TEORI BELAJAR KOGNITIF
JEROME S BRUNNER
A. Teori Belajar Jerome Bruner
Teori psikologi kognitif yakni cuilan paling penting dari sains koginitif yang sudah memberi donasi yang sungguh bermakna dalam kemajuan psikologi pendidikan. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas; psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistic, intelegensi buatan, matematika, epistemology dan neurepsychology (psikologi syaraf).
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Daam persepsi para luar biasa kognitif, tingkah laris insan yang terlihat tak adapa diukur dan dijelaskan tanpa melibatkan proses mental, seperti: Motivasi, kesenjangan, keyakinan, dan sebaginya.
Dalam persepektif psikologi kognitif, berguru apada asasnya yakni insiden mental, buka nperistiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) walaupun hal-hal yang bersifat behavioral terlihat lebih nyata dalam nyaris setiap insiden berguru siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang berguru membaca dan menulis, misalnya, pasti menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini ekspresi dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, sikap mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting lantaran dorongan mental yang dikelola oleh otaknya.
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner spesialis psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, sudah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan biar pendidikan menampilkan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak menampilkan persepsi tentang kemajuan kognitif manusia, bagaimana insan belajar, atau menerima wawasan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya menatap bahwa insan selaku pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan berguru merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan insan untuk mendapatkan hal-hal gres diluar keterangan yang diberikan terhadap dirinya.
Pendirian yang beken yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran sanggup diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual terhadap setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas observasi Jean Piaget wacana kemajuan intelektual anak.
Dasar pemikiran teori Bruner menatap bahwa insan selaku pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan berguru merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan insan untuk mendapatkan hal-hal gres di luar keterangan yang diberikan terhadap dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu:
(1) proses perolehan keterangan baru,
(2) proses mentransformasikan keterangan yang diterima dan
(3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Bruner, lewat teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses berguru anak semestinya diberi peluang memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan sanggup diotak-atik oleh siswa dalam mengetahui suatu konsep.
Bruner (Aisyah, 2007: 6) menyatakan untuk menjamin kesuksesan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan penyuguhan yang tidak cocok dengan tingkat kognitif siswa. Bruner menerangkan bahwa wawasan itu sanggup diinternalisasikan dalam pikiran, maka wawasan itu sanggup dipelajari dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap Enaktif Pada tahap ini wawasan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda nyata atau suasana nyata. Contoh: Kita ingin mengenal desain simetri lipat, kita sanggup menggunakan suatu kertas karton berupa suatu bangun datar yang dibagi menjadi dua cuilan sama besar dan sama bentuknya.
2. Tahap Ikonik Pada tahap ini wawasan dipresentasekan dalam bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan aktivitas nyata yang terdapat pada tahap enaktif. Contoh :
(Simetri 1)
3. Tahap Simbolik Pada tahap ini wawasan dipresentasekan dalam bentuk simbol-simbol. Dua sumbu simetri
(Simetri2)
Hasil berguru tidak sanggup dipisahkan dari apa yang terjadi dalam aktivitas di kelas, di sekolah maupun di luar sekolah. Untuk menggambarkan hasil berguru yang diraih siswa, maka diadakan suatu proses penilaian menyerupai tes hasil belajar. Tes hasil berguru dilakukan untuk menyaksikan sejauh mana tingkat kesuksesan siswa sehabis melakukan proses berguru mengajar. Gagne (Elvin, 1999:11) mengemukakan 3 (tiga) komponen yang sanggup ditinjau dari hasil belajar, yakni kesanggupan : (1) Kognitif (pengetahuan) bermitra erat dengan pergantian tingkah laris termasuk kesanggupan pengertian wawasan serta melibatkan kesanggupan dalam mengorganisasi potensi berpikir untuk sanggup mengolah stimulus sehingga sanggup memecahkan permasalahan yang merealisasikan dalam hasil belajar; (2) Afektif (sikap) bermitra erat dengan pergantian tingkah laris itu sendiri yang diwujudkan dalam perasaan; (3) Psikomotor (keterampilan) bermitra erat dengan pergantian tingkah laris pada ranah kognitif, cuma saja kesanggupan kognitif, cuma saja kesanggupan kognitif lebih tinggi, lantaran kesanggupan yang dimiliki tidak cuma mengorganisasikan aneka macam stimulan menjadi pola yang bermakna berupa kemampuan dalam memecahkan masalah.
B. Prinsip Teori Belajar Discovery Menurut J Brunner
Sebagai psikolog Bruner lebih memperhatikan kemajuan kesanggupan mental. Berkaitan perkara pengajaran, ia mengemukakan dalil wacana intruksi. Ada dua sifat dalam teori intruksi yakni preskriptif dan normative. Preskriptif bermitra dengan prosedur penguasaan pengetahuan, kemampuan dan tekhnik pengukuran atau penilaian hasil. Sedangkan normative bermitra dengan penguasaan penentuan dan keadaan tujuan.
Menurut Hamid, A (2007: 24) dalam proses berguru discovery memiliki prinsip-prinsip selaku berikut:
1. Semakain tinggi tingkat kemajuan intelektual seseorang, semakin meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan.
