.      Mengetahui Paradigma Konsep MBS
4.      Mengetahui karakteristik MBS
5.      Mengetahui bagaimana memajukan mutu pendidikan
6.      Mengetahui faktor-faktor yang mesti diamati dalam pelaksanaan MBS
7.      Mengetahui fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah
8.      Memenuhi salah satu kiprah mata kuliah landasan manajemen








BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001, hlm. 160) “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah selaku hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan”. Manajemen Berbasis Sekolah potensial untuk memajukan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta tata kelola yang bertumpu di tingkat sekolah sehingga menjamin makin rendahnya kendali pemerintah pusat. Selain itu juga, makin meningkatnya otonomi untuk menyeleksi sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengurus sumber daya yang ada untuk berinovasi.
Sedangkan menurut E. Mulyasa (2005, hlm. 24) “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma gres pendidikan, yang menyediakan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Dengan adanya otonomi luas, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengurus sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap keperluan sekolah.
Menurut Sudarwan Danim (2006, hlm. 34) “Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sebuah proses kerja komunitas sekolah dengan cara mene-rapkan kidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk meraih tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu”. Sekolah memiliki otonomi pengelolaan kompleks sekolah, tempat untuk sanggup bikin keadaan sekolah yang efektif diinginkan partisipasi semua komunitas sekolah.
Dari ketiga usulan para jago tersebut sanggup dipahami bahwa Manajemen Berbasis Sekolah selaku desentralisasi kewenangan pengerjaan keputusan pada tingkat sekolah merupakan keperluan yang mesti dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan kenaikan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.
4

 


B.                Ciri-ciri Manajemen Berbasisi Sekolah ( MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap keperluan penduduk di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah sanggup dilihat dari sudut sejauh mana sekolah sanggup menaikkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia, proses belajar-mengajar dan sumber daya, menurut Focus on School dalam E. Mulyasa (2005, hlm. 30) mengemukakan ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah selaku berikut:
Tabel 1. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah
Aspek
Ciri- cirinya
Organisasi Sekolah
·   Menyediakan tata kelola organisasi kepemimpinan transformasional dalam meraih tujuan sekolah
·   Menyusun planning sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolah mandiri
·   Mengelola aktivitas operasional sekolah
·   Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah/ dan penduduk terkait (school community)
·   Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabel terhadap penduduk dan pemerintah)
Proses Belajar Mengajar
·   Meningkatkan mutu berguru siswa
·   Mengembangkan kurikulum yang tepat dan tanggap terhadap keperluan siswa dan penduduk sekolah
·   Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
·   Menyediakan acara pengembangan yang diinginkan siswa
·   Program pengembangan yang diinginkan siswa
Sumber Daya Manusia
·   Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang sanggup melayani keperluan semua siswa
·   Memilih staf yang memiliki pengetahuan tata kelola berbasis sekolah
·   Menyediakan aktivitas untuk pengembangan profesi pada semua staf
·   Menjamin kemakmuran staf dan siswa
Sumber daya dan Administrasi
·   Mengidentifikasikan sumber daya yang diinginkan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
·   Mengelola dana sekolah
·   Menyediakan sumbangan administrative
·   Mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas lainnya
·   Memelihara gedung dan fasilitas lainnya

C.                Paradigma Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tabel 1 ini akan menggambarkan contoh perubahan tata kelola pendidikan dari contoh lama, yakni contoh pendidikan sebelum dilaksanakannya otonomi pendidikan terhadap contoh baru, yakni contoh sehabis dilaksanakannya otonomi pendidikan (MBS).
Tabel 1
Dimensi-Dimensi perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola Lama
Menuju
Pola baru
Subordinasi
Pengambilan keputusan terpusat
Ruang gerak kaku
Pendekatan birokratik
Sentralistik
Diatur
Overregulasi
Mengontrol
Mengarahkan
Menghindari resiko
Gunakan duit semuanya
Individual yang cerdas
nformasi terpribadi
Pendelegasian
Organisasi herarkis
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
==> ==>
Otonomi
Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang gerak luwes
Pendekatan professional
Desentralistik
Motivasi diri
Deregulasi
Mempengaruhi
Memfasilitasi
Mengelola resiko
Gunakan duit seefisien mungkin
Teamwork yang cerdas
Informasi terbagi
Pemberdayaan
Organisasi datar

