Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah sanggup diartikan selaku sikap atau perbuatan yang semestinya dijalankan oleh insan selaku makhluk, terhadap Tuhan selaku khalik. Keharusan itu sangatlah logis lantaran terlalu banyak nikmat-Nya yang tercurah pada manusia. Di mana dengan limpahan nikmat-Nya itulah manusiadapat menjalani segala acara kehidupannya selaku khalifah di tampang bumi.
Menutur Prof. Dr. Abudin Nata[1] melalui bukunya “Akhlak Tasawuf”, sedikitnya ada empat argumentasi kenapa insan perlu berakhlak terhadap Allah. Pertama, lantaran Allah-lah yang sudah bikin manusia. Menciptakan insan dari tanah yang kemudian berproses menjadi tepat di dalam janin.

12. dan Sesungguhnya Kami sudah bikin insan dari suatu saripati (berasal) dari tanah.13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam kawasan yang kuat (rahim).
Kedua, lantaran Allah sudah menampilkan peralatan pancaindra terhadap manusia, berupa pendengaran, penglihatan, kebijaksanaan pikiran, dan sanubari, disamping anggota tubuh yang kuat dan tepat terhadap manusia. (Q.S. an-Nahl ayat, 16:78)
  
78. dan Allah mengeluarkan kau dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengenali sesuatupun, dan Dia memberi kau pendengaran, pandangan dan hati, mudah-mudahan kau bersyukur.
Ketiga, lantaran Allah-lah yang sudah menawarkan aneka macam materi dan fasilitas yang diperlukan bagi kelancaran hidup manusia, baik berasal dari air, udara, tanah, tumbuhan dll. (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:12-13)
   
12. Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu agar kapal-kapal sanggup berlayar padanya dengan seizin-Nya dan agar kau sanggup mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kau bersyukur. 13. dan Dia sudah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu sungguh-sungguh terdapat gejala (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
Keempat, lantaran Allah sudah memuliakan insan dengan diberikannya kemampuannya menguasai daratan dan lautan. Liihat (Lihat Q.S. al-Isra, 17:70).

70. dan Sesungguhnya sudah Kami muliakan bawah umur Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan keunggulan yang cocok atas pada lazimnya makhluk yang sudah Kami ciptakan.
Namun, jangan mengira bahwa Allah memerlukan susila baik insan kepada-Nya, tidak sama sekali tidak. Kebesaran Allah tidak akan memperbesar sedikitpun lantaran susila baik kita kepada-Nya dan kemuliaann-Nya tidak akan menyusut sedikit pun dikarenakan kedurhakaan insan terhadap-Nya.
Masih menurut Abuddin Nata, banyak cara yang sanggup dijalankan untuk beradab terhadap Allah. Diantaranya dengan tidak menyekutukan-Nya. (lihat Q.S. an-Nisa, 4:116)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا [٤:١١٦]
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia sudah kehilangan arah sejauh-jauhnya.

takwa kepada-Nya (QS. As-Syu’araa, 163)
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ [٢٦:١٦٣]
maka bertakwalah terhadap Allah dan taatlah kepadaku.

bertaubat kepada-Nya (QS. al-Baqarah 2:222)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ [٢:٢٢٢]..
..Sesungguhnya Allah menggemari orang-orang yang bertaubat dan menggemari orang-orang yang mensucikan diri.
mencintai-Nya (QS. al-Nahl, 16:72), mensyukuri nikmat-Nya (QS. al-Ghafir, 40:60), beribah kepada-Nya(QS. al-Dzariyat, 51:56), menirukan sifat-sifat-Nya dan berupaya mencari keridhaannya (QS al-Fath, 48:29).[2]
Semetara itu Prof. Dr. M. Quraisy Shihab menyampaikan bahwa titik tolak akkhlak terhadap Allah yakni pengukuhan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memilki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan bisa menjangkaunya[3]. Berkenaan dengan susila terhadap allah dijalankan dengan cara banyak memujinya (QS. An-Naml, 27:93),
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَتَعْرِفُونَهَا ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ [٢٧:٩٣]
Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan menampilkan kepadamu gejala kebesaran-Nya, maka kau akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada gegabah dari apa yang kau kerjakan".
 Selanjutnya sikap tersebut dilanjutkan dengan senantiasa bertawakkal kepada-Nya (QS. Al-Anfal, 6:61)
وَإِن يُرِيدُوا أَن يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ ۚ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ [٨:٦٢]
Dan bila mereka berencana menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin. yakni memunculkan Tuhan selaku satu-satunya yang menguasai diri manusia.

