Komparatif Kepemimpinan Di Pesantren Dan Persekolahan

Komparatif Gaya dan Fungsi Kepemimpinan di Pesantren dan Persekolahan

A.    Kepemimpinan
1.      Pengertian Kepemimpinan
Thariq Muhammad As-Suwaidan (2015, hlm.41) Pepemimpinan yakni aktivitas menggerakkan orang lain untuk meraih tujuan tertentu. Definisi lain menyebutkan kepemimpinan yakni suatu proses dampak sosial tatkala seseorang bisa merangsang bantuan dan bantuan orang lain demi merealisasikan kiprah bersama. (Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, 2014, hlm.635) Selain itu juga yang relevansinya kepemimpinan dipersantren mendefinisikan kepemimpinan selaku seni mempergunakan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren untuk meraih tujuan pesantren. (Mastuhu, 1994, hlm.79).
Selain itu banyak pula desain kepemimpinan yang didefinisikan oleh para ahli kepemimpinan, diantaranya Kepemimpinan yakni proses membujuk (inducting) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu target bareng kepemimpinan (Edwin A. Licke, 1997: 3). Kepemimipinan selaku kesanggupan untuk mensugesti suatu golongan kearah tercapainya tujuan (Robbins, 2003: 40). Dari definisi-definisi yang sudah diuraikan, maka secara sederhana sanggup ditarik inti dari kepemimpinan yakni kesanggupan mensugesti orang lain, selaku upaya untuk merealisasikan tujuan bersama.

2.      Gaya Kepemimpinan
a.      Model Kontingensi Kepemimpinan
Pendekatan kontingensi juga berupaya memerinci kondisi atau variabel situasional yang menjembatani kekerabatan antara tolok ukur sifat-sifat pemimpin, perilaku, dan penampilan (Bryman, 1996) bukti menampilkan bahwa dalam satu rangkaian kondisi, satu jenis pemimpin terbukti efektif; tetapi dalam rangkaian kondisi lainnya, jenis pemimpin yang berbedalah yang efektif.
Kepemimpinan Instruksional
Kepemimpinan instruksional ialah suatu bentuk kepemimpinan yang menekankan perbaikan proses belajar-mengajar pada inti teknik sekolah. Para kepala sekolah memengaruhi prestasi para siswa secara tidak pribadi dengan bikin organisasi-organisasi instruksional di sekolah mereka lewat langkah-langkah partisipatif dan dengan membangun iklim serta budaya sekolah yang ditandai oleh tujuan yang dikomunikasikan secacara terang dan ekspektasi tinggi akan prestasi akademik dan sikap sosial.
Hallinger dan murphy (1985) mengajukan suatu versi kepemimpinan instruksional yang menerapkan tiga aspek.
1.      Pentapan misi sekolah bergotong-royong menyinari kiprah kepala sekolah dalam melakukan pekerjaan dengan orang-orang lain untuk menentukan mudah-mudahan sekolah menggunakan tujuan yang jelas, bisa diukur, dan berbasis waktu demi perkembangan akademis siswa.
2.      Pengelolaan acara instruksional bermakna melaksanakan kerjasama dan menertibkan kurikulum sekolah dan pengajaran dengan merangsang, mengawasi, dan memantau proses belajar-mengajar.
3.      Penumbuhan iklim berguru sekolah yang konkret berpijak pada persepsi bahwa sekolah-sekolah yang efektif bergotong-royong bikin tekanan akadeimis lewat standard an ekspektasi tinggi atas siswa dan guru (Hallinger, 2005).

Sejalan dengan hasil Hallinger (2005), Alig-mielcarek dan Hoy (2004) mendapatkan bahwa efektivitas kepemimpinan instruksional tergantung pada tekanan akademik iklim sekolah.

