Penyelenggaraan transportasi Idulfitri 2019 ini sanggup dibilang berhasil lantaran terhindar dari horor kemacetan, utamanya pada dikala arus mudik. Horor kemacetan yang terjadi selama tiga dekade senantiasa menghantui para pemudik di Jawa dan puncaknya yakni kendala Brexit 2016, pada viral pulang kampung Idulfitri 2019 kelihatannya tidak ada lagi. Kemacetan secara sporadis akhir ada kecelakaan kemudian lintas, sekitar rest area, atau ketidaktertiban pengguna jalan mungkin masih ada, namun tidak hingga mengular berkilo-kilo meter menyerupai selama tiga dekade sebelumnya.
Hanya saja pada arus balik mengalami ketersendatan, tidak selancar arus mudiknya. Hal ini selain lantaran selesainya pembangunan Tol Trans Jawa dari Anyer hingga Probolinggo, juga adanya penerapan rekayasa kemudian lintas satu arah di sebagian ruas jalan tol yang dilalui oleh mudik. Titik-titik kemacetan menyerupai Simpang Jomin, Simpang Nagrek, pasar tumpah Losari, ganjal Sroban, dan lain-lain yang pada pulang kampung Idulfitri 2014 masih timbul selaku permasalahan, kini tidak ada lagi.
Langkah radikal menerapkan metode satu arah (one way system) di jalan tol, baik dikala arus pulang kampung maupun arus balik, makin menghasilkan arus pulang kampung berlangsung lancar. Seorang mitra menulis di media sosial: "Dulu Bandung - Semarang melalui ganjal Roban yang berliku-liku di belakang truk yang ngeyel melalui jalur kanan, kini tinggal kenangan," selaku citra lancarnya kemudian lintas pada dikala arus mudik.
Ekspresi kegembiraan atas kelangsungan kemudian lintas tersebut utamanya terjadi pada dikala arus mudik. Arus baliknya masih tersendat di beberapa ruas tol. Hal itu amat rasional dan sudah diperkirakan sebelumnya bakal terjadi, lantaran bila arus pulang kampung pola perjalanannya tersebar sejak H-10, dengan puncaknya 30 Mei dan 2 Juni, sedangkan arus balik itu terkonsentrasi pada 7-9 Juni (Jumat, Sabtu, dan Minggu) atau tiga hari saja lantaran Senin (10/6) semua instansi pemerintah dan swasta sudah masuk kerja. Para pemudik juga cepat balik ke Jakarta dengan maksud mempergunakan kebijakan satu arah sehingga lebih lancar.
Meskipun dipraktekkan one way system, kemacetan tidak terhindarkan lantaran terlalu banyaknya jumlah kendaraan yang menuju Jakarta pada waktu yang bersamaan. Ketika ratusan ribu kendaraan beroda empat antre masuk gate toll yang serupa dalam waktu yang bersamaan, maka terang akan terjadi pelambatan akhir adanya waktu taping tiket. Bila setiap kendaraan beroda empat membutuhkan waktu taping e-tol selama dua detik saja, maka dari 100.000 kendaraan beroda empat yang taping dalam sehari (kenyataannya justru lebih), terjadi penundaan perjalanan hingga 200.000 detik atau setara dengan 55,55 jam.
Makara walaupun dipraktekkan one way system, tetapi bila masih mesti taping e-toll, niscaya akan terjadi tundaan perjalanan minimum satu detik untuk setiap kendaraan. Akumukasi dari ratusan ribu kendaraan yang mengalami tundaan lantaran taping itulah yang melahirkan kemacetan. Makara kemacetan bukan disebabkan oleh kegagalan kebijakan one way system, namun oleh tundaan perjalanan setiap kendaraan beroda empat yang menjalankan taping e-toll. Bila ingin terhindar dari tundaan perjalanan di tol, maka metode pembayarannya tidak menggunakan gate lagi, melainkan menggunakan OBU (on board unit) yang tidak perlu taping.
Pekerjaan rumah besar yang masih perlu ditanggulangi di Jawa lima tahun ke depan yakni menekan jumlah pemudik dengan motor, yang dari tahun ke tahun meningkat terus. Bahkan hasil pantauan Dirjen Perhubungan Darat Budi Setyadi pada H-2 terjadi peningkatan cukup signifikan dibandingkan pada hari yang serupa pada viral pulang kampung Idulfitri 2018.
Pemudik dengan menggunakan sepeda motor ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah mengingat sepeda motor tidak didesain selaku fasilitas transportasi jarak jauh. Dan, faktanya, data menampilkan bahwa sepeda motor berkontribusi besar (lebih dari 70%) pada terjadinya kecelakaan kemudian lintas yang menelan korban jiwa. Meminimalisasi serendah mungkin penggunaan motor untuk pulang kampung perlu menjadi kesibukan prioritas dengan memperbanyak layanan transportasi umum.