Akhlak Terhadap Rasulullah SAW.
                  Sebagaimana yang diriwayatkan mengenai sikap rasulullah SAW, bahwa baginda tidak pernah sama sekali menghantam seorang pun dengan tangannya, melainkan dipukulnya lantaran fi-sabilillah Ta’ala. Baginda juga tidak pernah menyimpan dendam lantaran sesuatu yang dijalankan terhadap dirinya. Melainkan menyaksikan kehormatan Allah SWT. Jika baginda memutuskan antara dua perkara, tanpa sangsi lagi baginda akan memutuskan yang paling ringan dan gampang antara keduanya, kecuali bila pada permasalahan itu ada dosa, ataupun akan memicu terputusnya relasi silaturrahim, maka baginda akan menjdi orang yang paling jauh sekali darinya.
                  Tiada pernah seseorang yang pernah tiba terhadap nabi SAW. Baik mereka merdeka atau hamba sahaya ( hamba sahaya wanita ) mengadukan keperluannya, melainkan baginda akan menyanggupi hajat masing-masing. Anas r.a berkata : demi dzat yang mengutusnya dengan kebenaran. Ia ( nabi ) tiada pernah berkata padaku dalam permasalahan yang tiada diinginkanya, mengapa engkau kerjakan itu. Dan apabila istri-istri memarahiku atau sesuatu yang saya lakukan, maka ia berkata terhadap mereka: biarakanlah si Ana situ, dan jangan dimarahi, sebetulnya tiap-tiap sesuatu itu berlaku menurut ketentuan dan kadar.
                  Temasuk ahklaknya yang mulia, ia mengawali member salam terhadap siapasaja yang bdi temuinya. Jika ada orang yang mengasarinya lantaran sesuatu keperluan, ia menyebarkannya sehingga ornag itu memalingkan tampang ketimbang baginda, bila berjumpa salah seorang sahabatnya, secepatnya dia akan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Baginda tidak pernah bangun atau duduk, melainkan lidahnya senantiasa menyebut nama Allah SWT. Sering kali bila sedang sembahnyang. Lalu ada tamu yang tiba lantaran sesuatu keperluan, maka segeralah meringkaskan sembahnyangnya untuk menyambut tadi.
                 Bila baginda berada didalam suatu majelis antara para sahabatnya maka tidak pernah di khususkan satu kawasan baginya, melainkan dimana saja sesuai baginda tiba di sutulah dia akan duduk. Baginda rasulullah SAW yakni seorang yang amat jarang marahnya, teapi bila ia murka secepatnya ingat dengan Allah SWT. Baginda yakni orang yang paling banyak menampilkan faedah terhadap seluruh manusia. Rasulullah saw yakni seorang yang amat lapang dada dan suka memaafkan orang lain walaupun banginda bisa membalas dendam. Dalam peristiwa-peristiwa yang lain banyak sekali parah sabat meminta izin membunuh orang-orang yang berbuat jahat terhadap dirinya, rasul tidak setujuh dan melarannya. Beliau bersabda:
   “Jangan hingga ada seorang dari kau yang menyodorkan sesuatu gunjingan perihal seorang dari sahabtku, sesungguhnya saya ingin keluar kepadamu sedangkan saya dalam kondisi berlapan dada”. Rasulullah saw yakni seorang yang berwatak lemah lemah lembut pada segala hal, lemah lembut laihr dan batin. Sering sekali rasulullah bersikap merendah diri memperkecil kedudukannya, rasulullah senantiasa memohon terhadap Allah swt mudah-mudahan memperhiaskan dirrinya dengan tata sopan yang mulian dan budi pekrti yang luhur, Allah swt berfirman “ jadilah engkau pemaaf dan surulah ornag menjalankan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’raf; 199). Alquran juga mendidik baginda agar melaksanakan keadilan, melaksanakan kebaikan terhadap orang banyak, ingat terhadap kaum kerabat, melarang para kaum kerabat, segala jenis kemungkaran, dan kekejihan. Firman Allah swt : “Seungguhnya Allah menyuruh” (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member terhadap kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan kejih, kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu mudah-mudahan kau sanggup mengabil pelajaran’ (QS. An-Nhal : 90).
Adab –Adab Shalat      
Sebagai seorang muslim, wajiblah ia menjalankan rukun islam yang lima itu. Salah satunya yakni mendirikan shalat. Ibadah ini merupakan ibadah harian yang diresmikan oleh setiap muslim selaku kepraktisan menghadap Allah SWT dengan syarat dan rukun tertentu. Baik ia dalam kondisi sehat maupun sakit, menetap atau bepergian. Jika tidak diresmikan tanpa adanya udzur, tentu sanggup dibilang ada sesuatu yang salah dengan ruhani muslim tersebut.
الصَّلاََةُ عِمَادُ الدِّيْن
                 Selain syarat dan rukun tertentu, dalam pengolahan ibadah shalat layak juga diamati adab-adab di saat shalat. Pentingnya adab-adab shalat ini menolong muslim untuk lebih khusyu’ dalam mendirikan shalat dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Di antara sekian banyak adab, di bawah ini merupakan beberapa susila shalat munfarid (sendiri) antara lain,
Menghadaplah kepada-Nya dengan kondisi terbaikmu
                 Bersihkanlah kotoran yang ada di badan, pakaian, dan kawasan shalatmu. Sucikanlah dirimu dari segala hadats kemudian tutuplah auratmu dengan sempurna. Berdirilah menghadap kiblat, renggangkanlah kedua telapak kakimu, kemudian bacalah surat An-Naas selaku bentuk doa untuk melindungi diri dari godaan setan.
Hadirkan hatimu dalam kondisi damai dan khusyu’
                 Jauhkanlah hatimu dari kondisi lalai, kosongkan hatimu dari urusan duniawi serta keinginan-keinginan yang buruk. Penuhilah hatimu dengan urusan-urusan alam abadi menyerupai nirwana dan neraka. Beribadahlah terhadap Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa, maka sesungguhnya Allah melihat-Mu.
                 Tiang shalat yakni khusyu’ dan kedatangan hati diikuti bacaan dan dzikir. Sesung-guhnya Allah menerima shalat seorang muslim sesuai dengan kadar kekhusyu’an, ketun-dukan, dan kerendahan diri serta doanya yang tulus. Selain itu, menjauhkan hati dari sifat riya’ juga merupakan hal yang utama dalam adab-adab shalat. (AMY)[4]
Rasulullah saw bersabda:
اعبد الله كانك تراه وان لم تكن تراه فانه يراك
“Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia melihatmu.”
                 Hadits ini mengisyaratkan adanya dua tingkatan kedatangan hati. Tingkat yang tertinggi yakni orang yang beribadah sanggup menyaksikan keindahan Sang Mahaindah, karam dalam tajalli Sang Kekasih, sehingga indera pendengaran hatinya tuli dari segala maujud yang lain, mata hatinya menyaksikan keindahan murni Sang Mahaagung, sehingga tidak menyaksikan selain-Nya, fokus sepenuhnya pada Yang Mahahadir sehingga dia tidak mencicipi kedatangan dirinya dan kawasan kehadirannya.
            Tingkat yang di bawahnya yakni tingkat pelaku ibadah yang mencicipi kedatangan dirinya di hadapan kedatangan Tuhan, namun dia mempertahankan susila kedatangan dan kawasan kehadirannya.
                 Rasulullah saw membuktikan bahwa bila engkau mampu, jadilah orang yang mencapai tingkatan pertama dan laksanakanlah ibadah dengan cara menyerupai itu. Jika tidak, maka janganlah engkaulupa, bahwa pada di saat beribadah, engkau hadir di hadapan Tuhan, dan kedatangan ini menuntut adab. Melalaikan susila ini sama dengan menjauhi kepercayaan akan kehambaan dirimu di hadapan Tuhan.
                 Diceritakan di dalam hadits dari Ali bin Husain bahwa ia mendirikan shalat, kemudian sorbannya jatuh dari pundaknya, dan ia tidak mengambil sorban itu hingga shalatnya selesai. Beliau ditanya perihal hal itu. Beliau menjawab:
ويحك اتدري بين يدي من كنت
“Celakalah engkau, tahukah engkau di hadapan Siapa saya tadi?”
Diriwayatkan dari Rasulullah saw:
ان الرجلين من امتي ليقومان الى الصلاة وكوعهما وسجودهما واحد وان بين صلاتهما ما بين السماء والارض
“Dua orang dari umatku menjalankan shalat. Ruku dan sujud mereka sama. Tapi, perbedaan shalat mereka menyerupai jarak antara langit dengan bumi.”
Dalam hadits lain:
من صلى ركعتين لم يحدث نفسه بشيء من الدنيا غفر الله له ذنوبه
“Orang yang shalat dua rakaat dalam kondisi tidak membisikkan terhadap dirinya dengan sesuatu dari urusan dunia, Allah mengampuni dosa-dosanya.”
Dalam hadits lain:
اذا قام العبد المؤمن في صلاته نظر الله اليه حتى ينصرف واظلته الرحمة من فوق رأسه الى افق السماء والملائمة تحفه الى افق السماء ووكل الله به ملكا قائما على رأسه يقول : ايها المصلى لو تعلم من ينظر اليك ومن تناجي مالتفت ولا زلت في موضعك ابدا
“Jika seorang mukmin mendirikan shalat, maka Allah memperhatikannya hingga dia selesai. Rahmat menaunginya dari atas kepalanya hingga ke ufuq langit. Malaikat menaunginya di sekitarnya hingga ke ufuq langit. Allah menyuruh malaikat berdiri di hadapannya dan berkata, ‘Wahai orang yang sedang shalat, bila engkau tahu Siapa yang memperhatikanmu, maka engkau tidak akan mengalihkan perhatian dan engkau tidak akan berpaling dari tempatmu selama-lamanya[5]
Adab Shalawat dan Salam  terhadap Rasulullah
                 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, yang artinya,“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kau untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)

