School Improvement Dan Benchmarking

A.    School Improvement

Jika diartikan secara kata, improvement ialah bahasa Inggris yang bermakna perbaikan. Sehingga school improvement diartikan selaku perbaikan sekolah. Kajian kenaikan sekolah (school improvement) yang pada mulanya mengkaji bagaimana meningkatkan mutu pendidikan dalam tataran gampang proses pembelajaran dan kondisi yang terkait dengannya. Pada perkembangan selanjutnya perumpamaan improvement ini tidak cuma difokuskan pada proses di kelas saja, tetapi bergerak ke arah yang lebih luas dan mendalam pada semua aneka macam macam tujuan pendidikan (Bollen, 1996: 3).
Menurut jurnal terbuat oleh Zaenal Alimin, school improvement sama dengan perbaikan mutu sekolah, salah satu gerakan di negara meningkat yakni dengan mengiklankan pendidikan dasar untuk semua, yakni memberi potensi terhadap semua anak untuk mencar ilmu pendidikan dasar di sekolah (meningkatkan akses). Akan tetapi kalau cuma sekedar memberi potensi terhadap anak untuk mendapat pendidikan di sekolah yakni langkah-langkah yang membuang-buang waktu, tenaga dan sumber daya saja kecuali apa yang terjadi di sekolah bermanfaat, berhubungan dangan masyarakat, efektif dan cocok dengan keperluan anak. Dengan kata lain pendidikan mesti berkualitas.
Upaya yang Dilakukan dalam Schools Improvement
Masalah-masalah
Solusi-solusi
Pembelajaran yang buruk: terlalu ketat, mutu training guru yang buruk, tidak responsive terhadap keperluan anak
Memberikan pinjaman terhadap guru menjadi reflekstif dan aktif: pelataihan guru ditempat kerja (di sekolah)
Anak pasif-tidak didorong mencar ilmu secara akrif, Jumlah murid sungguh banyak dalam satu kelas. Banyak anak yang dropout
Mengembangkan jalinan yang memiliki pengaruh antara sekolah dan masyarakat, menggunakan metode partisipatori dalam pembelajaran.
Membaca permulaan dan keahlian dasar tidak diajarkan dengan memadai
Memperkenalkan metodologi pembelajaran berpusat pada anak dan mencar ilmu aktif. Melibatkan anak dalam memecahkan masalah
Sekolah tidak berhubungan dengan kehidupan dalam masyarakat-tidak bermitra dengan tantangan kehidupan
Menciptakan system yang fleksibel yang mampu menyesuaikan diri terhadap pergantian dengan pinjaman jaringan yang luas. Menyesuaikan system terhadap anak bukan anak terhadap system.
Sistem yang kaku dan tidak sempurna selaku warisan penjajah dan tekanan dari Negara donor
Belajar dari dari kesuksesan pendidikan non/in formal, mendesain kurikulum sesuai dengan keperluan penduduk dengan membuka potensi yang luas
Tidak sanggup menanggapi terhadap tekanantekan yang mutakhir; konflik, suasana pengungsi, gap antara kaya-miskin
Kekurangan fasilitas fisik; Gedung, alatalat, dan sanitasi yang buruk
Melibatkan masyarakat, LSM local dan pemerintah dalam pengadaan infrastuktur yang memadai.