Sumber: Direktorat PLP Depdiknas, 2002: Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasisi Seklah (MPMBS) Pada contoh lama, kiprah dan fungsi sekolah lebih pada menjalankan acara dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan menjalankan acara kenaikan mutu yang dibentuk sendiri oleh sekolah. Sementara itu, pada contoh baru, sekolah memiliki kewenangan lebih besar dalam pengelolaan lembaga, pengambilan keputusan dilaksanakan secara partisipatif dan partisipasi penduduk makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengurus lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokratis, dan sebagainya. Pada dasarnya MBS dijiwai oleh contoh gres tata kelola pendidikan masa depan sebagaimana digambarkan pada tabel tersebut di atas.

D.                Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS)
MBS diartikan selaku wujud dari “reformasi pendidikan”, yang mengharapkan adanya perubahan dari keadaan yang kurang baik menuju keadaan yang lebih baik dengan menyediakan kewenangan (otoritas) terhadap sekolah untuk mempekerjakan dirinya. Menurut Fattah (2004, hlm.18) MBS pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu terhadap sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang sanggup memicu hilangnya fungsi tata kelola sekolah. Dalam konteks ini Mohrman, et al. (1993, hlm. 21) menatap MBS selaku sebuah pendekatan politik untuk meredesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke setempat stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam memajukan mutu pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan dengan jiwa dan semangat desentralisasi dan otonomi di sekeliling pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang menerapkannya. Jika mengatakan problem Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh alasannya merupakan itu karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah menampung secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Menurut E. Mulyasa (2003, hlm. 35) karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah sanggup diidentifikasi selaku berikut :
1)    Pemberian otonomi luas terhadap sekolah
2)    Tingginya partisipasi penduduk dan orang tua
3)    Kepemimpinan demokratis dan professional
4)    Teamwork yang kompak dan transparan
Secara eksplisit Bedjo Sujanto ( 2007, hlm. 34) menerangkan karakteristik MBS selaku berikut :
Tinjauan input pendidikan
1)      Siswa : selaku masukan utama;
2)      Memeliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas;
3)      Sumberdaya tersedia dan siap;
4)      Staf yang kompeten dan pengabdian tinggi;
5)      Memiliki prospek prestasi yang tinggi;
6)      Fokus pada konsumen (siswa/masyarakat);
7)      Input manajmen : kiprah jelas, planning rinci dan sistematis, acara kerja, hukum jelas, pengendalian mutu yang jelas.
Tinjauan proses pendidikan
1)        Proses belajar-mengajar yang efektif;
2)        Kepemimpinan sekolah yang kuat;
3)        Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
4)        Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
5)        Sekolah memiliki budaya mutu;
6)        Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
7)        Sekolah memiliki kewenagan/kemandirian;
8)        Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat;
9)        Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;
10)    Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (secara psikologis dan fisik);
11)    Sekolah menjalankan penilaian dan perbaikan secara berkelanjutan;
12)    Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan;
13)    Mampu memelihara dan membuatkan komunikasi yang baik;
14)    Sekolah memiliki akuntabilitas publik yang kuat.
Tinjauan output pendidikan
1)        Prestasi siswa yang tinggi : selaku hasil PMB yang bermutu;
2)        Prestasi sekolah (akdemik dan non akademik);
Menurut Ibrahim Bafadal (2006, hlm. 86-87), terdapat tiga karakteristik kunci MBS, selaku berikut : Pertama, kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berafiliasi kenaikan mutu pendidikan didesentalisasikan terhadap para stakeholder sekolah. Kedua, tata kelola kenaikan mutu pendidikan meliputi keseluruhan faktor kenaikan mutu pendidikan, meliputi keuangan, kepegawaian, fasilitas dan prasarana, penerimaan siswa gres dan kurikulum. Ketiga, meskipun keseluruhan tata kelola kenaikan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, tetapi diinginkan regulasi yang menertibkan fungsi kendali pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah dipersiapkan selaku bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Menurut Mulyasa (2004, hlm. 36) ”Karakteristik MBS bisa dimengerti antara lain dari bagaimana sekolah sanggup menaikkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta tata cara tata kelola secara keseluruhan”.
Dari beberapa usulan di atas sanggup dipahami bahwa secara substansial karakteristik MBS merupakan pemberian otonomi yang luas terhadap sekolah, partisipasi penduduk dan orang renta peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional.

