‘Buat apa berkerudung kalau kelakuan rusak’. Pernyataan ini sering keluar dari lisan kaum hawa dengan maksud selaku pembenaran akan prinsip hidupnya yang tidak mau memakai kerudung. Bahkan pernyataan itu dikuatkannya dengan berkata: “Kan kasihan, islam nanti jadi jelek di mata dunia. Makara lebih baik kita perbaiki kelakuan kita saja dahulu sebelum menegaskan mengenakan kerudung”.
Sekilas kata-kata ini terdengar benar dan bijak hingga banyak kaum hawa yang mengikuti jalan ini. Padahal dibalik kata-kata ini ada ancaman besar mengintai yang pada karenanya menghadirkan kebinasaan demi kebinasaan bagi kaum hawa itu sendiri. Bahkan efek menghancurkan yang muncul dari pengertian ini juga berimbas pada kaum adam.
Betapa tidak, kian hari kian banyak kaum hawa yang tidak menutup auratnya. Mereka merasa bahwa rambut bukanlah aurat, hingga mereka santai saja keluar rumah tanpa mengenakan kerudung. Ditambah lagi musim pakaian yang mereka kenakan mengikuti gaya para artis sinetron yang serba minim dan ketat. Alhasil, lekuk-lekuk badan tergambar jelas. Hal ini menjadi godaan besar bagi kaum adam yang melihatnya.
Saudariku muslimah marilah kita berhenti dari menyampaikan ‘kerudungin hati dulu, gres deh kerudungin rambut’. Jika pun hati memang belum sepenuhnya dapat diperbaiki, maka menutup rambut alias berkerudung yakni tetap wajib hukumnya. Belum bisanya kita menata hati mudah-mudahan menjadi islami atau belum bisanya kita memperbaiki kelakuan, tidak menjadi lantaran gugurnya keharusan tersebut.
Dzat yang Maha Agung yang sudah bikin perempuan, sudah mengeluarkan SK resmi akan hal ini. Firman-Nya dalam Alquran:
“Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak diganggu. Dan Allah yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)
Makara biarkan saja kerudung itu menempel di kepala dan menjuntai menutupi dada. Karena dengan demikian, saudariku muslimah sudah menunaikan salah satu kewajibannya terhadap sang Pencipta.
Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang lain. Katakanlah mereka yang berpaham ‘perbaiki kelakuan dulu, barulah berkerudung’ memang sukses menjadi perempuan berkelakuan baik. Mereka senantiasa mendirikan sholat yang 5 waktu plus sholat-sholat sunnah lainnya. Tak lupa saban hari mereka pun mengaji Alquran. Zakat, infaq dan sedekah pun senantiasa mereka keluarkan. Mereka juga senantiasa ramah dan menjalin silaturahmi dengan semua orang.
Namun Wahai Saudariku, semua itu tidak menjadi lantaran gugurnya dosa yang dipikul jawaban ia tidak menutup auratnya. Ia tetap dicatat selaku hamba Allah yang berdosa lantaran tidak mau menjalankan salah satu perintah-Nya. Padahal perintah itu sudah begitu terperinci terpampang di depan batang hidungnya dan tidak pula ada udzur yang menghalanginya.
Coba kita bayangkan, dikala beliau tengah asyik mengaji membaca ayat-ayat suci Alquran, kemudian ia hingga pada ayat ke-59 surat Al Ahzaab di atas:
“Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak diganggu. Dan Allah yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Emhh make jilbabnya ntar-ntar dahulu deh Tuhan. Hamba mau perbaikin kelakuan dulu”. Ucapnya.
Tak disangka cuma berselang hitungan hari, ia tutup usia. Allah mencabut ruh dari raganya. Lalu argumentasi apa yang akan ia sodorkan kelak di Yaumul Hisab perihal keengganannya berkerudung dan mengenakan jilbab?
Baca Juga:
‘Buat apa berkerudung, kalau kelakuan rusak’, hendaknya tidak lagi menjadi paham yang dianut oleh perempuan muslimah mudah-mudahan tidak menutup auratnya. Janganlah perbuatan rusak segelintir muslimah bikin kita menganggap sesuatu secara keseluruhan. Ibarat pepatah, ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’. Tetaplah mengenakan kerudung meskipun belum dapat memperbaiki diri. Namun, dari hari ke hari hendaklah ada kerja keras untuk menuju ke arah perbaikan diri itu.