Enam hal yang perlu diamati dalam school improvement, yaitu:
a.       Gunakan praktik pembelajaran yang efektif dan bikin iklim sekolah yang kolaboratif untuk meningkatkan mencar ilmu siswa.
b.      Periksa pekerjaan siswa dan data untuk mendorong arahan dan pengembangan profesional.
c.       Investasi dalam pengembangan profesional untuk meningkatkan instruksi.
d.      Berbagi kepemimpinan untuk menjaga perbaikan instruksional
e.       sumber Focus untuk mendukung kenaikan pembelajaran.
f.       Partner dengan keluarga dan penduduk untuk mendukung pembelajaran siswa
Penelitian efektivitas sekolah sudah berupaya untuk mendapatkan faktor-faktor pendidikan yang efektif yang sanggup diperkenalkan atau diubah dalam pendidikan lewat perbaikan sekolah. Sekolah dengan budaya yang menguntungkan untuk perbaikan akan mulai dan melanjutkan upaya perbaikan lebih gampang ketimbang sekolah yang terus-menerus menjajal untuk menyingkir dari pergantian dan takut perbaikan. Itu budaya perbaikan sanggup dianggap selaku dasar dari semua proses perbaikan dalam sekolah. Ada sembilan faktor yang berkontribusi terhadap budaya kenaikan dari sekolah:
a.       tekanan internal untuk meningkatkan perbaikan
b.      Otonomi dipakai oleh sekolah-sekolah
c.       visi bareng
d.      kesediaan untuk menjadi organisasi mencar ilmu
e.       Riwayat perbaikan
f.       kepemilikan
g.      Kepemimpinan
h.      Stabilitas Staf
i.        Waktu
Beberapa sekolah menilai perbaikan selaku bencana diskrit. Setiap kali kendala muncul, itu yakni ditangani, namun setelah bisnis yang berjalan menyerupai biasa. Sekolah-sekolah ini memegang persepsi statis penambah baikan. Sekolah lebih dinamis akan memikirkan perbaikan selaku proses yang berkesinambungan dan selaku bab dari kehidupan sehari-hari. Upaya perbaikan yang terus menerus, siklus oleh alam, dan tertanam dalam Proses yang lebih luas pengembangan sekolah secara keseluruhan dan mungkin disebut menyerupai itu. Meskipun proses perbaikan akan jarang bergerak rapi dari satu tahap ke tahap berikutnya, ada tahap diidentifikasi dengan terang dalam semua proses perbaikan yang sukses. tahap ini mungkin tumpang tindih atau kembali beberapa kali sebelum siklus sarat perbaikan yakni di ujungnya. Perencanaan misalnya akan sering tidak menjadi aktivitas satu-off yang berjalan relatif permulaan dalam proses perbaikan, tetapi planning akan terus kembali ke dan diadaptasi secara terus menerus. Hal ini utamanya terjadi untuk Upaya perbaikan yang kompleks yang melibatkan banyak anggota staf. Ada lima faktor / tahapan proses perbaikan:
a.       penilaian keperluan perbaikan
b.      diagnosis perbaikan keperluan dan pengaturan tujuan rinci
c.       perencanaan aktivitas perbaikan
d.      Implementasi
e.       evaluasi dan refleksi