Model Kontingensi Kepemimpinan Fiedler
Gaya kepemimpinan diputuskan oleh metode motivasional pemimpin, yakni struktur keperluan dasar yang memotivasi sikap dalam bermacam-macam suasana (hubungan) antar-pribadi. Control situasional yakni tingkat kekuasaan dan pengeruh yang dipegang oleh para pemimpin untuk mengimplementasikan rencana, keputusan, dan taktik agresi (Fiedler dan Garcia, 1987). Control situasional diputuskan oleh tiga factor, keuasaan jabatan, struktur tugas, kekerabatan pemimpin-anggota.
Dari data yang dihimpun sebelum 1962, Fiedler berbagi tiga proposisi bagi teori kontingensinya:
1.      Dalam suasana control-tinggi, para pemimpin berorientasi-tugas lebih efektif ketimbang pemimpin yang berorientasi-hubungan
2.      Dalam suasana control-sedang, para pemimpin berorientasi-hubungan lebih efektif ketimbang pemimpin yang berorientasi-hubungan
3.      Dalam suasana control-rendah, para pemimpin berorientasi-tugas lebih efektif ketimbang pemimpin yang berorientasi-hubungan.
Dengan demikian, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kesesuaian gaya kepemimpinan yang sempurna dengan situasi.

Model Pengganti Bagi Kepemimpinan
Pengganti yakni hal-hal yang menyebabkan sikap berorientasi orang dan berorientasi kiprah terasa tidak perlu dan berlebih-lebihan. Dengan kata lain, pengganti yakni aspek-aspek situasional yang mengambil alih atau meminimalisir kesanggupan seorang pemimpin untuk memengaruhi sikap, persepsi atau sikap para pengikut. Tiga factor mempunyai potensi bertindak selaku pengganti pemimpin (Kerr dan Jermier, 1978):
1.      Karakteristik para bawahan – kemampuan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan, orientasi professional, dan ketidakpedulian mereka terhadap imbalan
2.      Karakteristik kiprah – kerja berkala terstruktur, tugas-tugas yang bikin puas secara intrinsic, dan umpak balik yang diberikan oleh tugas
3.      Karakteristik organisasi – formalisasi kiprah dan prosedur, kelonggaran aturan dan kebijakan, kerekaran dan kemandirian golongan kerja, sekaligus jarak special antara penyelenggaraan/kepala sekolah dengan para pengikut.

Kepemimpinan Tersebar
Kepemimpinan tersebar meliputi kepemimpinan oleh tim dan kelompok. Secara praktis, pendekatan tersebar menantang estimasi lazim bahwa satu orang mesti bertanggung jawab untuk menimbulkan pergantian (Heller dan Firestone, 1995). Penyebaran kepemimpinan sama artinya dengan penyebaran kekuasaan (Gronn dan Hamilton, 2004).
James Spillane (2006) mengajukan suatu versi kepemimpinan tersebar yang memusatkan perhatian pada praktik-praktik yang dimaksudkan untuk memajukan proses belajar-mengajar, utamanya dalam membaca, matematika dan sains.
b.      Kepemimpinan Transformasional

Kontinum Kepemimpinan Kisaran-penuh
Kepemimpinan Laissez-Faire
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Transformasional
 Nontransaksional atau pasif
2.     Kepemimpinan bergantung imbalan
3.      Manajemen menurut perkecualisan aktif
4.      Manajemen menurut perkecualian pasif
5.        Sifat-pengaruh yang diidolakan atau karisma
6.        Perilaku-pengaruh yang diidolakan atau aksi-aksi karismatik
7.        Motivasi inspiratif
8.        Rangsangan intelektual
9.       Pertimbangan individual

