Tema keindahan Islam sungguh luas, panjang lebar susah untuk diringkas dengan bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita pahami merupakan firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di segi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di segi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam selaku agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi lantaran Allah menyuruh para rasul merupakan dienul Islam. Allah menyuruh para rasul untuk mengajak mudah-mudahan orang kembali terhadap Allah. Para rasul tiba untuk memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan menampilkan kabar bangga kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi perayaan baginya. Para rasul ditugaskan untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia sudah mensyariatkan bagi kau perihal agama apa yang sudah diwasiatkan terhadap Nuh dan apa yang sudah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang sudah Kami wasiatkan terhadap Ibrahim, Musa dan Isa, yakni ‘Tegakkan agama dan janganlah kau berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kau seru kepadanya. Allah menawan terhadap agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi isyarat terhadap (agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam merupakan agama yang diseleksi Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menemukan agama selainnya. Kaprikornus agama ini merupakan agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menawan terhadap agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi isyarat terhadap (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian jago ilmu mengatakan, Sebelumnya saya menyangka bahwa orang yang bertaubat terhadap Allah, maka Allah akan menemukan taubatnya. Dan orang yang meridhoi Allah, tentu Allah akan meridhoinya. Dan barang siapa yang menyayangi Allah, tentu Allah akan mencintainya. Setelah saya membaca Kitabullah, saya gres mengenali bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia menyayangi mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah terhadap hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan saya mengenali bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menemukan taubat mereka mudah-mudahan mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah menyayangi seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan Kristen yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali nirwana akan haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah merupakan Islam. Umat Islam mesti membuatnya selaku kendaraan. Persatuan mesti bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin pengawalan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Alquran dan sesungguhnya Kami betul-betul memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka ditugaskan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu yang mati. Harus digotong. Tidak sanggup menyebar, kecuali dengan dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam tentu tetap akan terjaga. Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam tentu menyebar ke seantero dunia. Allah sudah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip suatu ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menduga bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian hendaklah ia fikirkan apakah tipu dayanya itu sanggup melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sobat Abdullah bin Amr, kami mengajukan pertanyaan terhadap Nabi, “Kota manakah yang hendak pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang hendak ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.” Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam merupakan agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengenali Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tetapi jawablah, “dengan fitrahku.” Oleh lantaran itu, dikala ada seorang atheis yang mengunjungi Abu Hanifah dan meminta dalil bahwa Allah merupakan Haq (benar), maka ia menjawab dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah mengajukan pertanyaan lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah fitrah yang sudah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam kondisi fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya Yahudi, Nashrani atau Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengenali bahwa Allah merupakan Al-Haq. Namun ia secara berdikari tidak akan bisa mengenali apa yang dicintai dan diridhoi Allah. Apakah mungkin nalar semata saja sanggup mengenali bahwa Allah menyayangi sholat lima waktu, haji, puasa di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi yang berasal dari wahyu yang diwahyukan terhadap para nabi-Nya.
Sekali lagi, lezat dan anugerah paling besar yang diterima seorang hamba dari Allah merupakan bahwa Allah-lah yang menampilkan jaminan untuk menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menerangkan apa yang dicintai dan diridhaiNya. Inilah lezat paling besar dari Allah terhadap hamba-Nya. Bila ada orang yang berasumsi ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia sudah keliru. Sebab kebaikan yang hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan menaati seluruh yang tiba dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam tiba untuk mempertahankan lima perkara. Allah sudah mensyariatkan banyak hal untuk memastikan pengawalan ini. Islam tiba untuk mempertahankan agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang berupa thawaf di kuburan, istighatsah terhadap orang yang dikubur serta segala hal yang dapat menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun batin terhadap selain Allah. Oleh lantaran itu, kita mesti mengerti makna ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah cuma milik Allah. Ini pecahan dari daya tarik agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak) terhadap selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, (yakni) tidak ada orang yang berhak dibarengi kecuali Muhammad Rasulullah. Kita dilarang mengikuti rasio, tradisi atau kalangan jikalau menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di samping tidak beribadah kecuali terhadap Allah, juga tidak mengikuti pedoman kecuali pedoman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jikalau menyalahi Al Alquran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang kita dakwahkan ini merupakan dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan oleh Allah pada kalbu Nabi. Kaprikornus dalam berdakwah, kita tidak mengajak orang untuk mengikuti kalangan ataupun individu. Tetapi mengajak untuk kembali terhadap Al Alquran dan Sunnah. Namun, memang sudah muncul dakhon (kekeruhan) dan berkembang bid’ah. Sehingga kita mesti menguasai ilmu syar’i. Kita berinfak (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yakni Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama tiba untuk mempertahankan lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik dan segala sesuatu yang membuat kanal ke sana. Kemudian pengawalan terhadap tubuh dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan terhadap orang lain. Juga tiba untuk memelihara nalar dengan mengharamkan khamar, minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk mempertahankan kehormatan dengan mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga mempertahankan harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir (pemborosan) dan pola hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima permasalahan ini tergolong pecahan dari indahnya agama kita. Syariat sudah tiba untuk menyuruh pengawalan terhadap semua ini. Dan masih banyak permasalahan yang digariskan Islam, tetapi tidak mungkin kita paparkan sekarang.