B.     Benchmarking

1.      Konsep Dasar

Kasim (2005:99)  menyatakan bahwa benchmarking yakni suatu rangkaian kerja yang termasuk identifikasi, pemahaman, pembandingan, dan pembiasaan suatu tatacara atau proses atau mekanisme terbaik atau yang dianggap istimewa, baik dari unit kerja lain dalam organisasi yang serupa maupun dari organisasi luar yang dilaksanakan selaku upaya untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja. Konsep benchmarking ini tidak berdiri sendiri melainkan bab yang terpadu dengan praktek administrasi yang lain dalam proses perbaikan kinerja, menyerupai TQm (Total Quality Management), ataupun dalam upaya perubahan. Esensi dari benchmarking ini yakni penunjang pergerakan dari suatu kondisi permulaan yang masih membutuhkan penyempurnaan, ke kondisi yang dipandang lebih baik, lewat perbandingan proses atau mekanisme yang berjalan diantara unit kerja yang berbeda. Perbandingan dilaksanakan terhadap parameter-parameter tertentu, misalnya dalam bisnis produk dan jasa sanggup dilaksanakan dengan mengajukan beberapa pertanyaan, yaitu:
a.       Berapa jumlahnya
b.      Bagaimana mutunya
c.       Bagaimana tingkat relaibilitasnya
d.      Bagaimana proses pelaksanaannya
e.       Berapa biayanya
Dengan mempelajari organisasi lain, dan menganalisa respon pertanyaan sanggup diukur posisi relatif kinerja organisasi sendiri. Sebagai hasilnya, perbaikan dengansasaran gres baru organisasi sanggup disusun, dan tata cara yang lebih baik sanggup diterapkan, yang pada gilirannya akan menampilkan kepuasan terhadap semua pihak alasannya yakni adanya perbaikan kualitas, biaya, produksi, dan pelayanan yang terlaksana.
Benchmarking yakni pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya terhadap persyaratan ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut. Dengan melaksanakan atau lewat benchmarking, suatu organisasi sanggup mengenali sudah seberapa jauh mereka dibandingkan dengan yang terbaiknya. Benchmarking yakni suatu aktivitas untuk menentukan persyaratan dan sasaran yang mau diraih dalam suatu periode tertentu. Benchmarking sanggup diaplikasikan untuk individu, kelompok, organisasi ataupun lembaga. Ada sebagian orang menerangkan benchmarking selaku uji persyaratan mutu. Maksudnya yakni menguji atau membandingkan persyaratan mutu yang sudah ditetapkan terhadap persyaratan mutu pihak lain, sehingga juga timbul perumpamaan rujuk mutu.
Secara biasa benchmarking dipakai untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan dan persyaratan akademik. Benchmarking sanggup ialah perbandingan antara proses dan metode yang sudah dirancang tersebut dengan fungsi pendidikan tinggi yang mesti dilaksanakan semua PT. Dalam banyak cara dan bentuk, bahkan mungkin tanpa disadarinya, banyak forum pendidikan utamanya pendidikan tinggi sudah selalu bergelut dengan benchmarking. Mereka selalu sudah membandingkan diri mereka dengan kolega dan PT lain, dibarengi pengharapan kenaikan pada jumlah mahasiswa yang diterima, dana yang diterima, nilai akreditasi, dan prestise.
Perguruan tinggi sebenarnya sudah usang memiliki tradisi knowledge-sharing (berbagi pengetahuan) yang direalisasikan lewat pertemuan-pertemuan ilmiah, seminar, publikasi, mailinglist, dan aktivitas bareng lainnya. Benchmarking sebenarnya bukanlah barang baru, alasannya yakni kenyataannya selama ini sudah dijalankan, mungkin istilahnya saja yang gres timbul belakangan ini.
Benchmarking bukanlah meng-copy atau menjiplak. Ini yakni proses mempelajari, mengamati orang lain atau organisasi lain dan mengadaptasi praktik-praktik baik mereka untuk sanggup dipraktekkan dalam organisasi sendiri. Lebih ketimbang sekedar penetapan tujuan, benchmarking dipergunakan untuk mengerti proses yang dipakai untuk meraih hasil-hasil yang terbaik tersebut.
Pertama-tama benchmarking mesti melibatkan observasi dan pengertian wacana mekanisme kerja internal sendiri, kemudian mencari ”praktik terbaik” pada organisasi atau forum lain, kemudian mencocokkannya dengan yang sudah diidentifikasi dan akhirnya mengadaptasi praktik-praktik itu dalam organisasinya sendiri untuk meningkatkan kinerjanya. Pada dasarnya, benchmarking yakni suatu cara mencar ilmu dari orang lain secara sistematis, dan merubah apa kita kerjakan.
Tiga pertanyaan fundamental yang mau dijawab oleh proses benchmarking adalah:
1.      Seberapa baik kondisi kita sekarang? (Evaluasi Diri)
2.      Harus menjadi seberapa baik? (Target)
3.      Bagaimana cara untuk meraih yang bagus tersebut? (Rencana Tindakan)

2.      Manfaat Benchmarking

Benchmarking ialah salah satu proses pergantian yang lebih menyaksikan pada proses dan mekanisme tatalaksana kerja yang ada diluar organisasi sendiri, benchmarking lebih menolong memusatkan perhatian ke kondisi organisasi eksternal, dan mempergunakan pemberitahuan yang diperoleh untuk meningkatkan kinerja organisasi sendiri. Kasim (2005:99) menyatakan bahwa ada laba yang diberikan benchmarking pada organisasi, yaitu:
a.       Memungkinkan setiap orang menyaksikan kondisi diluar organisasi
b.      Menumbuhkan pengertian terhadap kinerja yang lebih baik
c.       Menentukan kinerja yang mesti dicapai
d.      Memperbaiki proses
e.       Membantu mempercepat dan mengurus perubahan