E.                 Peningkatan Mutu Pendidikan
Menurut Ace Suryadi dan HAR Tilaar (1993, hlm. 159) mutu pendidikan diartikan selaku “kemampuan forum pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk memajukan kesanggupan berguru seoptimal mungkin.” Mutu pendidikan hingga kini masih tetap dicicipi selaku tantangan. Upaya kenaikan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan gres menjamah segi teknis dari pendidikan. Masalah upaya kenaikan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak permulaan Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama, belum menampakkan kesuksesan yang optimal.
Hasil pendidikan dipandang berkualitas jikalau bisa melahirkan keistimewaan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus pada satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan acara pembelajaran tertentu.
Kedewasaan dalam melakukan pekerjaan menjadi ciri dari tata kelola sekolah yang bermutu. Tenaga akademik dan staf administratif melakukan pekerjaan bukan alasannya merupakan diancam, diawasi, atau diperintah oleh pimpinan atau atasannya melainkan melakukan pekerjaan alasannya merupakan memiliki rasa tanggung jawab akan kiprah pokok dan fungsinya.

F.                 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Depdiknas dalam Mulyasa (2004, hlm. 38) menyatakan bahwa “terdapat empat faktor penting yang mesti diamati dalam implementasi MBS yakni : kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, tata cara informasi, serta tata cara penghargaan”.
a) Kekuasaan yang dimiliki sekolah
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berhubungan dengan kebijakan daripada tata cara tata kelola pendidikan yang dikelola oleh pusat. Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana MBS diterapkan. Pemberian kekuasaan secara utuh menyerupai dituntut MBS sulit dipercayai dilaksanakan sekaligus, tetapi membutuhkan proses transisi dari tata kelola terpusat ke MBS. Kekuasaan lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara demokratis, antara lain dengan melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang renta peserta didik membentuk pengambil keputusan dalam hal berkaitan dengan tugasnya, menjalin koordinasi dengan penduduk dan dunia kerja.
Terkait dengan kekuasaan yang dimiliki sekolah maka tipe kepemimpinan transformasional diinginkan bisa mendukung implementasi MBS alasannya merupakan ciri-ciri kepemimpinan transformasional sejalan dengan gaya tata kelola versi MBS.
Menurut Nurkolis (2005, hlm. 173) “Ciri-ciri tersebut, pertama jalannya organisasi yang tidak digerakkan birokrasi, tetapi oleh kesadaran pribadi. Kedua para pelaku memprioritaskan kepentingan organisasi dan bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin”.Sudarwan Danim (2003, hlm. 54) menyatakan bahwa, “Seorang kepala sekolah disebut menerapkan kepemimpinan transformasional jikalau ia bisa merubah energi sumber daya baik manusia, instrumen, maupun suasana untuk meraih tujuan-tujuan reformasi sekolah”.
b) Pengetahuan dan keterampilan
Kepala sekolah beserta seluruh warganya (guru-gurunya) selalu berguru untuk memajukan pengetahuan dan keterampilannya secara berkesinambungan.
c) Sistem keterangan yang jelas
Sekolah yang menjalankan MBS perlu memiliki keterangan yang terang ihwal acara yang netral dan transparan, alasannya merupakan dari keterangan tersebut seseorang akan mengenali keadaan sekolah. Informasi ini sungguh penting untuk dimiliki sekolah, antara lain berhubungan dengan kesanggupan guru, prestasi peserta didik, kepuasan orang renta dan peserta didik, serta visi dan misi sekolah yang menjadi nilai jual.
d) Sistem penghargaan
Sekolah yang menjalankan MBS perlu menyusun tata cara penghargaan bagi warganya (guru-gurunya) yang berprestasi, utamanya untuk mendorong karirnya. Sistem ini diinginkan bisa memajukan motivasi dan produktivitas kerja kelompok warga sekolah.