                 Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya dan membersihkan ia dari langkah-langkah atau fikiran jahat orang-orang yang berinteraksi dengan beliau.
                 Yang dimaksud shalawat Allah yakni puji-pujian-Nya terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat yakni do’a dan istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat ia yakni do’a dan mengagungkan perintah ia shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
                 Dalam suatu riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah bersabda,
“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu merupakan orang yang (apabila) namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dengan sanad shahih)
                 Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali menyampaikan bahwa disunnahkan bagi para penulis mudah-mudahan menulis shalawat terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tidak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa Indonesia – pent) setiap kali menulis nama beliau.
                 Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga menyampaikan dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa digemari apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah dengan verbal dan tulisan.
                
Ketahuilah saudariku, shalawat ummat terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni bentuk dari suatu do’a. Demikian pula dengan makna salam kita terhadap sesama muslim. Dan do’a merupakan cuilan dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu akan menghadirkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dalam beribadah dengan menyingkat salam dan shalawat, utamanya terhadap kekasih Allah yang sudah mengajarkan kita aneka macam ilmu perihal dien ini?[6]
Adab dalam berdzikir.
Berdzikir mempunyai adab-adab yang perlu diamati dan diamalkan, diantaranya:
  1. Ikhlas dalam berdzikir mengharap ridho Allah.
  2. Berdzikir dengan dzikir dan wirid yang sudah dicontohkan Rasululloh, lantaran dzikir yakni ibadah. Telah kemudian klarifikasi Ibnu Taimiyah perihal hal tersebut.
  3. Memahami makna dan penunjukkannya dan khusu’ dalam melakukannya. Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir yang paling utama dan faedah yakni yang sesuai verbal dengan hati dan merupakan dzikir yang sudah dicontohkan Rasululloh serta orang yang berdzikir mengetahui makna dan tujuan kandungannya [Dinukil dari Fiqh Al Ad’iyah wal Azkar hal. 9]
  4. Memperhatikan tujuh susila yang sudah diterangkan Allah dalam firmanNya:وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kau tergolong orang-orang yang lalai.” (Surat Al A’raf:205)
Ayat yang mulia ini menampilkan tujuh susila penting dalam berdzikir, yaitu:
    1. Dzikir dijalankan dalam hati, lantaran hal itu lebih bersahabat terhadap ikhlash.
    2. Dilakukan dengan merendahkan diri mudah-mudahan terwujud sikap penyembahan yang cocok terhadap Allah.
    3. Dilakukan dengan rasa takut dari siksaan Allah akhir kelalaian dalam bederma dan tidak diterimanay dzikir tersebut. Oleh lantaran itulah Allah mensifati kaum mukminin dengan firmanNya:وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang menampilkan apa yang sudah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali terhadap Rabb mereka.” (Surat Al Mu’minun:60)
    1. Dilakukan tanpa mengeraskan suara, lantaran hal itu lebih bersahabat terhadap tafakkur yang baik.
    2. Dilakukan dengan verbal dan hati.
    3. Dilakukan diwaktu pagi dan petang. Memang dua waktu ini mempunyai keistimewaan, sehingga Allah sebut dalam ayat ini, ditambah lagi spesialisasi yang lain yakni spesialisasi yang disampaikan rasulullah dalam sabdanya:يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
Artinya: “Bergantian pada kalian malaikat di malam dan malaikat di waktu siang. Mereka berjumpa diwaktu sholat fajr dan ashr kemudian naiklah malaikat yang mengunjungi kalian dan Rabb merreka menanyakan mereka dan Allah lebih tahu dengan mereka: “Bagaimana kondisi hambaKu di saat kau tinggalkan?” mereka menjawab: ‘Kami lewati mereka dalam kondisi sholat dan kami kunjungi mereka dalam kondisi sholat”[7]
Hakikat Doa