3.      Tipe Benchmarking

Dalam tipe benchmarking, Kasim (2005:99) menentukannya tergantung terhadap siapa/kemana praktek bisnis diperbandingkan, yaitu:
a.       Internal
Internal benchmarking yakni pembandingan yang dilaksanakan terhadap metode atau tatalaksana proses yang sama-sama dilaksanakan oleh dua atau lebih unit kerja dalam organisasi yang sama, dengan tingkat efektfitas hasil yang berbeda. Internal benchmarking yakni tipe yang paling gampang dilaksanakan alasannya yakni data-data dari praktik.proses yang dibandingkan gampang didapat secara tak terbatas, tanpa hambatan “kerahasiaan dan kepercayaan”. Internal benchmarking juga meningkatkan komunikasi dua arah yang membentuk suatu sinergitas yang positif.
b.      Competitive
Dalam dunia bisnis, kompetisi ialah hal yang biasa dan mesti ada. Dengan mengungguli persaingan, laba akan meningkat dan hasilnya tak satupun perusahaan yang tidak punya saingan. Dalam Competitive benchmarking, pembandingan dilaksanakan dengan metode atau tatalaksana proses yang sama-sama dilaksanakan oleh dua atau lebih tubuh kerja keras yang bersaingan (yang memiliki produk atau bisnis yang sama) dengan tingkat efektivitas hasil (mutu, waktu, biaya) yang berbeda. Competitive benchmarking baik dengan cara tidak pribadi atau melaksanakan kunjungan terhadap tentangan akan menghadapi halangan yang menyangkut masalah-masalah “rahasia perusahaan dan kompetisi usaha”.  Sehingga Competitive benchmarking lebih gampang dilaksanakan pada perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Karena umumnya pemberitahuan perusahaan besar sanggup dipelajari lewat publikasi biasa atau publikasi perkumpulan industri ataupun lewat survey observasi oleh biro-biro konsultan.
c.       Noncompetitive
Suatu perusahaan sanggup juga mempelajari suau proses yang ingin diperbaiki dengan mengukur dan membandingkan:
1)      Proses terkait pada organisasi bukan saingan
2)      Proses terkait pada industri yang berbeda, ataupun
3)      Proses yang takberkaitan pada industri yang berbeda
Suatu laba dari noncompetitive benchmarking yakni gampangnya mendapat pemberitahuan yang dikehendaki dan gampangnya adopsi proses gres yang dijumpai di organisasi yang di benchmark. Banyak proses yang sama, yang sanggup dijumpai diantara insudtri atau organnisasi yang berlainan bidang usahanya. Sebagai teladan proses penagihan dari suatu biro aturan sanggup dibenchmark dengan proses penagihan dari biro iklan atau biro akuntansi.
d.      World class
World class atau best practice ialah upaya benchmarking yang sungguh ambisius, dimana dilaksanakan pembandingan terhadap proses yang dilaksanakan suatu organisasi/badan kerja keras yang memiliki reputasi kelas dunia. Organisasi yang di benchmark tidak perlu organisasi sejenis dengan organisasi penilai, dan tidak perlu ialah organisasi yang “berprestasi baik secara keseluruhan” tetapi mesti ialah organisasi yang “diakui unggul didalam melaksanakan proses tertentu”. Walaupun World class atau best practice sungguh ambisius, implementasi tindak lanjut upaya perbaikannya belum pasti membutuhkan upaya sungguh besar.

4.      Catatan Benchmarking

Benchmarking kadang kala dipakai untuk mendorong organisasi ke upaya perbaikan yang berkesinambungan dan menumbuhkan suasana aman bagi perubahan. Pelajaran yang diambil dari benchmarking yakni kekecewaan dan melaksanakan perjalanan “pembelajaran dan penemuan”. Kasim (2005:105) menerangkan mengenai beberapa catatan yang dijadikan pegangan dalam mengerti benchmarking, yaitu:
a.       Benchmarking bukan ialah pencontekan atau penjiplakan alasannya yakni meskipun proses benchmarking termasuk observasi dan pembelajaran dari pihak lain, tetapi pelaksanaannya hasilnya sepenuhnya tergantung terhadap kondisi organisasi yang melaksanakan benchmarking.
b.      Pemanfaatan benchmarking tidak terbatas pada upaya perbaikan proses manufakur saja tetapi juga berfaedah untuk memperbaiki proses, apakah itu proses penggajian, proses kenaikan mutu,atau dalam hal pengahrgaan karyawan bahkan sanggup dibilang berfaedah dalam seluruh aspek-aspek budaya organisasi.
c.       Pemanfaatan benchmarking dalam upaya perbaikan kinerja, bukan suatu upaya yang sekali pukul pribadi jadi, melainkan suatu perjalan dari pembelajaran dan penemuan yang berkesinambungan. Ditambah dengan observasi makin banyak yang sanggup dipelajari dan diambil manfaatnya.