G.                Fungsi-Fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Adanya perubahan dimensi pendidikan yang dilaksanakan besar lengan berkuasa terhadap perubahan kewenangan pengerjaan keputusan. Keputusan-keputusan yang didesentalisasikan merupakan yang secara eksklusif besar lengan berkuasa pada siswa.
Secara luas sumber daya yang didesentalisasikan menurut Candoli, Caldwell dan Spink dalam Ibtisam (2003, hlm. 19) meliputi : “Pengetahuan (knowledge), teknologi (technology), kekuasaan (power), material (material), insan (people), waktu (time), keuangan (finance)”. Bedjo Sujanto (2007, hlm. 36) menyatakan bahwa aspek-aspek yang sanggup didesentralisasikan ke sekolah meliputi : 1) penyusunan rencana dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan ongkos pendidikan. Lebih lanjut Ace Suryadi (1991, hlm. 10) menyebutkan bahwa “MBS mengandung makna selaku tata kelola partisipatif yang melibatkan kiprah serta masyarakat, sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil merupakan kebijakan dan keputusan bersama, untuk meraih kesuksesan bersama”. Kebijakan dan keputusan yang diambil secara partisipasif oleh semua warga sekolah meliputi :
1). Penyusunan planning dan program
Sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah bertanggung jawab dalam menyeleksi kebijakan sekolah dalam menjalankan kebijakan pendidikan sesuai dengan arah kebijakan pendidikan yang sudah diputuskan oleh pemerintah. Sebagai penyelenggara dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional, sekolah-sekolah bertugas untuk menjabarkan kebijakan pendidikan nasional menjadi program-program operasional penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah.
2). Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
Sebagai pelaksana pendidikan yang otonom, sekolah berperan dalam menyusun RAPBS setiap final tahun pemikiran untuk digunakan dalam tahun pemikiran berikutnya. Program-program yang sudah dirumuskan untuk satu semester atau satu tahun pemikiran ke depan perlu dituangkan dalam kegiatan-kegiatan serta anggarannya masing-masing sesuai pos-pos pengeluaran pendidikan di tingkat sekolah. Di segi pendapatan, seluruh jenis dan sumber pemasukan yang diperoleh sekolah setiap tahun mesti dituangkan dalam RAPBS. Dari segi belanja sekolah, seluruh jenis pengeluaran untuk aktivitas pendidikan di sekolah mesti dimengerti bareng oleh pihak sekolah maupun pihak Komite Sekolah, sesuai dengan planning dan acara yang sudah disusun bersama. Mekanisme ini diinginkan untuk memperkecil penyalahgunaan baik dalam pemasukan maupun dalam pengeluaran sekolah sehingga budget resmi pendidikan di sekolah menjadi bertambah serta pendayagunaannya makin efisien.
3).  Pelaksanaan acara pendidikan
Sekolah-sekolah diberikan potensi seluas-luasnya untuk mengurus dan menertibkan pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah sesuai dengan paradigma MBS. Pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah dalam tempat yang berlainan dimungkinkan untuk menggunakan tata cara dan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kepala sekolah diberikan kebebasan untuk mengurus pendidikan dengan jalan mengadakan serta mempergunakan sumber daya pendidikan sendiri-sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan dan persyaratan yang ditetapkan pusat.
4).  Akuntabilitas pendidikan
Di kala demokrasi dan partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak cuma terletak pada pemerintah, tetapi bahkan mesti lebih banyak pada penduduk selaku stakeholder pendidikan. Disini komite sekolah sanggup menyodorkan kekecewaan para orang renta murid akan rendahnya prestasi yang diraih oleh sebuah sekolah.
Memperhatikan beberapa usulan di atas sanggup dipahami bahwa fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi 1) penyusunan rencana dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan ongkos pendidikan, 7) Pelayanan terhadap Siswa 8) Interaksi Sekolah dan Masyarakat 9) Pengelolaan keadaan Sekolah yang lebih kondusif.