Wallahu A’lam
Sumber https://www.kabarmakkah.com
Sekilas kata-kata ini terdengar benar dan bijak hingga banyak kaum hawa yang mengikuti jalan ini. Padahal dibalik kata-kata ini ada ancaman besar mengintai yang pada karenanya menghadirkan kebinasaan demi kebinasaan bagi kaum hawa itu sendiri. Bahkan efek menghancurkan yang muncul dari pengertian ini juga berimbas pada kaum adam.
Betapa tidak, kian hari kian banyak kaum hawa yang tidak menutup auratnya. Mereka merasa bahwa rambut bukanlah aurat, hingga mereka santai saja keluar rumah tanpa mengenakan kerudung. Ditambah lagi musim pakaian yang mereka kenakan mengikuti gaya para artis sinetron yang serba minim dan ketat. Alhasil, lekuk-lekuk badan tergambar jelas. Hal ini menjadi godaan besar bagi kaum adam yang melihatnya.
Saudariku muslimah marilah kita berhenti dari menyampaikan ‘kerudungin hati dulu, gres deh kerudungin rambut’. Jika pun hati memang belum sepenuhnya dapat diperbaiki, maka menutup rambut alias berkerudung yakni tetap wajib hukumnya. Belum bisanya kita menata hati mudah-mudahan menjadi islami atau belum bisanya kita memperbaiki kelakuan, tidak menjadi lantaran gugurnya keharusan tersebut.
Dzat yang Maha Agung yang sudah bikin perempuan, sudah mengeluarkan SK resmi akan hal ini. Firman-Nya dalam Alquran:
“Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak diganggu. Dan Allah yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)
Makara biarkan saja kerudung itu menempel di kepala dan menjuntai menutupi dada. Karena dengan demikian, saudariku muslimah sudah menunaikan salah satu kewajibannya terhadap sang Pencipta.
Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang lain. Katakanlah mereka yang berpaham ‘perbaiki kelakuan dulu, barulah berkerudung’ memang sukses menjadi perempuan berkelakuan baik. Mereka senantiasa mendirikan sholat yang 5 waktu plus sholat-sholat sunnah lainnya. Tak lupa saban hari mereka pun mengaji Alquran. Zakat, infaq dan sedekah pun senantiasa mereka keluarkan. Mereka juga senantiasa ramah dan menjalin silaturahmi dengan semua orang.
Namun Wahai Saudariku, semua itu tidak menjadi lantaran gugurnya dosa yang dipikul jawaban ia tidak menutup auratnya. Ia tetap dicatat selaku hamba Allah yang berdosa lantaran tidak mau menjalankan salah satu perintah-Nya. Padahal perintah itu sudah begitu terperinci terpampang di depan batang hidungnya dan tidak pula ada udzur yang menghalanginya.
Coba kita bayangkan, dikala beliau tengah asyik mengaji membaca ayat-ayat suci Alquran, kemudian ia hingga pada ayat ke-59 surat Al Ahzaab di atas:
“Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih gampang untuk dikenal, lantaran itu mereka tidak diganggu. Dan Allah yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Emhh make jilbabnya ntar-ntar dahulu deh Tuhan. Hamba mau perbaikin kelakuan dulu”. Ucapnya.
Tak disangka cuma berselang hitungan hari, ia tutup usia. Allah mencabut ruh dari raganya. Lalu argumentasi apa yang akan ia sodorkan kelak di Yaumul Hisab perihal keengganannya berkerudung dan mengenakan jilbab?
Baca Juga:
- Demi Pertahankan Berjilbab, Muslimah Ini Rela Keluar Kerja Dan Membayar Denda 10 Juta
- Bagaimanakah Nasib Pahala Wanita Yang Tidak Berhijab?
‘Buat apa berkerudung, kalau kelakuan rusak’, hendaknya tidak lagi menjadi paham yang dianut oleh perempuan muslimah mudah-mudahan tidak menutup auratnya. Janganlah perbuatan rusak segelintir muslimah bikin kita menganggap sesuatu secara keseluruhan. Ibarat pepatah, ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’. Tetaplah mengenakan kerudung meskipun belum dapat memperbaiki diri. Namun, dari hari ke hari hendaklah ada kerja keras untuk menuju ke arah perbaikan diri itu.
Wallahu A’lam
0 Komentar untuk "'Buat Apa Berkerudung, Jikalau Kelakuan Rusak', Benarkah?"