5.      Pendekatan Benchmarking

Benchmarking ialah anjuran penunjang yang sungguh berkhasiat untuk meraih kinerja yang terbaik. Namun pemanfaatan teknik benchmarking mesti dipersipakan secara waspada alasannya yakni teknik benchmarking sanggup menjadi suatu investasi yang mahal, dengan tingkat pengembalian investasi (return on investment) yang sungguh rendah, kalau dilaksanakan secara tidak terorganisir, tidak terpola dan tidak terarah dengan baik.
Upaya-upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja umumnya dilaksanakan secar asistematis bertumpu pada prinsip PDCA-nya Deming, menyerupai yang dipakai dalam Total Quality Management, sudah melahirkan banyak sekali kombinasi cara pendekatan perbaikan kinerja dnegan teknik benchmarking. Kasim (2005:106) menerangkan bahwa ada lima tahapan yang dilaksanakan dalam kenaikan kinerja dengan teknik benchmarking dan setiap tahapannya mesti ditanggulangi sepenuhnya sebelum melaksanakan tahapan selanjutnya, adapun tahapannya adalah:
a.       Tahap inisiasi
Dalam tahap ini, dimulai dengan menegaskan perlunya kenaikan kinerja dan peng-sosialisasiannya. Menentukan proses yang perlu penyempurnaan, mengerti secara rinci pelaksanaan proses yang perlu penyempurnaan tersebut dan menentukan siapa yang diikutkan dalam golongan kerja tim
b.      Tahap penyusunan rencana benchmarking
Tahap penyusunan rencana benchmarking ini termasuk pemunculan ide-ide tantang bagaimana perbaikan semestinya dilaksanakan dan bagaimana menterjemahkan ide-ide tersebut menjadi alat dalam pelaksanaan benchmarking terhadap instritusi yang dipilih, yang meliputi:
1)      Penentuan tingkat benchmarking yang mau dilaksanakan
2)      Pemilihan unit kerja yang mau menjadi objek benchmarking
3)      Penyiapan metode dan fasilitas benchmarking
c.       Tahap penelitian, pengumpulan data benchmarking
Setelah penyusunan rencana pelaksanaan benchmarking diselesaikan, maka pengumpulan data yang dikehendaki sanggup dilaksanakan. Pelaksanaannya sedapat mungkin sesuai dengan yang sudah direncanakan, sopan santun pelaksanaan observasi menjadi kunci kesuksesan pada tahap ini.
d.      Tahap pemanfaatan data hasil benchmarking
Tahap pemanfaatan data hasil hasil benchmarking ini dilaksanakan pada tahap penyusunan rencana dan pelaksanaan dalam upaya pergantian ataupun upaya penyelesaian masalah.
e.       Tahap pengembangan lebih lanjut pemanfaatan benchmarking
Proses benchmarking ialah pengulangan. Setiap perkembangan mesti dipantau dan dikaji ulang, dan setiap proses yang mengikuti mesti mempergunakan hasil yang diperoleh sebelumnya.