Allah swt berfirman:
            “Dan bila hamba-hamba-Ku mengajukan pertanyaan kepadamu perihal Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku yakni dekat. Aku mengijabah doa orang yang bedoa bila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka menyanggupi (seruan)Ku dan hendaknya mereka beriman kepada-Ku, mudah-mudahan mereka senantiasa berada dalam bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)
            Kandungan makna ayat ini diungkapkan dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasa paling lembut. Allah swt memakai kata “Aku” tidak memakai kata “Dia” dan lainnya. Ini menampilkan betapa besar perhatian Allah swt terhadap hamba-Nya yang berdoa.
            Ungkapan kata “hamba-hamba-Ku” juga menampilkan pada betapa besarnya perhatian Allah swt terhadap doa. Ayat ini tidak memakai kata penghubung dalam jawaban, yakni “Jika hamba-hamba-Ku mengajukan pertanyaan tentang-Ku. sesungguhnya Aku yakni dekat”, ditambah memakai kata “Sesungguhnya” dan kata “qarib”. Ini menampilkan bahwa di saat seorang hamba berdoa kepada-Nya, Allah sungguh bersahabat dengannya, tetap dan senantiasa bersahabat dengannya.
            Doa artinya memanggil, memusatkan persepsi yang diundang terhadap yang memanggil. Adapun kata “As-Sual” artinya mengajukan pertanyaan atau memohon, yang maksudnya untuk menghadirkan sesuatu yang berfaedah atau menghindarkan sesuatu yang berbahaya. Dengan permohonan diharapkan sanggup menyanggupi kebutuhan-kebutuhan pemohon setelah ia memusatkan perhatiannya, dan permohonannya menjadi puncak doa.
            Sebagaiman sudah kami jelaskan dalam pembahasan yang lain, bahwa ubudiyah artinya yakni mamlukiyah, sifat pemilikan. Maksudnya setiap pemilikan menampilkan pada penghambaan insan terhadap Allah swt. Kepemilikan Allah berlainan dengan kepemilikan selain-Nya. Kepemilikan Allah yakni pemilikan yang mutlak dan sebenarnya, sedangkan kepemilikan selain-Nya bersifat nisbi, tidak sebenarnya.
            Karena selain Allah tidak berhak menyandang kepemilikan yang bersifat mutlak. Apa saja yang dimiliki oleh hamba-Nya misalnya: isteri, anak, harta, kedudukan, dan lainnya. Juga dirinya, dan segala organ lahir dan batinnya. Semuanya akan kembali dan mesti dikembalikan terhadap Pemiliknya yang mutlak, yakni Allah swt.
            Semua ini menampilkan bahwa tidak ada kepemilikan selain Allah kecuali dengan izin-Nya, bahkan eksistensi hamba itu sendiri yakni milik-Nya. Sekiranya Allah tidak mengijinkan tentu kita semua tidak akan ada. Hanya Dialah yang memunculkan kita mempunyai pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Dialah yang bikin segala sesuatu dan memutuskan takdirnya.
            Dari klarifikasi ini menampilkan kejelasan bahwa Allah swt mendinding di antara sesuatu dan dirinya, antara insan dan setiap yang menemaninya: isteri, anak, teman, harta, kedudukan, kebenaran, dan lainnya. Sehingga ini menampilkan bahwa Allah swt lebih bersahabat terhadap kita dari setiap yang bersahabat dengan kita. Hanya Dialah Yang Maha Dekat, dan kedekatan-Nya bersifat mutlak. Makna inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya:
“Kami lebih bersahabat kepadanya ketimbang kamu, namun kau tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)

“Kami lebih bersahabat kepadanya ketimbang urat lehernya.” (Qaaf: 16)

“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara insan dan hatinya.” Al-Anfal: 24)

            Pemilikan Allah terhadap hamba-Nya yakni pemilikan yang sebenarnya. Pemilikan inilah yang mewajibkan setiap perbuatannya mesti sesuai dengan kehendak-Nya tanpa hijab. Ini menampilkan bahwa cuma Allah yang mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Nya, menetralisir penderitaannya, menyanggupi kebutuhannya, dan lainnya. Karena kemutlakan kepemilikan-Nya, maka ilmu dan kekuasaan-Nya termasuk semua takdir tanpa dibatasi oleh takdir yang lain, tidak menyerupai yang dibilang oleh orang-orang yahudi:

            “Sesungguhnya Allah bikin sesuatu dan memutuskan takdir-Nya, maka sempurnalah perkara-Nya, dan terlepaslah ikatan kontrol pengaturan yang gres dari tangan-Nya dengan ketetapan yang Dia menetapkan atasnya, sehingga tidak ada lagi penghapusan, bada’ dan ijabah doa lantaran persoalannya sudah selesai.”