2. Pertumbuhan seseorang tergantung pada kemajuan kesanggupan internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima orang dari luar perlu dimasak secara mental.
3. Perkembangan intelektual termasuk kenaikan kesanggupan untuk mengutarakan saran dan ide lewat simbol.
4. Untuk membuatkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan yang akseptor didik.
5. Perkembangan kognitif mengembangkan kesanggupan seseorang untuk menimbang-nimbang beberapa alternative secara serentak, menampilkan perhatian terhadap beberapa stimulus dan suasana serta melakukan kegiatan-kegiatan.
Prinsip-prinsip di atas sanggup terlihat terang bahwa teori discovery atau berguru inovasi sungguh memberi perhatian tinggi terhadap kemajuan kognitif akseptor didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang mau dilaksanakan di dalam kelas atau lingkungan.
C. Model Pemebelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Menurut Diah, E (2014) mengemukakan bahwa salah satu metode pengajaran yang dikemukan oleh J. Bruner yakni metode inovasi (Discover Learning). Discovery Learning dari Bruner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan menurut pada persepsi kognitif wacana pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam Discovery Learning siswa didorong untuk berguru sendiri secara mandiri. Siswa berguru lewat keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapat pengalaman dengan melakukan aktivitas yang memungkinkan siswa mendapatkan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan menginformasikan namun menampilkan peluang atau dengan berdialog biar siswa mendapatkan sendiri. Pembelajaran ini menghidupkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk melakukan pekerjaan hingga mendapatkan jawabannya. Siswa berguru memecahkan secara berdikari dengan ketrampilan berpikir lantaran mereka mesti menganalisis dan memanipulasi informasi. Dengan menerapkan metode pembelajaran inovasi ini, maka akan diperoleh beberaa manfaat, diantaranya yakni selaku berikut:
a. Belajar inovasi sanggup digunakan untuk menguji apakah berguru sudah bermakna;
b. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal usang dan gampang diingat;
c. Belajar inovasi sungguh diperlukan dalam pemecahan perkara lantaran yang dikehendaki dalam berguru adar siswa sanggup mendemonstrasikan wawasan yang diterima;
d. Transfer sanggup ditingkatkan dimana generalisasi sudah didapatkan sendiri oleh siswa dari pada dihidangkan dalam bentuk jadi;
e. Penggunaan berguru inovasi mungkin memiliki pengaruh dalam bikin motivasi siswa;
f. Meningkatkan daypikir siswa dan kemampuanuntuk berpikir secara bebas.
Sehingga data ditarik kesimpulan pembelajaran discovery ini menghidupkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk melakukan pekerjaan hingga mendapatkan jawabannya. Siswa berguru memecahkan secara berdikari dengan ketrampilan berpikir lantaran mereka mesti menganalisis dan memanipulasi informasi.
D. Tahapan Belajar Jerome Bruner
Syah (2004:244) mengemukakan bahwa adapun tahap-tahap di dalam penerapan berguru penemuan, yakni selaku berikut:
1. Stimulus (pemberian rangsangan)
Kegiatan berguru di mulai dengan menampilkan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, merekomendasikan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas berguru lain yang mengarah pada antisipasi pemecahan masalah.
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
Memberikan peluang terhadap siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin perkara yang berhubungan dengan materi pelajaran kemudian memutuskan dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari perkara tersebut).
3. Data collecton ( pengumpulan data)
Memberikan peluang terhadap para siswa untuk menghimpun keterangan yang berhubungan sebanyak-banyaknya untuk menunjukan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.
4. Data Prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang sudah diperoleh siswa lewat aktivitas wawancara, pengamatan dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5. Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk menunjukan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing
6. Generalisasi
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip biasa dan berlaku untuk semua insiden atau perkara yang serupa dengan memperhatikan hasil verifikasi.
E. Kelemahan Model Belajar Discovery Learning
Adapun kehabisan model discovery yang dikemukakan Takdir (2012:70), yaitu: a) Guru merasa gagal mendeteksi perkara dan adanya kesalahpahaman antara guru dengan siswa. b) Menyita pekerjaan guru. c) Tidak semua siswa bisa melakukan penemuan. d) Tidak berlaku untuk semua topik. 1. Berkenaan dengan waktu, taktik discovery learning memerlukan waktu yang lebih usang dibandingkan dengan ekspositori. 2. Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih terbatas. 3. Kesukaran dalam menggunakan aspek subjektivitas, terlalu cepat pada suatu kesimpulan. 4. Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran lama. 5. Tidak semua siswa sanggup mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan beberapa siswa masih sudah biasa dan gampang mengerti dengan model ceramah. 6. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang bermitra dengan prinsip sanggup dikembangkan dengan model penemuan.