6.      Proses Benchmarking

Proses benchmarking umumnya berisikan enam langkah yaitu:
a.       Menentukan Apa yang Akan Di-benchmark
Hampir segala hal sanggup di-benchmark: suatu proses usang yang membutuhkan perbaikan; suatu permasalahan yang membutuhkan solusi; suatu perancangan proses baru; suatu proses yang upayaupaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Perlu dibikin suatu Tim Peningkatan Mutu yang mau mengevaluasi proses dan permasalahannya. Tim ini akan mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya, dan masukan (input) serta keluarannya (output).
b.      Menentukan Apa yang Akan Diukur
Ukuran atau persyaratan yang diseleksi untuk dilaksanakan benchmarknya mesti yang paling kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan kenaikan mutu. Tim yang bertugas me-review elemen-elemen dalam proses dalam suatu denah alir dan melaksanakan diskusi wacana ukuran dan persyaratan yang menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran yakni misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan, dan kemungkinankemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini maka permintaan atau keperluan (requirements) mereka mesti dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap ini. Tim yang bertugas sanggup pula melaksanakan wawancara dengan pihak yang berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang selaku pelanggan) wacana permintaan dan keperluan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan permintaan tersebut terhadap ukuran dan persyaratan kinerja proses. Tim kemudian menentukan ukuran-ukuran atau persyaratan yang paling kritis yang mau secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga diseleksi pemberitahuan menyerupai apa yang dikehendaki dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking.
c.       Menentukan terhadap Siapa akan Dilakukan Benchmark
Tim Peningkatan Mutu kemudian menentukan organisasi yang mau menjadi tujuan benchmarking ini. Pertimbangan yang perlu yakni pastinya menentukan organisasi lain tersebut yang memang dipandang memiliki reputasi baik bahkan terbaik dalam klasifikasi ini.
d.      Pengumpulan Data/Kunjungan
Tim Peningkatan Mutu menghimpun data wacana ukuran dan persyaratan yang sudah diseleksi terhadap organisasi yang mau dibenchmark. Pencarian pemberitahuan ini sanggup dimulai dengan yang sudah dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi, survei pasar, survei pelanggan, jurnal, majalah dan lain-lain. Barangkali juga ada forum yang menawarkan bank data wacana benchmarking untuk beberapa faktor dan klasifikasi tertentu. Tim sanggup juga mendesain dan mengantarkan kuesioner terhadap forum yang mau di-benchmark, baik itu ialah satu-satunya cara mendapat data dan pemberitahuan atau selaku pendahuluan sebelum nantinya dilaksanakan kunjungan langsung. Pada ketika kunjungan pribadi (site visit), tim benchmarking mengamati proses yang menggunakan ukuran dan persyaratan yang berhubungan dengan data internal yang sudah diidentifikasi dan dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan lebih baik kalau ada beberapa obyek atau proses yang dikunjungi sehingga pemberitahuan yang didapat akan lebih lengkap. Asumsi yang perlu dikenali yakni bahwa organisasi atau forum yang dikunjungi memiliki prospek yang serupa untuk mendapat pemberitahuan yang sejenis dari forum yang mengunjunginya yakni adanya prospek timbal balik untuk saling mem-benchmark.
Para pelaku benchmarking sudah sanggup menyimpulkan bahwa kunjungan pribadi terhadap organisasi dengan praktik terbaik sanggup menciptakan persepsi dan pengertian yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan cara-cara pengumpulan data yang manapun. Kunjungan ini memungkinkan kita untuk secara pribadi bermitra dengan “pemilik proses” yakni orang-orang yang betul-betul melaksanakan atau mengurus proses tersebut.
e.       Analisis Data
Tim Peningkatan Mutu kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap) di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan suasana kualitatif misalnya wacana sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa terjadi kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang sanggup dipelajari dari suasana ini. Satu hal yang sungguh penting yakni menyingkir dari perilaku penolakan; kalau memang ada perbedaan yang faktual maka realita itu mesti sanggup diterima dan kemudian disadari bahwa mesti ada hal-hal yang diperbaiki.