            Juga tidak menyerupai yang dibilang oleh sebagian ummat Islam: “Sesungguhnya Allah terlepas sama sekali dari setiap perbuatan hamba-Nya.” Ini yakni pernyataan orang-orangt Qadariyah yang oleh Rasulullah saw dinamakan Majusinya ummat ini. Yakni dalam hadisnya: “Qadariyah yakni majusinya ummat ini.”
            Jadi, setiap sesuatu tidak akan pernah terlepas dari kepemilikan Allah, izin dan kehendak-Nya. Karena itu, tidak akan terjadi suatu insiden tanpa izin dan kehendak-Nya walaupun kita juga mesti berupaya dan berikhtiar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:

“Hai manusia, kau yang butuh terhadap Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

            Penjelasan itu menampilkan bahwa setiap sesuatu diliputi oleh hukum, tergolong juga ijabahnya doa. Yakni diputuskan oleh sebab-sebab yang memicu dan mewajibkan doa itu diijabah. Seorang hamba yang berdoa terhadap Allah dengan tawadhu’, kerendahan hati, dan khusuk doanya akan memicu ia bersahabat dengan-Nya dan kedekatan dengan-Nya memicu doanya diijabah oleh-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku.”[8]
            Dari uraian Allamah Thabathaba’i perihal pembatasan ijabah doa menampilkan pada Adab-adab berdoa, dan syarat-syarat ijabahnya suatu doa.[9]

