BAB I
PEMBAHASAN
A. Hakikat Kesombongan
Kesombongan (takabur) merupakan perilaku atau perbuatan yang melecehkan orang lain dan menolak kebenaran. Kesombongan juga sanggup diartikan selaku suatu ungkapan wacana keadaan yang muncul dari keyakinan-keyakinan yang ada dalam jiwa. Sifat arogan (takabur) terbagi menjadi dua yaitu keangkuhan secara batin dan dan kesombongnan secara zhahir. Kesombongan secara batin merupakan perangai dalam jiwa, sedangkan keangkuhan secara zhahir merupakan amal-amal perbuatan yang ahir dari anggota badan. Istilah keangkuhan lebih tepat disebut dengan perangai batin. Karena amal perbuatan merupakan hasil (buah) yang tercermin dari dalam batin.
Sifat arogan biasanya terjadi lantaran tiga hal yaitu:
a. Ada dorongan dari dalam diri seseorang untuk besikap sombong.D engan kata lain, orang itu sendiri yang mempunyai sifat arogan tersebut.
b. Ada orang lain yang berbuat arogan , tujuannya seseorang dikenai perbuatan arogan orang lain sehingga mendorong timbulnya perilaku untuk membalas perilaku tersebut.
c. Adanya kondisi-kondisi tertentu yang memicu seseorang bersikap sombong, menyerupai ketampanan, kecantikan, harta, kedudukan, dan lain sebagainya.[1]
Perangai arogan menuntut amal perbuatan. Oleh alasannya itu, apabila nampak di dalam
anggota tubuh maka disebut berlaku arogan (takabbur), namun apabila tidak nampak maka maka disebut keangkuhan (kibr). Pada dasarnya ia merupakan perangai yang ada di dalam jiwa yakni kepuasan dan kecenderungan terhadap penglihatan nafsu atas orang yang disombongi. Kesombongan menuntut adanya pihak yang disombongi dan hal yang dipakai untuk bersombong. Dengan hal inilah keangkuhan berlainan dari ujub, lantaran ujub tidak menuntut adanya orang yang diujubi, bahkan seandainya insan tidak diciptakan kecuali satu orang, sanggup saja ia menjadi orang yang ujub.
Tetapi seseorang tidak sanggup arogan kecuali dengan adanya oranglain dimana ia menatap dirinya di atas orang lain, menyangkut banyak sekali sifat kesempurnaan. Pada dikala itu ia menjadi orang yang takabbur, sehingga di dalam hatinya muncul anggapan, kepuasan, kesenangan dan kecenderungan terhadap apa yang diyakininya dan terasa berwibawa di dalam dirinya alasannya hal tersebut. Kewibawaan, kesenangan, dan kecenderungan terhadap kepercayaan (di dalam jiwa) tersebut merupakan perangai kesombongan. Seola-olah, kalau insan menatap dirinya dengan persepsi yang ini – yakni merasa besar- maka hal itu merupakan kesombangan. Jadi, keangkuhan merupakan ungkapan wacana keadaan yang muncul dari keyakinan-keyakinan ini di dalam jiwa, dan disebut ‘izzah dan ta’azhum. Allah berfirman:
¨bÎ) úïÏ%©!$# cqä9Ï»pgä þÎû ÏM»t#uä «!$# ÎötóÎ/ ?`»sÜù=ß öNßg9s?r& bÎ) Îû öNÏdÍrßß¹ wÎ) ×ö9Å2 $¨B Nèd ÏmÉóÎ=»t6Î/ 4 õÏètGó$$sù «!$$Î/ ( ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÎÏÈ
“Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan wacana ayat-ayat Allah tanpa argumentasi yang hingga terhadap mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, Maka mintalah derma terhadap Allah. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.”[2]. Ibnu Abbas menafsirkan keangkuhan yang dimaksud dalam ayat ini dengan kebesaran.