f.       Merumuskan Tujuan dan Rencana Tindakan
Tim Peningkatan Mutu menentukan sasaran perbaikan terhadap proses. Target-target ini mesti sanggup diraih dan kongkret dalam pengertian waktu, sumber daya, dan kesanggupan yang ada ketika ini; juga semestinya terukur, spesifik, dan disokong oleh administrasi dan orang-orang yang melakukan pekerjaan dalam proses tersebut. Kemudian tim sanggup diperluas dengan melibatkan multidisiplin yang mau memecahkan problem dan meningkatkan suatu planning untuk memantapkan langkah-langkah spesifik yang mau diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang mesti bertanggung jawab.
Hasil ini akan diserahkan terhadap para pelaksana penjaminan mutu (executive) untuk kemudian mengawasi perkembangan dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang timbul. Ukuran dan persyaratan dievaluasi secara bertahap, barangkali dikehendaki penyesuaian-penyesuaian terhadap planning untuk sanggup menangani halangan dan problem yang muncul. Juga para pelaksana membutuhkan umpan balik dari mereka yang berkepentingan terhadap proses dan hasilnya (stakeholders). Kesenjangan persyaratan mungkin saja tidak sanggup dihilangkan alasannya yakni sasaran organisasi terus saja meningkat dan memperbaiki diri. Yang lebih penting dari semata-mata mengejar-ngejar kesenjangan yakni memunculkan benchmarking selaku suatu kebiasaan, yang mau mendorong untuk terus memperbaiki diri. Jika perlu bahkan sanggup dibikin atau dibikin suatu departemen atau divisi tersendiri yang bertanggung jawab melaksanakan benchmarking secara terus menerus (berkelanjutan).
Proses benchmarking ini memiliki banyak keuntungan. Benchmarking mendorong terciptanya suatu budaya perbaikan terus menerus, menghargai orang lain dan prestasinya dan membangun indera dan intuisi akan pentingnya perbaikan yang dijalankan terus menerus tersebut. Jika suatu jaringan dan kemitraan dalam benchmarking sudah terbentuk maka aneka macam praktik baik dan terbaik sanggup saling dibagi di antara mereka. Benchmarking sanggup dilaksanakan secara:
a.       internal benchmarking, dilaksanakan di dalam lingkup perguruan tinggi itu sendiri. Bisa dilaksanakan internal benchmarking antar aktivitas studi dalam satu fakultas, atau antar unit atau fakultas dalam satu PT itu sendiri. Dalam realita niscaya bisa diperbandingkan persyaratan antar mereka atau untuk memperbandingkan persyaratan mutu yang dipakai.
b.      external benchmarking, dilaksanakan dengan benchmarking terhadap forum atau PT lain, baik yang menyangkut satu aktivitas studi tertentu ataupun satu unit atau fakultas tertentu, baik di dalam maupun di luar negeri.
Benchmarking yang sebenarnya akan mendorong kita untuk menyaksikan jauh ke dalam proses-proses di pesaing kita (atau sejawat kita) yang sejenis, yang barangkali diimplementasikan dengan lebih baik dan terbukti menampilkan mutu hasil atau keluaran yang lebih baik. Juga benchmarking ini sanggup menolong untuk mendapat ”jalan pintas” untuk meraih tujuan (target), dengan menggandakan maka banyak hal sanggup dihemat, antara lain kita sanggup lebih mempersingkat proses pembelajaran (learning process), menghemat kemungkinan kegagalan alasannya yakni bisa mencar ilmu dari kegagalan dan kesalahan orang lain.
Hasil dari proses benchmarking sanggup berupa:
a.       proses atau mekanisme yang gres untuk persyaratan atau sasaran yang tetap/lama: suasana ini sanggup terjadi apabila sasaran atau persyaratan yang sudah ditetapkan ternyata sukar untuk diraih atau proses/ metodenya gagal terus meraih persyaratan tersebut.
b.      standar gres yang lebih baik: kondisi ini sanggup terjadi dalam upaya meningkatkan mutu dengan memperbaiki atau meningkatkan persyaratan yang sudah tercapai.
c.       proses atau mekanisme gres dan persyaratan baru: hal ini sanggup terjadi ketika belum pernah dibikin persyaratan atau mekanisme sebelumnya, jadi ialah suatu aktivitas atau tolok ukur yang baru.