Adab Berdoa
Pertama, Memakan kuliner dan memakai busana dari yang halal. Dari Abu Hurairah ra. gotong royong Rasulullah saw. bersabda: “Seorang pria yang lusuh lagi kumal lantaran usang bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi dan berdoa : Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya berkembang dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan.?” Imam Muslim
Kedua, Hendaknya memutuskan waktu dan kondisi yang utama, seperti:
1. tengah malam, Rasulullah saw. bersabda:
: قال صلى الله عليه وسلم: “أقرب ما يكون الرب من العبد في جوف الليل الآخر فإن استطعت أن تكون ممن يذكر الله في تلك الساعة فكن”.
“Keadaan yang paling dekan antara Tuhan dan hambanya yakni di waktu tengah malam akhir. Jika kau dapat menjadi cuilan yang berdzikir terhadap Allah, maka kerjakanlah pada waktu itu.”
Dari Jabir berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya cuilan dari malam ada waktu yang apabila seorang hamba muslim meminta kebaikan terhadap Allah dan sesuai dengan waktu itu, tentu Allah mengabulkannya.” Imam Ahmad menambah: “Itu terjadi di setiap malam.”
2. di saat sujud. Rasulullah saw. bersabda: “Dan adapun di saat sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian berdoa, pasti akan diijabahi doa kalian.”
3. di saat adzan. Rasulullah saw. bersabda: “Ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan, maka pintu-pintu langit dibuka, dan doa diistijabah.”
4. antara adzan dan iqamat. Rasulullah saw. bersabda: “Doa antara adzan dan iqamat mustajab, maka berdoalah.”
5. di saat berjumpa musuh. Dari Sahl bin Saad, dari Nabi saw. bersabda: “Dua kondisi yang tidak tertolak atau sedikit sekali tertotak; doa di saat adzan dan doa di saat berkecamuk perang.”
6. di saat hujan turun. Dari Sahl bin Saad dari Nabi saw. bersabda: “Dan di saat hujan turun.”
7. potongan waktu selesai di hari Jum’at. Rasulullah saw. bersabda: “Hari Jum’at 12 jam tiadalah seorang muslim yang meminta terhadap Allah sesuatu, kecuali tentu Allah akan memberinya. Maka carilah waktu itu di selesai waktu bakda shalat Ashar.”
8. doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya. Dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Darda’ berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang berdoa bagi saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu, kecuali Malaikat berkata, bagimu menyerupai apa yang kau doakan untuk saudaramu.” Dalam potensi yang lain Rasulullah saw. bersabda: “Doa seorang al-akh bagi saudaranya tanpa sepengetahuan dirinya tidak tertolak.”
9. hendaknya di saat tidur dalam kondisi dzikir, kemudian di saat bangun malam berdoa. Dari Muadz bin Jabal dari Nabi saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang tidur dalam kondisi dzikir dan bersuci, kemudian di saat ia bangun di tengah malam, ia meminta terhadap Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, kecuali Allah tentu mengabulkannya.”
Ketiga, Berdoa menghadap kiblat dan mengangkat doa tangan.
Dari Salman Al-Farisi berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Hidup lagi Maha Pemurah. Dia malu bila ada seseorang yang mengangkat kedua tangannya berdoa kepada-Nya, Dia tidak menerima doanya, nol tanpa hasil.”
Keempat, Dengan bunyi lirih, tidak keras dan tidak terlampau pelan.
Rasulullah saw. bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Dzat yang kalian berdoa kepada-Nya tidak tuli dan juga tidak tidak ada / gaib.”
Kelima, Tidak melebihi batas dalam berdoa.
Allah swt. berfirman: “Berdoalah terhadap Tuhan kalian dengan sarat rendah diri dan takut (tidak dikabulkan). Sesungguhnya Dia tidak menggemari orang yang melebihi batas.” Al-A’raf:55. Contoh melampai batas dalam berdoa yakni minta disegerakan adzab, atau doa dalam hal dosa dan memutus silaturahim dll.
Keenam, Rendah diri dan khusyu’. Allah swt. berfirman:
“Berdoalah terhadap Tuhanmu dengan berendah diri dan bunyi yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menggemari orang-orang yang melebihi batas.” Al-Araf:55. Allah swt. berfirman dalam surat Al-Anbiya’:90:
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya sanggup mengandung. Sesungguhnya mereka yakni orang-orang yang senantiasa bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang bagus dan mereka berdoa terhadap Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka yakni orang-orang yang khusyu’ terhadap Kami.”
Ketujuh, Sadar di saat berdoa, percaya akan dikabulkan dan benar dalam pengharapan.
عن أبى هريرة قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: “ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه،
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Berdoalah terhadap Allah, sedangkan kalian percaya akan dikabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” Imam Ahmad
Rasulullah saw. juga bersabda: “Jika salah satu di antara kalian berdoa, maka jangan berkata: “Ya Allah ampuni saya bila Engkau berkenan. Akan namun hendaknya rajin dalam meminta, dan menampilkan kebutuhan.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Janganlah salah seorang dari kalian menahan doa apa yang dikenali oleh hatinya (dikabulkan), lantaran Allah swt. mengabulkan doa makhluk terkutuk, iblis laknatullah alaih. Allah swt. berfirman: “Berkata iblis: “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku hingga hari (manusia) dibangkitkan. Allah berfirman: “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kau tergolong orang-orang yang diberi tangguh.” Al-Hijr:36-37
Kedelapan, Hendaknya di saat berdoa memelas, menilai besar apa yang didoakan dan diulang tiga kali.
Ibnu Mas’ud bekata: “Adalah Rasulullah saw. bila berdoa, berdoa tiga kali. Dan di saat meminta, meminta tiga kali. Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah satu di antara kalian meminta, maka perbanyaklah atau ulangilah, lantaran ia sedang meminta terhadap Tuhannya.”
Kesembilan, Hendaknya di saat berdoa dimulai dengan dzikir terhadap Allah dan memujinya dan mudah-mudahan mengakhirinya dengan shalawat atas nabi saw.