BAB III
PENUTUP

A.                Simpulan
Manajemen Berbasis Sekolah selaku desentralisasi kewenangan pengerjaan keputusan pada tingkat sekolah merupakan keperluan yang mesti dilaksanakan dalam rangka reformasi pendidikan dan upaya-upaya perbaikan kenaikan keefektifan proses pembelajaran dan ini merupakan salah satu reorientasi penyelenggaraan pendidikan.
Karakteristik MBS pemberian otonomi luas terhadap sekolah, partisipasi penduduk dan orang tua, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, dan team work yang kompak dan transparan. Faktor yang terpenting dalam MBS merupakan : Kekuasaan yang dimiliki sekolah, pengetahuan dan keterampilan, tata cara keterangan yang jelas, dan tata cara penghargaan.
Selanjutnya fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah meliputi 1) penyusunan rencana dan penilaian acara sekolah, 2) pengelolaan kurikulum, 3) pengelolaan proses berguru mengajar, 4) pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, 6) pengelolaan ongkos pendidikan, 7) Pelayanan terhadap Siswa 8) Interaksi Sekolah dan Masyarakat 9) Pengelolaan keadaan Sekolah yang lebih kondusif.
Demikian makalah yang sederhana ini sanggup penulis ketengahkan, yang tentunya masih ada kehabisan dan kelemahan. Kepada Dosen pengampu mata kuliah Total Qualitty Management (Manajemen Mutu Terpadu) kami haturkan terima kasih.

B.                Saran
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu tata kelola yang sanggup digunakan dalam memajukan mutu pendidikan maka perlu adanya pendalaman dan pengertian dengan membaca rujukan lain biar lebih paham dan mengerti.

14

                                                                           
DAFTAR PUSTAKA


·      Wahono, F. (2000). Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
·      Nanang Fattah. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quaraisy.
·      Fasli Jalal dan Dedi Supriadi.(2001). Reformasi Pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah. Yogjakarta: Adicita.
·      E. Mulyasa. (2005). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
·      Sudarwan Danim. (2006).  Visi Baru Manajemen Sekolah, dan unit Birokrasi ke Lembaga Akademik.  Jakarta: Bumi Aksara
·      ____________,(2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.
·      Nanang Fattah, (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Bani quraisy
·      Mohrman, Susan Albert, Wohlstetts, and Associated (1993). School Based Management: Organizing for High Performance. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
·      E. Mulyasa. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan  Implementasi. Bandung: Rosdakarya.
·      Bedjo Sujanto.(2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan Sekolah di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Sagung Seto.
·      Ibrahim Bafadal. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
·      E. Mulyasa. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
·      H. A. R. Tilar. (1993). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
·     

15
Nurkolis. (2005). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.
·      Sudarwan Danim. (2003). Menjadi Komunitas Pembelajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
·      Btisam Abu Duhou. (2003). School Based Management. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
·      Suryadi, Ace. (1991). Biaya dan Keuntungan Pendidikan, Mimbar Pendidikan. No 1 Tahun X April. Bandung: IKIP.



Related : Manajemen Berbasis Sekolah

0 Komentar untuk "Manajemen Berbasis Sekolah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)