Kepemimpinan Laissez-FaireBass (1998) mencirikan jenis kepemimpinan ini selaku ketiadaan transaksi dengan para pengikut.
Kemepimpinan TransaksionalPara pemimpin transaksional memotivasi para pengikutnya dengan saling bertukar imbalan atas jasa-jasa yang diberikan – contohnya, seorang kepala sekolah menampilkan materi pengajaran yang gres atau waktu penyusunan rencana yang lebih panjang terhadap para guru mudah-mudahan mereka bisa menerapkan acara kurikulum yang baru. Ketika para bawahan melakukan kiprah mereka di dalam organisasi semisal sekolah, pemimpin transaksional pun mengetahui apa yang diinginkanoleh para bawahan dari pekerjaan mereka dan berupaya menawarkan kesempatan tersebut.
Kepemimpinan Transformasional – Kepemimpinan transformasional ialah ekspansi dari kepemimpinan transaksional yang bergerak melampaui pertukaran dan kesepakatan sederhana. Para pemimpin transformasional berciri proaktif, mengangkat tingkat kesadaran para pengikut akan kepentingan-kepentingan kolektif inspiratif, dan menolong pengikut menjangkau hasil-hasil penampilan yang hebat tinggi.
Kepemimpinan Pengabdi – Hal yang sungguh menyerupai dengan kepemimpinan transformasional yakni gagasan/maksud dari kepemimpinan pengabdi-perilaku yang memupuk perkembangan individu dalam organisasi lewat menyimak, empati, pekerjaan mengurus, dan kesadasar untuk berbagi para pengikut yang secara etis memikirkan dan mendorong kekerabatan antarpribadi yang bagus dengan dengan para kolega mereka (Walumba Te. Al., 2010). Konsep kepemimpinan pengabdi pertama kali dirumuskan oleh Greenleaf (1997). Menurutnya, ego mendorong prestasi, tetapi para pemimpin, dan untuk menjadi yang pertama di antara mereka menjadi pemimpin, dan untuk menjadi yang pertama di antara mereka yang serupa (Bass, 2008). Kepemimpinan pengabdi memfokuskan arah energi pada pertumbuhan dan percapaian aspirasi pekerja. Pola pikir ini meungkindengan sendirinya menunjukkkan sikap kooperatif dan inovatif yang melampaui ekspektasi minimum (Neubert Te al., 2008).

c.       Teori Kepemimpinan Evolusioner
Premis dasar dari teori kepemimpinan evolusioner yakni bahwa pemimpin (leadership) dan sikap mengikuti (followership) timbul selama berlangsungnya evolusi manusia. Seorang pemimpin yakni seorang yang dapat menggunakan dampak sosial terhadap orang lain untuk meraih tujuan bersama; para pemimpin bikin orang lain melakukan pekerjaan sama dalam mengerjar tujuan bersama. Seorang pengikut yakni orang yang saling mengoordinasikan tindakannya atau orang yang melepaskan otonomi individu untuk seseorang atau sesuatu.
Kepemimpinan mempunyai tiga fungsi penting; kepemimpinan mengikat kelompok; kepemimpinan menolong golongan mempelajari hal-hal baru; dan kepemimpinan mengajarkan terhadap yang lain bagaimana untuk memimpin.
Kepemimpinan evolusioner juga memprediksi bahwa individu lebih mungkin untuk mengikuti para pemimpin (1) saat kesatuan golongan berada dalam bahaya, (2) saat bawahan tidak mengetahui apa yang mesti ditangani atau dipikirkan, dan (3) saat bawahan mengharapkan kepemimpinan.
Teori kepemimpinan evolusioner menekankan para pengikut selaku komponen kepemimpinan yang vital. Para pemimpin perlu berguru bagaimana merubah pola kepemimpinan mereka ketiak berinteraksi dengan para pengikut dalam menapak tangga komitmen dari bawahan ke penunjang ke para loyalis terhadap mereka yang magang terhadap para murid.


3.      Fungsi Kepemimpinan
Setelah menguji model-model Hallinger dan mUrphy (1985), Murphy (1990), mereka menampilkan versi sederhana kepemimpinan instruksional, yang meliputi tiga fungsi kepemimpinan:
·         Mendefinisikan dan mengkomunikasikan tujuan
·         Memantau dan menampilkan umpan balik konstruktif wacana pengajaran
·         Menumbuhkan dan menekankan perkembangan professional.

Selain itu juga ada beberapa fungsi kepemimpinan dalam orgnanisasi, diantaranya :
a.       membantu terciptanya suasana persaudaraan, kolaborasi dengan sarat rasa keleluasaan
b.      membantu golongan untuk mengorganisir diri yakni berpartisipasi dalam menampilkan ransangan dan pemberian terhadap golongan dalam menetapkan dan menerangkan tujuan
c.       membantu golongan dalam menetapkan mekanisme kerja
d.      bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bareng dengan kelompok, dan
e.       bertanggungjawab dalam berbagi dan menjaga keberadaan organisasi.