Kesepuluh, Taubat dan mengembalikan hak orang yang dizhalimi, menghadap Allah dengan ringan.
Dari Umar bin Khattab ra. berkata: “Sesungguhnya saya tidak memikul beban ijabah, akan namun memikul doa, maka di saat saya sudah berupaya dalam doa, maka ijabah atau dikabulkan akan bersamanya.”
Ia melanjutkan: “Dengan sikap hati-hati dari apa yang diharamkan Allah swt. Allah akan mengabulkan doa dan tasbih.”
Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan kecuali orang yang sadar dalam berdoa. Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan dari orang yang mendengar, melihat, main-main, sendau-gurau, kecuali orang yang berdoa dengan sarat kepercayaan dan kemantapan hati.”
Dari Abu Darda’ berkata: “Mintalah terhadap Allah pada hari di mana kau merasa senang. Karena boleh jadi Allah mengabulkan permintaanmu di di saat susah.” Dia juga berkata: “Bersungguhlah dalam berdoa, lantaran siapa yang memperbanyak mengetok pintu, ia yang mau masuk.”
Dari Hudzaifah berkata: “Akan tiba suatu zaman, tidak akan selamat pada zaman itu, kecuali orang yang berdoa dengan doa menyerupai orang yang mau tenggelam.”[10]
Menghindari kesalahan dalam berdoa
            Ada beberapa praktek doa yang disebagian umat muslim masih terus berlangsung, padahal itu menjadi penghalang doa dikabulkan. Di antaranya adalah:
Pertama, Berdoa untuk kejelekan keluarga, harta dan jiwa.
            Dari Jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian berdoa untuk kemadharatan diri kalian, dan jangan berdoa untuk kejelekan bawah umur kalian. Jangan berdoa bagi kejelekan harta-harta kalian. Janganlah kalian meminta terhadap Allah di satu waktu yang diijabah Allah, padahal doa kalian menenteng kejelekan bagi kalian.” Imam Muslim
Kedua, Terlalu keras dalam berdoa. Allah berfirman:
            “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kau seru, Dia mempunyai Al-Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kau mengeraskan suaramu dalam shalatmu (doamu) dan janganlah pula merendahkannya. Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” Al-Isra’:110
Ketiga, Melampau batas. Seperti berdoa mudah-mudahan disegerakan adzab, doa dengan dicampuri dosa dan memutus tali silaturahim.
Keempat, Berdoa dengan pengecualian. Contoh: “Ya Allah, ampuni saya bila Engkau berkenan.”
Kelima, Tergesa-gesa. Dari Abu Hurairah, gotong royong Rasulullah saw. bersabda: “Akan diijabahi doa kalian, bila tidak tergesa-gesa. Sungguh kau sudah berdoa, maka atau kenapa tidak diijabahi?” Imam Bukhari
            Demikian, uraian singkat perihal spesialisasi doa di bulan Ramadhan, susila berdoa, waktu-waktu yang istijabah, dan hal-hal yang mesti dikesampingkan di saat berdoa. Semoga keseriusan doa kita, utamanya di bulan suci ini didengar Allah swt., Amin. Allahu a’lam.[11]
A. Pengertian Ibadah
            Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, memiliki arti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak mempunyai apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga balasannya seluruh aktifitas hidup hamba cuma untuk menerima keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia yakni hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan cuma untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدونِ       الذريات 56
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali cuma untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
B. Jenis ‘Ibadah
            Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berlainan antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah,  artinya  penghambaan yang murni cuma merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  mempunyai 4 prinsip:
a. Keberadaannya mesti menurut adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh kebijaksanaan atau kebijaksanaan keberadaannya.
b. Tata
caranya mesti berpola terhadap teladan Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah yakni untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله النسآء 64
Dan Kami tidak mendelegasikan seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهواالحشر 7
Dan apa saja yang dibawakan Rasul terhadap kau maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji yakni ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري   . خذوا عنى مناسككم  .
Shalatlah kau menyerupai kau menyaksikan saya shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
        logika, lantaran bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, kebijaksanaan cuma berfungsi mengetahui diam-diam di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan diputuskan oleh mengerti atau tidak, melainkan diputuskan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini yakni kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang ditugaskan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul yakni untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang tergolong mahdhah, yakni :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah
“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
Hikmah Ibadah Mahdhah
            Pokok dari semua aliran Islam yakni “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya yakni untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang).
            Shalat seluruhnya mesti menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia yakni watu tidak memberi faedah dan tidak pula memberi madharat, namun syarat sah shalat menghadap ke sana  untuk menyatukan arah pandang, selaku perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya  (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak)
             Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, berisikan berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya di saat thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, selaku perwujudan Allah yang diibadati cuma satu.