A.    Kesimpulan

School improvement dan benchmarking ialah dua hal yang penting dalam suatu sekolah menuju sekolah bermutu dan bikin sekolah yang efektif. Keduanya saling bermitra untuk ketika sekolah butuh perbaikan maka untuk mengathui perbaikan apa yang mesti dilaksanakan maka diperlukan benchmarking, ini yakni proses mempelajari, mengamati orang lain atau organisasi lain dan mengadaptasi praktik-praktik baik mereka untuk sanggup dipraktekkan dalam organisasi sendiri. Lebih ketimbang sekedar penetapan tujuan, benchmarking dipergunakan untuk mengerti proses yang dipakai untuk meraih hasil-hasil yang terbaik tersebut.
Benchmarking kadang kala dipakai untuk mendorong organisasi ke upaya perbaikan yang berkesinambungan dan menumbuhkan suasana aman bagi perubahan. Pelajaran yang diambil dari benchmarking yakni kekecewaan dan melaksanakan perjalanan “pembelajaran dan penemuan”. Hasil dari temuan dan pembeljaran dari unit/organisasi lain dipakai dalam perbaikan sekolah.

B.     Analisis

Kajian kenaikan sekolah (school improvement) yang pada mulanya mengkaji bagaimana meningkatkan mutu pendidikan dalam tataran gampang proses pembelajaran dan kondisi yang terkait dengannya. Pada perkembangan selanjutnya perumpamaan improvement ini tidak cuma difokuskan pada proses di kelas saja, tetapi bergerak ke arah yang lebih luas dan mendalam pada semua aneka macam macam tujuan pendidikan (Bollen, 1996: 3).  Enam hal yang perlu diamati dalam school improvement, yaitu:
1.      Gunakan praktik pembelajaran yang efektif dan bikin iklim sekolah yang kolaboratif untuk meningkatkan mencar ilmu siswa.
2.      Periksa pekerjaan siswa dan data untuk mendorong arahan dan pengembangan profesional.
3.      Investasi dalam pengembangan profesional untuk meningkatkan instruksi.
4.      Berbagi kepemimpinan untuk menjaga perbaikan instruksional
5.      sumber Focus untuk mendukung kenaikan pembelajaran.
6.      Partner dengan keluarga dan penduduk untuk mendukung pembelajaran siswa
Ada lima faktor / tahapan proses perbaikan:
1.      penilaian keperluan perbaikan
2.      diagnosis perbaikan keperluan dan pengaturan tujuan rinci
3.      perencanaan aktivitas perbaikan
4.      Implementasi aktivitas perbaikan
5.      evaluasi dan refleksi
Benchmarking sanggup dijadikan cara untuk mengethaui apa yang mesti diperbaiki dan bagaimana memperbaiki dengan cara membandingkan dengan unit/organisasi lain. Secara biasa benchmarking dipakai untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan dan persyaratan akademik. Benchmarking sanggup ialah perbandingan antara proses dan metode yang sudah dirancang tersebut dengan fungsi pendidikan tinggi yang mesti dilaksanakan semua PT. Dalam banyak cara dan bentuk, bahkan mungkin tanpa disadarinya, banyak forum pendidikan utamanya pendidikan tinggi sudah selalu bergelut dengan benchmarking. Mereka selalu sudah membandingkan diri mereka dengan kolega dan PT lain, dibarengi pengharapan kenaikan pada jumlah mahasiswa yang diterima, dana yang diterima, nilai akreditasi, dan prestise.
Perguruan tinggi sebenarnya sudah usang memiliki tradisi knowledge-sharing (berbagi pengetahuan) yang direalisasikan lewat pertemuan-pertemuan ilmiah, seminar, publikasi, mailinglist, dan aktivitas bareng lainnya. Benchmarking sebenarnya bukanlah barang baru, alasannya yakni kenyataannya selama ini sudah dijalankan, mungkin istilahnya saja yang gres timbul belakangan ini.
Benchmarking bukanlah meng-copy atau menjiplak. Ini yakni proses mempelajari, mengamati orang lain atau organisasi lain dan mengadaptasi praktik-praktik baik mereka untuk sanggup dipraktekkan dalam organisasi sendiri. Lebih ketimbang sekedar penetapan tujuan, benchmarking dipergunakan untuk mengerti proses yang dipakai untuk meraih hasil-hasil yang terbaik tersebut.
Proses benchmarking ini memiliki banyak keuntungan. Benchmarking mendorong terciptanya suatu budaya perbaikan terus menerus, menghargai orang lain dan prestasinya dan membangun indera dan intuisi akan pentingnya perbaikan yang dijalankan terus menerus tersebut.
Hasil dari proses benchmarking sanggup berupa:
1.      proses atau mekanisme yang gres untuk persyaratan atau sasaran yang tetap/lama: suasana ini sanggup terjadi apabila sasaran atau persyaratan yang sudah ditetapkan ternyata sukar untuk diraih atau proses/ metodenya gagal terus meraih persyaratan tersebut.
2.      standar gres yang lebih baik: kondisi ini sanggup terjadi dalam upaya meningkatkan mutu dengan memperbaiki atau meningkatkan persyaratan yang sudah tercapai.
3.      proses atau mekanisme gres dan persyaratan baru: hal ini sanggup terjadi ketika belum pernah dibikin persyaratan atau mekanisme sebelumnya, jadi ialah suatu aktivitas atau tolok ukur yang baru.





REFERENSI

Bollen, Robert. (1996). School Effectiveness and School Improvement: The Intelectual and             Policy Context. Dalam Making Good Schools. Londong & New York: Routledge.
Kasim, Iskandar. (2005). Manajemen Perubahan. Bandung: Alfabeta

Moedjiarto. (2002). Sekolah Unggul.Jakarta: Duta Graha Pustaka

Related : School Improvement Dan Benchmarking

0 Komentar untuk "School Improvement Dan Benchmarking"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)