B.     Kepemimpinan di Pesantren
Pembahasan wacana kepemimpinan di Pesantren yang meliputi gaya dan fungsi kepemimpinan dalam organisasi Pesantren akan diuraikan dengan menyaksikan fenomena kepemimpinan yang ditangani oleh kyai selaku pimpinan pesantren. Dari hasil observasi (Mastuhu : 1994) sanggup dilihat bahwa gaya kepemimpinan pesantren berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan kondisi budaya dan masyarakatnya.
1.      Gaya Kepemimipian di Pesantren
a.       Pondok Pesantren Guluk-Guluk
Kedudukan dan kekuasaan pemimpin sungguh mempunyai dampak dan mantap. Hal ini disebabkan adanya tata nilai dalam kehidupan mereka, bahwa: yang muda menghormati yang tua, murid menghormati guru, dan seorang murid tidak akan menjadi orang baik dan cerdas tanpa guru.
Hubungan antara anggota dan pemimpinnya, yakni antara santri, ustadz, pengelola dan kyai selaku satu keluarga dalam rumah tangga, dimana kyai dan nyai selaku guru, bapak, ibu dan pimpinan mereka. Masing-masing pimpinan unit bebas memiliki gagasan dan melakukan pekerjaan untuk perkembangan dan kebaikan pesantren. Selama apa yang mereka laksanakan tidak berlawanan dengan sunnah pesantren dan menerima restu dari guru.
Sehubungan dengan itu, maka gaya kepemimpinan di PP Guluk-Guluk mempunyai ciri-ciri paternalistik, dan free rein leadership (laissez faire), dimana pemimpin pasif, selaku seorang bapak yang menampilkan potensi terhadap anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga adikara yakni menampilkan kata-kata selesai untuk menetapkan apakah karya anak sanggup diteruskan atau dihentikan.



b.      Pondok Pesantren Sukorejo
Berbeda denan gaya kepemimpinan PP Guluk-Guluk, kepemimpinan Pondok Pesantren Sukorejo ditangani secara pribadi oelh KH. R. As’ad Syamsoel Arifin selaku pemimpin tunggal pesantren. Begitu besarnya karisma kepemimpinai kyai, sampai-sampai perihal perkara yang paling tidak mungkin dalam agama pun tidak ada orang yang berani mempersoalkannya. Misalnya: saban hari jum’at kyai tidak terlihat shalat jum’at di majid, padahal shalat jum’at hukumnya wajib.
Dari citra tersebut dipahami bahwa ketundukan dan keyakinan anggota terhadap pemimpinnya sungguh luar biasa. Dalam kondisi menyerupai itu, sanggup diperhatikan bahwa jenis kepemimpinan Pondok Pesantren Sukorejo berciri, karismatik (spiritual leader) dan otoriter-paternalistik.

c.       Pondok Pesantren Blok Agung
Seperti kepemimpinan PP Sukorejo, kepemimpinan Pondok Pesantren Blok Agung juga ditangani secara pribadi oleh KH. Muchtar Syafaat selaku pemimpin tunggal pesantren. Kepemimpinannya yang karismatik terasa sungguh mencekam dalam kehidupan pesantren dan penduduk sekitarnya.
Kedudukan dan kewwnangan kiai selaku pemimpin spiritual sungguh kukuh. Hubungan antara anggota dan pemimpin sungguh baik, anggota menghargai dan percaya sarat terhadap kiai, tidak cuma selaku pemimpin, tetapi juga selaku bapak dan guru.
Gaya kepemimpinan Pondok Pesantren Blok Agung tergolong paternalistic, otoriter, dan juga laisser faire atau bebas, seluruhnya berada dalam struktur relevansi fatwa agama.