F. Kelebihan Model Belajar Discovery Learning
Takdir (2012:70) mengemukakan beberapa keistimewaan berguru mengajar dengan discovery, yaitu: 1) Dalam penyampaian materi discovery, digunakan aktivitas dan pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih menawan perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep ajaib yang memiliki makna 2) Discovery strategy lebih kongkret dan memiliki makna. Sebab, para anak didik sanggup melakukan pekerjaan pribadi dengan contoh-contoh nyata 3) Discovery strategy merupakan suatu model pemecahan masalah. Para anak didik pribadi menerapkan prinsip dan langkah pertama dalam pemecahan masalah. Melalui taktik ini mereka memiliki peluang untuk berguru lebih intens dalam memecahkan masalah sehingga sanggup mempunyai fungsi dalam menghadapi kehidupan dikemudian hari 4) Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka aktivitas discovery strategy akan lebih gampang diserap oleh anak didik dalam mengetahui keadaan tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran 5) Discovery strategy banyak menampilkan peluang bagi para akseptor didik untuk terlibat pribadi dalam aktivitas belajar.
Beberapa keistimewaan metode inovasi juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) selaku berikut: 1. Siswa aktif dalam aktivitas belajar, lantaran ia berpikir dan menggunakan kesanggupan untuk mendapatkan hasil akhir; 2. Siswa mengetahui benar materi pelajaran, lantaran mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih usang diingat; 3. Menemukan sendiri memicu rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan inovasi lagi sehingga minat belajarnya meningkat; 4. Siswa yang menerima wawasan dengan metode inovasi akan lebih bisa mentransfer pengetahuannya ke aneka macam konteks.
G. Penerapan Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Discovery
Penerapan pendidikan abjad bagi semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah tinggi tinggi sudah dirancang oleh pemerintah sejak tahun 2010. Hal ini dilakukan lantaran permintaan untuk mengganti akseptor didik ke arah yang lebih baik. Oleh lantaran itu, Kementerian Pendidikan Nasional sudah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan ditamamkan dalam diri akseptor didik selaku upaya membangun abjad bangsa. Nilai-nilai ini diharapkan sanggup diintegrasikan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga lambat laun akan membentuk abjad akseptor didik.
Oleh lantaran itu, dalam upaya pembangunan abjad bangsa diperlukan upaya betul-betul untuk membangun abjad individu (warga negara). Secara psikologis abjad individu dimaknai selaku hasil keterpaduan empat bagian, yaitu:
a. Olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.
b. Olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan wawasan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
c. Olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas gres diikuti sportivitas.
d. Olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Salah satu dari 18 nilai abjad bangsa yakni kreatif. Kreatif, yakni sikap dan sikap yang merefleksikan inovasi dalam aneka macam sisi dalam memecahkan masalah, sehingga senantiasa mendapatkan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil gres yang lebih baik dari sebelumnya.
Model pembelajaran discovery berniat untuk membuatkan kesanggupan berfikir induktif, membuatkan desain dan kesanggupan analisisnya. Penerapan pembelajaran desain akan menumbuhkan abjad inovatif siswa dalam pembelajarannya. Karena dalam pembelajaran konsep, guru menstimulus siswa biar sanggup membuatkan kesanggupan berfikirnya biar bisa menganalisis dan memecahkan perkara yang dihadapinya dalam aktivitas berguru ataupun aktivitas sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dasar pemikiran teori Bruner menatap bahwa insan selaku pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan berguru merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan insan untuk mendapatkan hal-hal gres di luar keterangan yang diberikan terhadap dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yakni (1) proses perolehan keterangan baru, (2) proses mentransformasikan keterangan yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Metode inovasi (Discover Learning). Discovery Learning dari Buner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan menurut pada persepsi kognitif wacana pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Selain itu menurut Anitah W (2014: 15) mengemukakan bahwa Teori berguru inovasi (discovery) dari Bruner mengasumsikan bahwa berguru paling baik apabila siswa mendapatkan sendiri keterangan dan konsep-konsep.
B. SARAN
Penerapan pendidikan abjad bagi semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah tinggi tinggi sudah dirancang oleh pemerintah sejak tahun 2010. Hal ini dilakukan lantaran permintaan untuk mengganti akseptor didik ke arah yang lebih baik. Oleh lantaran itu, Kementerian Pendidikan Nasional sudah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan ditamamkan dalam diri akseptor didik selaku upaya membangun abjad bangsa. Nilai-nilai ini diharapkan sanggup diintegrasikan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga lambat laun akan membentuk abjad akseptor didik.
Oleh lantaran itu, dalam upaya pembangunan abjad bangsa diperlukan upaya betul-betul untuk membangun abjad individu (warga negara). Secara psikologis abjad individu dimaknai selaku hasil keterpaduan empat bagian, yaitu:
1) Olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.
2) Olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan wawasan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
3) Olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas gres diikuti sportivitas.
4) Olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
DAFTAR PUSTAKA
C. Asri budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Diah, E. (2014). Teori Belajar Bruner. [Online]. Tersedia: https://loker.paperplane-tm.site/search?q=makalah-teori-belajar-brunner Diakses: 7 September 2017
Neil J. Salkind, Teori-Teori Perkembangan Manusia, (Bandung: Nusa Media, 2009)
Suherman, dkk. (2001). Keunggulan Metode Discovery. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran- discovery-penemuan/. Diakses: 7 September 2017
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda karya.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill. Jogjakarta: Diva Press.
0 Komentar untuk "Teori Menimba Ilmu Kognitif Jerome S Brunner"