Kemudian kewibawaan ini menuntut perbuatan secara zhahir dan batin selaku buahnya yang dinamakan takabbur. Jika berkedudukan tinggi dibanding orang lain, ia merendahkan orang yang dibawahnya, menjauhinya dan tidak mau makan bersamanya. Perbuatan yang muncul dari keangkuhan ini sungguh banyak sehingga tidak sanggup dijumlah dan tidak perlu dijumlah lantaran d=sudah populer. Itulah kesombongan, kejelekan yang sngat bnyak, dan tantangannya juga berat. Dalam keangkuhan ini orang-orang khusus binasa karenya, dan sedikit sekali hamba yang terhindar darinya, tak terkecuali orang-orang yag zuhud dan para ulama’, apa lagi orang awam. Nabi Muhammad saw sudah bersabda dalam hadisnya yang shahih:
“Tidak akan masuk nirwana orang yang di dalam hatinya ada keangkuhan sebesar dzarrah.”
Kesombongan menjadi penghalang masuk nirwana lantaran ia membatasi seorang hamba dari semua sopan santun yang sebaiknya disanding oleh orang Mu’min, sedangkan akhlaq-akhlaq itu merupakan pintu-pintu surga, dan keangkuhan merupakan epilog pintu-pintu tersebut. Orang yng di dalam hatinya ada perangai ini seberat dzarrah maka ia tidak akan masuk surga. Akhlak yang tercela itu saling berkaitan, sebagiannya tentu mengajak terhadap sebagian yang lain. Seburuk-buruk keangkuhan merupakan keangkuhan yang membatasi dari menemukan faedah ilmu, menemukan kebenaran, dan mengikuti kebebnaran.
B. Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Kesombangan dan Orang yang sombong
1. Surat al-An’am ayat 93
ô`tBur ãNn=øßr& Ç`£JÏB 3utIøù$# n?tã «!$# $¹/Éx. ÷rr& tA$s% zÓÇrré& ¥n<Î) öNs9ur yyqã Ïmøs9Î) ÖäóÓx« `tBur tA$s% ãAÌRé'y @÷WÏB !$tB tAtRr& ª!$# 3 öqs9ur #ts? ÏÎ) cqßJÎ=»©à9$# Îû ÏNºtyJxî ÏNöqpRùQ$# èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#þqäÜÅ$t/ óOÎgÏ÷r& (#þqã_Ì÷zr& ãNà6|¡àÿRr& ( tPöquø9$# c÷rtøgéB z>#xtã Èbqßgø9$# $yJÎ/ öNçFZä. tbqä9qà)s? n?tã «!$# uöxî Èd,ptø:$# öNçGYä.ur ô`tã ¾ÏmÏG»t#uä tbrçÉ9õ3tFó¡n@ ÇÒÌÈ
“dan siapakah yang lebih zalim ketimbang orang yang bikin kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan terhadap saya", Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan menyerupai apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya Sekiranya kau menyaksikan di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat menghantam dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kau dibalas dengan siksa yang sungguh menghinakan, lantaran kau senantiasa menyampaikan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kau senantiasa menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. al-An-am:93)
2. Surat az-Zumar ayat 72
@Ï% (#þqè=äz÷$# z>ºuqö/r& zO¨Yygy_ tûïÏ$Î#»yz $ygÏù ( }§ø©Î7sù uq÷WtB úïÎÉi9x6tGßJø9$# ÇÐËÈ
"dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kau baka di dalamnya" Maka neraka Jahannam Itulah seburuk-buruk kawasan bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. az-Zumar:72).
3. Surat an-Nahl ayat 22
óOä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur 4 úïÏ%©!$$sù w tbqãZÏB÷sã ÍotÅzFy$$Î/ Nåkæ5qè=è% ×otÅ3ZB Nèdur tbrçÉ9õ3tGó¡B ÇËËÈ
“ Tuhan kau merupakan Tuhan yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman terhadap akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri merupakan orang-orang yang sombong.” (QS. an-Nahl:22)
4. Surat Sabaa’ ayat 31
tA$s%ur úïÏ%©!$# (#rãxÿx. `s9 ÆÏB÷sR #x»ygÎ/ Èb#uäöà)ø9$# wur Ï%©!$$Î/ tû÷üt/ Ïm÷yt 3 öqs9ur #ts? ÏÎ) cqßJÎ=»©à9$# cqèùqè%öqtB yYÏã öNÍkÍh5u ßìÅ_öt öNßgàÒ÷èt/ 4n<Î) CÙ÷èt/ tAöqs)ø9$# ãAqà)t úïÏ%©!$# (#qàÿÏèôÒçGó$# tûïÏ%©#Ï9 (#rçy9õ3tFó$# Iwöqs9 óOçFRr& $¨Yä3s9 úüÏZÏB÷sãB ÇÌÊÈ
“ dan orang-orang kafir berkata: "Kami sekali-kali tidak akan beriman terhadap Al Alquran ini dan tidak (pula) terhadap kitab yang sebelumnya". dan (alangkah hebatnya) kalau kau Lihat di saat orang-orang yang zalim itu dihadapkan terhadap Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadap kan Perkataan terhadap sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata terhadap orang-orang yang menyombongkan diri: "Kalau tidaklah lantaran kau tentulah Kami menjadi orang-orang yang beriman".(QS. Sabaa’:31).