2.      Fungsi Kepemimpinan di Pesantren
            Kepemimpinan di Pesantren sungguh berlainan dengan Kepemimpinan di Persekolahan, meski demikian secara golongan gaya keilmuan bisa dikelompokkan dalam gaya dan sekaligus fungsi Kepemimpinan tersebut. Seorang kiai yang ialah pimpinan tertinggi di Pesantren mempunyai otoritas sarat untuk menyeleksi semua aktivitas yang hendak ditangani di Pesantren. Dengan demikian paling tidak dapat dilihat ada beberapa fungsi kepemimpinan di Pesantren, diantaranya :
a.       Menetukan tujuang Pesantren
b.      Pengambil keputusan yang mutlak dan tidak dapat diusik gugat
c.        Mengawasi semua aktivitas yang ada di Pesantren

C.    Kepemimpinan di Persekolahan
1.      Gaya Kepemimpinan di Persekolahan
Kepemimpinan di Pesekolahan berlainan dengan kepemimpinan yang ada disantren. Meski secara tabiat dan bawaan dari pemimpin yang menyeleksi gaya kepemimpinan di Persekolahan akan tetapi secara organisasi kepemimpinan di Persekolah lebih menampilkan terhadap budaya sekolah yang sudah tertanam. Selain itu juga kedudukan pemimpin di sekolah bukanlah satu-satunya pemimpin yang sanggup sepenuhnya menyeleksi akan dan mau menyerupai apa forum pendidikan yang dimpimpinnya. Karena forum penididikan formal (Persekolahan) mempunyai hirarki secara formal dalam kepemimpinan. Bahkan dalam menyeleksi tujuan forum pun ada bawahan-bahawan yang juga selaku pemimpin dibagiannya masing-masing yang sanggup menyeleksi arah tujuan dari bidang tersebut. Sebagai pola wakil kepala sekolah bidang kerikulum mempunyai hak untuk menyeleksi arah dan tujuan kurikulum sekolah dan di Persekolah perihal arah kebijakan sungguh tergantung dengan aturan pemerintah.
Gaya kepemimpinan di Pesekolah dalam bahasa lain disebutkan tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan. Tipe kepemimpinan secara sederhana dibagi menjadi empat yakni : (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2008)
a.       Tipe adikara – tipe kepemimpinan authoritarian,
b.      Tipe Laissez-faire,
c.       Tipe Demokratis dan
d.      Tipe Psiudo-demokratis.

Ada banyak versi dan teori kepemimpinan yang mensugesti mutu dan efektivitas pembelajaran.
a.       Kepemimpinan visioner
Kepemimpinan visioner yakni kesanggupan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau selaku hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini selaku kesempatan organisasi dimasa depan yang mesti diraih atau diwujudkan lewat komitmen semua personil (Manajemen Pendidikan, 2009:143). Ciri-cirinya yakni bisa mengerti desain visi, mengerti karakteristik dan unsur visi, mengerti tujuan visi.
b.      Kepemimpinan konvergensi
Kepemimpinan konvergensi berciri-ciri lewat pembawaan seorang pemimpin itu sendiri, talenta ia dalam memimpin organisasi, lingkungan yang mensugesti dirinya, pendidikan dan antisipasi yang sudah dilakukan. Dalam hal pembelajaran pemimpin menyerupai ini bisa dan bisa menyesuaikan dengan suasana dan kondisi bagaimana pun. Ia bisa berbagi pendidikan dengan talenta dan pembawaannya dengan memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya.
c.       Kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan demokratis ialah pemimpin yang dapat menempatkan dirinya selaku orang yang serupa dengan yang lainnya, tanpa kehilangan kewibawaannya selaku pemimpin di dalam kelompoknya. Pemimpin ini senantiasa berupaya menstimulasi anggota-anggotanya mudah-mudahan melakukan pekerjaan secara produktif untuk meraih tujuan bersama. Dalam langkah-langkah dan usahanya, ia senantiasa berpangkal pada kepentingan dan keperluan kelompoknya dan memikirkan kesanggupan serta kesanggupan kelompoknya.