c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa.
            Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya cuma satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, mesti satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga sekarang al-Quran yakni bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.[12]











Daftar pustaka
Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali, kitab susila kenabian dan ahklak Muhammad.
Nata, Abuddin, M.A, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010, cet ke-10
Shihab, M. Quraisy, Wawasan  al-Quran, Bandung: Mizan, 1996, cet ke-3
Umay M. Dja’far Shiddieq, http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15
http://www.dakwatuna.com/2009/08/3691/10
http://www.tokoku99.com http://shalatdoa.blogspot.com
Hadits Shohih Al Bukhori dalam shohihnya kitab Mawaaqit Ash Sholat cuilan Fadl Sholat AL Ashr
Hadis Shohih Muslim kitab Al Masaajid wa Mawadi’ Al Sholat cuilan Fadl Sholat Al Fajr wal Ashr wa Muhafadztu ‘Alaihima
Hakim Abdul bin Amir Abdat, Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan

Khomeini Imam, Kitab Adab Shalat karya, http://af4machtum.wordpress.com/2010/05/01/
Nawawi, Muhammad Al Jawi. (2000). Maraqil Ubudiayh: Syarah Bidayah al-Hidayah. (Terj. Zaid Husein Al-Hamid). Surabaya: Mutiara Ilmu.



[1] Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010, cet ke-10, hal 149
[2] Ibid, hal 150
[3] M. Quraisy Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung:Mizan, 1996), hal 261
[4] Nawawi, Muhammad Al Jawi. (2000). Maraqil Ubudiayh: Syarah Bidayah al-Hidayah. (Terj. Zaid Husein Al-Hamid). Surabaya: Mutiara Ilmu.

[5] Khomeini Imam, Kitab Adab Shalat karya, http://af4machtum.wordpress.com/2010/05/01/

[6] Hakim Abdul bin Amir Abdat, Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan

[7] Hadits riwayat Al Bukhori dalam shohihnya kitab Mawaaqit Ash Sholat cuilan Fadl Sholat AL Ashr no.522 dan Muslim dalam shohihnya kitab Al Masaajid wa Mawadi’ Al Sholat cuilan Fadl Sholat Al Fajr wal Ashr wa Muhafadztu ‘Alaihima no. 632
[8] Disarikan dari Tafsir Al-Mizan perihal surat Al-Baqarah: 186
[9] http://www.tokoku99.com http://shalatdoa.blogspot.com
[10] http://www.dakwatuna.com/2009/08/3691/10
[11] http://www.dakwatuna.com/2009/08/3691/10
[12] Umay M. Dja’far Shiddieq, http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15

Related : Akhlak Terhadap Allah

0 Komentar untuk "Akhlak Terhadap Allah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)