5. Surat al-A’raf ayat 146
ß$ÎñÀr'y ô`tã zÓÉL»t#uä tûïÏ%©!$# crã¬6s3tGt Îû ÇÚöF{$# ÎötóÎ/ Èd,ysø9$# bÎ)ur (#÷rtt ¨@à2 7pt#uä w (#qãZÏB÷sã $pkÍ5 bÎ)ur (#÷rtt @Î6y Ïô©9$# w çnräÏGt WxÎ6y bÎ)ur (#÷rtt @Î6y ÄcÓxöø9$# çnräÏGt WxÎ6y 4 y7Ï9ºs öNåk¨Xr'Î/ (#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ (#qçR%x.ur $pk÷]tã tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÍÏÈ
“ Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di tampang bumi tanpa argumentasi yang benar dari gejala kekuasaan-Ku. mereka kalau menyaksikan tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan kalau mereka menyaksikan jalan yang menenteng terhadap petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, namun kalau mereka menyaksikan jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu merupakan lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka senantiasa gegabah dari padanya.” (QS.al-A’raf:146).
Di dalam tafsir dikatakan: Aku akan memalingkan kefahaman al-Qur’an di hati mereka. Di dalam sebagian tafsir disebutkan: Aku akan menutupi hati mereka dari malakut. Ibnu Juraij berkata: saya akan memalinkan mereka sehingga tidak sanggup merenungkannya dan mengambil pelajarannya.
Oleh lantaran itu, Rasuluullah saw menyebutkan penolakan kebenaran dalam definisi kesombongan:
من سفه الحق و غمص الناس
“ Orang yang menolak kebenaran dan melecehkan orang.”[3]
C. Pihak yang Disombongi dan Tingkatan Kesombongan
Ketahuilah bahwa pihak yang disombongi adakah Allah, para Rasul-Nya atau seluruh makhluk. Allah bikin insan dengan kecenderungan berbuat zhalim dan bodoh. Kadang-kadang menyombongkan diri terhadap makhluq dan seringkali terhadap penciptanya. Jadi, keangkuhan bila dilihat dari segi pihak yang disombongi ada tiga:
Pertama: Sombong terhadap Allah. Ini merupakan bentuk keangkuhan yang paling keji, penyebabnya merupakan kebodohan dan pembangkangan. Seperti keangkuhan Namrud atau kisah wacana sekelompok orang-orang bodoh, atau menyerupai keangkuhan Fir’aun yang mengaku tuhan. Karena kesombongannya ia mengatakan: “Aku adalah tuhanmu yang tertingi.” Ia menolak menjadi hamba Allah. Oleh lantaran itu Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepadaku, mereka akan masuk neraka Jahannam dengan hina dina” (QS: Fathir:60).
Kedua: Sombong Kepada para Rasul, dengan keengganan jiwa untuk mematuhi insan menyerupai mereka. Kadang-kadang hal itu memalinhkan pikiran dan ketajaman hati, sehingga ia tetap berada dalam kegelapan kebodohan akhir kesombongannnya kemudian enggan untuk memeatuhi, namun ia menduga ia merupakan pihak yang benar. Kadang-kadang enggan, sekalipun tahu namun jiwanya tidak bersedia mematuhi kebenaran dan tunduk terhadap para Rasul, sebagaimana perkataan mereka yang diceritakan Allah dalam ayat berikut ini: “Apakah kami beriman terhadap dua insan menyerupai kami?” (QS:al-Mu’minun: 47). Kesombongan yang kedua ini nyaris sama dengan keangkuhan terhadap Allah, sekalipun dibawah tingkatannya, namun merupakan keangkuhan untuk menemukan perintah Allah dan tunduk terhadap Rasul-Nya saw.