Kyung Ae Chung dan Cecil Miskel (1989) merangkum temuan-temuan utama sebagi berikut:
a.       Penyelenggaraan sekolah sungguh menguras tenaga dan waktu; kepala sekolah melakukan pekerjaan selama beberapa jam dengan laju yang tak henti-hentinya dan menguras tenaga secara fisik
b.      Para pemimpin sekolah mengandalkan media verbal; mereka manghabiskan sebagian besar waktu berjalan-jalan di seputar gedung dan mengatakan dengan aneka individu dan kelompok.
c.       Aktivitas kepala sekolah sungguh beragam; dari sinilah, para kepala sekolah terus-menerus beralih sikap dan tugas
d.      Kerja manajerial itu terkotak-kotak; bagi para kepala sekolah, lajunya cepat dan sarat gairah, diskontinuitas ditemui di sana-sini, dan rentang fokus terbilang singkat.

2.Fungsi Kepemimpinan di Persekolahan
Peran kepemimpinan kepala sekolah sebagaimana tercantum dalam Permendiknas No. 19 tahun 2007 wacana standar pengelolaan pendidikan, dimana dalam bidang kepemimpinan kinerja, kepala sekolah memiliki fungsi sebagi berikut :
a.       Menjabarkan visi ke dalam misi target mutu
b.      Merumuskan tujuan dan target mutu yang hendak dicapai
c.       Menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kehabisan sekolah/madrasah
d.      Membuat planning kerja strategis dan planning kerja tahunan untuk sekolah/madrasah
e.       Bertanggung jawab dalam bikin keputusan budget sekolah/madrasah
f.       Melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah.
g.      Berkomunikasi untuk bikin bantuan intensif dari orang renta akseptor didik dan masyarakat
h.      Menjada dan memajukan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan metode pemberian penghargaan atas prestasi dan bimbang atas pelanggaran peraturan dan kode etik
i.        Menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi akseptor didik
j.        Bertanggung jawab atas penyusunan rencana partisiatif perihal pelaksanaan kurikulum
k.      Melaksanakan dan merumuskan acara supervise serta mempergunakan hasil supervise untuk menyeleksi kinerja sekolah/madrasah
l.        Meningkatkan mutu pendidikan
m.    Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan keyakinan yang diberikan kepadanya.
n.      Memfasilitasi pengembagan, peneyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan disokong oleh komunitas sekolah/madrasah
o.      Membantu, membina, dan mepertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan acara pembelajaran yang konduktif bagi proses berguru akseptor didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan
p.      Menjamin administrasi organisasi dan pengorganisasian sumber daya sekolah/madrasah untuk bikin lingkungan berguru yang aman, sehat, efisien dan efektif
q.      Menjalin kolaborasi dengan orang renta akseptor didik dan masyarakat, dan komunitas yang bermacam-macam dan memobilitas sumber daya masyarakat
r.        Memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.




D.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka sanggup kita membedakan bagaimana gaya dan fungsi kepemimpinan pesantren dan persekolahan. Gaya kepempemimpinan di Pesantren lebih bersifat pribadi dan mutlak pengeruhnya selaku pemimpin tunggal forum pendidikan tersebut. Sedangkan di sekolah gaya kepemimpinan lebih bersifat formal lantaran pengeruh dari aturan-aturan forum dan forum terkait yang ada di luar sekolah itu sendiri, sehingga pengeruhnya tidak mutlak selaku pemimpin tunggal.
Baik kepemimpinan di Pesantren maupun di Persekolahan, keduanya mempunyai kiprah yang sama. Yaitu, selaku penentu tujuan lembaga, penentu arah aktivitas dan yang menyeleksi versi forum itu menyerupai apa. Maju mundurnya kedua forum tersebut diputuskan oleh kepemimpinan yang ada, dan hal itu yang meneyebabkan betapa penting sekali dampak kepemimpinan dalam suatu lembaga, utamanya forum pendidikan baik forum pendidikan formal maupun non formal.
DAFTAR PUSTAKA

As-Suwaidan, Thariq Muhammad, Shinatu al-Qa’id alih bahasan oleh Samson Rahman, Sukses Menjadi Pemimpin Islami, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2005).
Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G., Administrasi Pendidikan, Teori, Riset dan Praktek diterjemahkan dari Educational Edministration, Theory, Research, and Practice, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014).
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994).

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008)

Related : Komparatif Kepemimpinan Di Pesantren Dan Persekolahan

0 Komentar untuk "Komparatif Kepemimpinan Di Pesantren Dan Persekolahan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)