Syariat sudah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat sampai menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab, kalau menyingkirkan gangguan dari jalan tergolong pecahan dari keimanan, bagaimana mungkin agama menyuruh untuk mengusik orang lain, melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini bahwasanya suatu intervensi pemikiran gila atas agama kita. Semoga Allah memberkahi waktu kita, dan mengaruniakan terhadap kita pengertian terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan mudah-mudahan Allah memberi komplemen karunia-Nya terhadap kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam selaku agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi lantaran Allah menyuruh para rasul merupakan dienul Islam. Allah menyuruh para rasul untuk mengajak mudah-mudahan orang kembali terhadap Allah. Para rasul tiba untuk memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan menampilkan kabar bangga kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi perayaan baginya. Para rasul ditugaskan untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia sudah mensyariatkan bagi kau perihal agama apa yang sudah diwasiatkan terhadap Nuh dan apa yang sudah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang sudah Kami wasiatkan terhadap Ibrahim, Musa dan Isa, yakni ‘Tegakkan agama dan janganlah kau berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kau seru kepadanya. Allah menawan terhadap agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi isyarat terhadap (agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam merupakan agama yang diseleksi Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menemukan agama selainnya. Kaprikornus agama ini merupakan agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menawan terhadap agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi isyarat terhadap (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian jago ilmu mengatakan, Sebelumnya saya menyangka bahwa orang yang bertaubat terhadap Allah, maka Allah akan menemukan taubatnya. Dan orang yang meridhoi Allah, tentu Allah akan meridhoinya. Dan barang siapa yang menyayangi Allah, tentu Allah akan mencintainya. Setelah saya membaca Kitabullah, saya gres mengenali bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia menyayangi mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah terhadap hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan saya mengenali bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menemukan taubat mereka mudah-mudahan mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah menyayangi seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan Kristen yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali nirwana akan haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah merupakan Islam. Umat Islam mesti membuatnya selaku kendaraan. Persatuan mesti bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin pengawalan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Alquran dan sesungguhnya Kami betul-betul memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka ditugaskan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu yang mati. Harus digotong. Tidak sanggup menyebar, kecuali dengan dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam tentu tetap akan terjaga. Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam tentu menyebar ke seantero dunia. Allah sudah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip suatu ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menduga bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian hendaklah ia fikirkan apakah tipu dayanya itu sanggup melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sobat Abdullah bin Amr, kami mengajukan pertanyaan terhadap Nabi, “Kota manakah yang hendak pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang hendak ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.” Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam merupakan agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengenali Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tetapi jawablah, “dengan fitrahku.” Oleh lantaran itu, dikala ada seorang atheis yang mengunjungi Abu Hanifah dan meminta dalil bahwa Allah merupakan Haq (benar), maka ia menjawab dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah mengajukan pertanyaan lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah fitrah yang sudah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam kondisi fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya Yahudi, Nashrani atau Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengenali bahwa Allah merupakan Al-Haq. Namun ia secara berdikari tidak akan bisa mengenali apa yang dicintai dan diridhoi Allah. Apakah mungkin nalar semata saja sanggup mengenali bahwa Allah menyayangi sholat lima waktu, haji, puasa di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi yang berasal dari wahyu yang diwahyukan terhadap para nabi-Nya.
Sekali lagi, lezat dan anugerah paling besar yang diterima seorang hamba dari Allah merupakan bahwa Allah-lah yang menampilkan jaminan untuk menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menerangkan apa yang dicintai dan diridhaiNya. Inilah lezat paling besar dari Allah terhadap hamba-Nya. Bila ada orang yang berasumsi ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia sudah keliru. Sebab kebaikan yang hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan menaati seluruh yang tiba dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam tiba untuk mempertahankan lima perkara. Allah sudah mensyariatkan banyak hal untuk memastikan pengawalan ini. Islam tiba untuk mempertahankan agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang berupa thawaf di kuburan, istighatsah terhadap orang yang dikubur serta segala hal yang dapat menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun batin terhadap selain Allah. Oleh lantaran itu, kita mesti mengerti makna ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah cuma milik Allah. Ini pecahan dari daya tarik agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak) terhadap selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, (yakni) tidak ada orang yang berhak dibarengi kecuali Muhammad Rasulullah. Kita dilarang mengikuti rasio, tradisi atau kalangan jikalau menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di samping tidak beribadah kecuali terhadap Allah, juga tidak mengikuti pedoman kecuali pedoman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jikalau menyalahi Al Alquran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang kita dakwahkan ini merupakan dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan oleh Allah pada kalbu Nabi. Kaprikornus dalam berdakwah, kita tidak mengajak orang untuk mengikuti kalangan ataupun individu. Tetapi mengajak untuk kembali terhadap Al Alquran dan Sunnah. Namun, memang sudah muncul dakhon (kekeruhan) dan berkembang bid’ah. Sehingga kita mesti menguasai ilmu syar’i. Kita berinfak (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yakni Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama tiba untuk mempertahankan lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik dan segala sesuatu yang membuat kanal ke sana. Kemudian pengawalan terhadap tubuh dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan terhadap orang lain. Juga tiba untuk memelihara nalar dengan mengharamkan khamar, minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk mempertahankan kehormatan dengan mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga mempertahankan harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir (pemborosan) dan pola hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima permasalahan ini tergolong pecahan dari indahnya agama kita. Syariat sudah tiba untuk menyuruh pengawalan terhadap semua ini. Dan masih banyak permasalahan yang digariskan Islam, tetapi tidak mungkin kita paparkan sekarang.
Syariat sudah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat sampai menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab, kalau menyingkirkan gangguan dari jalan tergolong pecahan dari keimanan, bagaimana mungkin agama menyuruh untuk mengusik orang lain, melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini bahwasanya suatu intervensi pemikiran gila atas agama kita. Semoga Allah memberkahi waktu kita, dan mengaruniakan terhadap kita pengertian terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan mudah-mudahan Allah memberi komplemen karunia-Nya terhadap kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
0 Komentar untuk "Islam Itu Indah"