Ketiga: keangkuhan terhadap para hamba. Yaitu dengan menilai diri lebih terhormat dan melacehkan orang lain sehingga tidak mau patuh terhadap mereka, meremehkan mereka dan tidak mau sejajar dengan mereka. Kesombongan ini, sekalipun lebih rendah dari yang pertama dan yang kedua namun sungguh berat. Sesungguhnya keangkuhan tidak layak bagi makhluq lantaran keangkuhan hanyalah bagi Yang Maha Berkuasa lagi Maha Merajai. Sedangkan seorang hamba hanyalah orang yang lemah yang tidak berkuasa apa-apa, tidak layak melakukan keangkuhan sama sekali. Jika seorang hamba bersikap arogan maka mempunyai arti ia sudah menantang Allah dalam suatu sifat yang tidak layak kecuali untuk-Nya. Makna inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah dalam suatu hadis qudsi selaku berikut:
العَضمةُ إزاري والكِبرِياءُ رداءي فمن نازعني فيهما قصمته
“ Kebesaran merupakan kain sarung-Ku dan keangkuhan merupakan kain selendang-Ku. Barangsiapa melawan Aku pada keduanya tentu saya menghancurkannya.”[4]
D. Hal-hal yang Menyebabkan Orang Menjadi Sombong
Ketahuikah bahwa seseorang tidak akan menjadi arogan kecuali ia menilai dirinya besar dan mempunyai sifat kesempurnaan. Pangkal hal tersebut merupakan kesempurnaan keagamaan atau keduniaan. Keagamaan tersebut menyangkut ilmu dan amal sedangkan keduniaan menyangkut nasab, kecantikan, kekuatan, harta kekayaan, dan jabatan. Ada beberapa hal yang memicu orang menjadi sombong, diantaranya:
1. Ilmu Pengetahuan.
Bukan cuma orang awam saja yang sanggup terserang kesombongan, bahkan dengan cepatnya keangkuhan menjangkiti para ‘ulama (kaum intelektual) sehingga seseorang yang bakir wawasan mudah merasa tinggi dengan ilmu pengetahuannya, dan merendahkan orang lain. Ia menilai orang lain bodoh, dan menanti biar mereka yang mengawali mengucapkan salam. Ia meminta dilayani oleh setiap orang yang berinteraksi dengannya. Jika mereka kurang memamerkan layanan, ia menghardik mereka menyerupai budak atau pekerjanya. Seolah-olah pengajaran ilmu yang disampaikannya merupakan jasa besar daari dirinya.
Kenapa sebagian orang bertambah ilmunya namun bertambah pula kesombongannya ?
Hal itu terjadi lantaran dua sebab:
a. karena ia menggeluti apa yang disebut dengan ilmu, akan namun bukan ilmu yang hakiki.
b. Karena ia menggeluti ilmu dengan batin yang kotor, jiwa yang buruk, dan sopan santun yang tidak baik.
2. Amal dan Ibadah.
Orang-orang yang zuhud dan jago ibadah tidak terlepas dari nistanya kesombongan. Kesombongan itu menyelinap ke dalam diri mereka baik menyangkut problem agama ataupun dunia.
Dalam problem dunia, ia menatap orang lain lebih patut menziarahi dirinya ketimbang ia menziarahi orang lain. Ia mengaharapkan orang lain menyanggupi segala kebutuhannya, menghormatinya, melapangkan tempatnya di dalam banyak sekali acara, dan mengutamakannya ketimbang siapa saja dalam banyak sekali pembagian. Seolah-olah ia menilai ibadahnya selaku karunia atas semua makhluk.
Sedangkan dalam problem agama, ia menatap binasa orang lain dan menatap dirinya selamat, padahal dengan pandangannya tersebut ia menentukan dirinya binasa.