Fokus di Jawa
Sayangnya, segala bentuk kelangsungan arus pulang kampung dan arus balik Idulfitri itu terkonsentrasi di Jawa saja yang sudah memiliki infrastruktur transportasi cukup lengkap. Tidak demikian halnya pemudik ke luar Jawa atau antarpulau di luar Jawa yang sering mengalami halangan lantaran kekurangan infrastruktur maupun fasilitas angkutan, khususnya yang menggunakan kapal laut, atau transportasi danau dan sungai.
Mereka juga tidak memedulikan pulang kampung gratis menyerupai yang dicicipi oleh warga di Jawa. Mudik gratis menggunakan bus maupun kapal maritim tahun ini memang sudah hingga ke Sumatra, yakni ke Lampung, Palembang, dan Padang untuk pulang kampung gratis dengan menggunakan bus dan ke Lampung yang menggunakan kapal, tetapi antarpulau di luar Jawa belum terlayani pulang kampung gratis. Di segi lain, fasilitas kapal atau bahtera yang melayani mereka masih terbatas, baik kuantitas maupun kualitas.
Subsidi Angkutan Umum
Gagasan usang yang sudah pernah aku sampaikan terhadap Komisi V dewan perwakilan rakyat (2007) yakni perlu adanya subsidi untuk transportasi lazim pada dikala mudik/arus balik Lebaran, baik untuk penumpang bus, kereta api, maupun kapal laut. Subsidi untuk penumpang pesawat melayang diperlukan untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau, yang selama ini dilayani oleh penerbangan perintis.
Subsidi tersebut tidak untuk menggratiskan layanan transportasi umum, namun untuk merenggangkan beban pemudik biar mereka tetap mengeluarkan duit tarif reguler (harian) namun operator tidak rugi lantaran beban peningkatan biayanya ditanggung oleh negara. Sebagai contoh, tarif regular AKAP/kapal laut/KA Ekonomi ke tujuan tertentu sebesar Rp. 100.000. Pada dikala viral pulang kampung Idulfitri operator mengoptimalkan menjadi Rp 200.000. Nah yang Rp.100.000 dari peningkatan tarif itu ditanggung oleh negara.
Dengan bagan subsidi menyerupai itu, penduduk tidak terbebani oleh tarif AKAP/kapal laut/KA Ekonomi, operator untung, dan pemerintah juga tidak terlampau terbebani lantaran cuma menanggung 50% dari total tarif Lebaran. Subsidi semestinya juga diberikan pada AKDP (angkutan kota dalam provinsi) selaku transportasi pengumpannya.
Subsidi tersebut semestinya diberikan selama H-7 hingga H+7 untuk semua moda transportasi massal ekonomi biar sempurna sasaran. Bagi warga yang tinggal di Jawa, diinginkan dengan adanya subsidi transportasi lazim tersebut mereka pulang kampung tidak menggunakan motor lagi, melainkan naik transportasi lazim tanpa perlu kalut biayanya mahal. Sedangkan bagi pemudik ke/dari luar Jawa atau antarpulau di luar Jawa, mereka sanggup turut serta mencicipi pulang kampung dengan tiket kapal yang murah, tetapi keselamatannya terjamin lantaran operator tidak memuat penumpang melampaui kapasitas sekadar untuk memburu saat-saat mendapat laba besar.
Betul bahwa pemerintah kini sudah menjalankan jadwal pulang kampung gratis untuk menekan jumlah pemudik dengan menggunakan motor. Namun pulang kampung gratis tidak mencapai semua daerah, sedangkan layanan Bus AKAP lazimnya hingga ke ibu kota kabupaten, bahkan kecamatan, sehingga pemudik tidak terlampau repot.
Bila subsidi transportasi lazim tersebut sanggup direalisasikan, akan sanggup meminimalisir penggunaan motor untuk pulang kampung sehingga meminimalisir kepadatan di jalan raya maupun tol mengingat daya angkut bus jauh lebih banyak dibandingkan kendaraan beroda empat pribadi. Makin banyak pemudik menggunakan transportasi lazim itu makin baik, sehingga tidak diperlukan lagi kebijakan one way system yang cuma fokus memfasilitasi kendaraan beroda empat eksklusif saja. Dalam penyelenggaraan pulang kampung Idulfitri ke depan pemerintah perlu lebih menampilkan prioritas pada transportasi umum, bukan pada kendaraan pribadi.
Darmaningtyas Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) di Jakarta
(mmu/mmu)
Dimuat di Detik.com Senin10 Juni 2019
https://news.detik.com/kolom/4581123/evaluasi-manajemen-mudik-2019
0 Komentar untuk "Evaluasi Administrasi Pulang Kampung 2019"