3. Nasab dan Keturunan.
Orang yang mempunyai nasab keturunan yang mulia mengangap hina orang yang tidak mempunyai nasab tersebut, sekalipun ia lebih tinggi ilmu dan amalnya. Kadang-kadang sebagian mereka menyombongkan diri kemudian menilai orang-orang selaku pengikut dan budaknya, sehingga enggan bergaul dan duduk bareng mereka. Rasulullah saw bersabda:
“ Hendaklah orang-orang meninggalkan sanjungan terhadap nenek moyang mereka yang sudah menjadi watu bara di neraka Jahannnam atau (jika tidak) mereka akan menjadi lebih hina di segi Allah dari kumbang yang hidungnya mengeluarkan kotoran.”[5]
4. Ketampanan atau Kecantikan.
Hal ini pada biasanya terjadi di kelompok kaum wanita. Ketika satu atau dua orang wanita berkumpul dan berbincang-bincang, pada biasanya apa yang mereka bicarakan merupakan aib-aib orang lain sehingga membuat cacian, dan gunjingan.
5. Harta Kekayaan.
Hal ini biasanya terjadi di kelompok para raja yang membanggakan harta tabungan mereka, para saudagar yang membanggakan barang barang jualan mereka, para tuan tanah yang membanggakan tanah-tanah mereka, atau para pesolek yang membanggakan busana mereka. Sehingga memicu orang yang kaya merendahkan orang yang miskin dan menyombongkan diri dihadapan mereka.
6. Kekuatan dan keperkasaan.
Hal ini dijalankan terhadap orang yang lemah.
7. Pengikut, pendukung, murid, pembantu, keluarga, saudara dan anak.
Hal ini terjadi di kelompok para raja yang berkompetisi memperbanyak tentara, dan dikalangan para ulama yang berkompetisi memperbanyak jama’ah, atau menyerupai partai politik yang berkompetisi memperbanyak masa demi memperbanyak suara.
Itulah hal-hal yang secara lazim dipakai oleh para hamba untuk menyombongkan diri di hadapan yang lain. Orang yang mempunyai sesuatu dari hal tersebut menyombongkan diri atas orang yang tidak memilikinya atau atas orang yang memilikinya namun menurut anggapannya masih di bawah tingkatannya. Padahal disisi Allah sanggup jadi sejajar atau bahkan lebih tinggi. Seperti orang yang bakir yang menyombongkan diri dengan ilmunya atas orang yang lebih banyak ilmunya ketimbang dirinya, lantaran ia menilai dirinya lebih banyak mempunyai ilmu dan lebih baik dari.
Ketika memohon dukungan terhadap Allah dengan kelembutan dan kasih sayang-Nya, gotong royong Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
BAB III
KESIMPULAN
· Sesungguhnya keangkuhan tidak layak bagi makhluq lantaran keangkuhan hanyalah bagi Yang Maha Berkuasa lagi Maha Merajai. Sedangkan seorang hamba hanyalah orang yang lemah yang tidak berkuasa apa-apa, tidak layak melakukan keangkuhan sama sekali. Jika seorang hamba bersikap arogan maka mempunyai arti ia sudah menantang Allah dalam suatu sifat yang tidak layak kecuali untuk-Nya.
· Hal-hal yang memicu orang menjaadi arogan diantaranya:
1. Ilmu Pengetahuan.
2. Amal dan Ibadah.
3. Nasab Keturunan.
4. Ketampanan atau kecantikan
5. Harta kekayaan.
6. Kekuatan dan keperkasaan.
7. Pengikut, pendukung, murid, keluarga, dan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-karim
Hawwa, said (1998) Mensucikan Jiwa. Jakarta: Rabbani Press.
Toriqqudin, Moh (2008) Sekularitas Tasawuf. Malang. UIN Malang Press.
[1]H.Moh. Toriqudin, sekularitas tasawuf, (malang:UIN-malang prress) hal.95.
[3] Hadits “ Kesombongan merupakan menolak kebenaran dan melecehkan orang “ diriwayatkan oleh muslim dan tirmidzi, ia berkata: Hasan shahih. Ahmad juga meriwayatkannya dari hadis ‘uqbah bin Amir dengan lafazh yang disebutkan al-Ghazali.
[4]Said Hawwa, Mensucikan jiwa. (jakarta:rabbani press). Hal. 233.
[5]Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, ia menghasankannya, dan ibnu hibban.
0 Komentar untuk "Hakikat Arogan"