UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kebijakan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Keberadaan sekolah selaku forum formal penyelenggara pendidikan memainkan kiprah strategis dalam kesuksesan metode pendidikan nasional. Kepala sekolah sebgai manajer dan pemimpin merupakan bertanggung jawab dalam menerjemahkan dan melaksanakan kebijakan pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah. Berawal dari Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, aba-aba presiden, keputusan menteri, hingga terhadap peraturan tempat provinsi, peraturan tempat kabupaten dan kota, kemudian diterjemahkan dan dilaksanakan oleh kepala sekolah untuk menjamah pribadi keperluan stakeholders pendidikan, utamanya penerima didik. Jadi, setiap kebijakan mesti senantiasa bermitra dengan kemakmuran dan percerdasan penduduk (Syafaruddin, 2008).
Untuk meraih kenaikan kualitas sekolah, maka kepala sekolah selaku petugas profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengecek kebijakan pendidikan. Kebijakan sekolah tergolong dalam spectrum kebijakan pendidikan. Kebijakan sekolah merupakan turunan dari kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Menurut Beare dan Boyd dalam Syafaruddin (2008) menerangkan bahwa ada lima jenis kebijakan pendidikan, diantaranya mencakup:
1) Penataan atau penyusunan tujuan dan sasaran forum pendidikan.
2) Mengalokasikan sumberdaya untuk pelayanan pendidikan.
3) Menentukan tujuan pemberian pelayanan pendidikan.
4) Menentukan pelayanan pendidikan yang mau diberikan.
5) Menentukan tingkat investasi dalam kualitas pendidikan untuk mengembangkan perkembangan ekonomi.
Suatu kebijakn sekolah tentunya dibentuk untuk mengembangkan sekolah sesuai permintaan keperluan warga sekolah atau penduduk luas. Sbagaimana ditegaskan oleh Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) bahwa:
“These policies have the potential to affect teaching and learning. It is our belief that an understanding of local school policy, therefore, is essential for those concerned about increasing school effectiveness and student achievement, particularly for school administrators and board members.”
Kebijakan sungguh penting bagi kehidupan siswa dan para guru sebab berhubungan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam rangka kenaikan efektivitas sekolah dan prestasi berguru penerima didik. Tidak terkecuali kiprah direktur dan anggota komite sekolah merupakan sungguh menyeleksi terkait dengan sebuah kebijakn.
Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) kebijakan sekolah merupakan kolaborasi dan keputusan oleh individu atau cita-cita kalangan dengan kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas, direktur sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi persetujuan negosiasi. Biasanya kebijakan sekolah dituliskan dan dibagi terhadap personel sekolah untuk mengimplementasikannya melaui banyak sekali kegiatan sekolah.
Menurut Thompson dalam Syafaruddin (2008) sebuah kebijakan sekolah dibentuk oleh orang yang terpilih bertanggung jawab untuk bikin kebijakan pendidikan, dewan sekolah dan komponen lain yang diberi kewenangan bikin kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas, atau direktur yang mempunyai kewenangan mengurus kebijakan dari dewan sekolah.
Dijelaskan oleh Newton dan Tarrant dalam Syafaruddin (2008) bahwa kebijakan direncanakan, interaksi sedemikian menjadi rumit dengan banyak tipe sikap insan yang secara mempunyai kesempatan majemuk latar belakang dan diinginkan kesanggupan untuk memberi kontribusi. Secara kkhusus, pengerjaan kebikan merupakan sebuah elemen penting dalam hubungab sekolah dengan penduduk yang dilayaninya.
Setidaknya dari hasil observasi terhadap sekolah di British ada beberapa focus kebijakan sekolah, yaitu:
1) melibatkan staf dalam pengambilan keputusan,
2) kurikulum,
3) reward dan punishment,
4) keterlibatan orang tua,
5) peluang bagi pelajar,
6) iklim sekolah (Duke dan Canady dalam Syafaruddin, 2008).
Di satu segi kiprah kepala sekolah selaku pemimpin ditampilkan dengan menyusun visi, misi, bikin seni administrasi maka sikap yang timbul merupakan meliputi; sikap mengambil keputusan, sikap interpersonal, sikap keteladanan, pemberian reward dan punishment, serta training iklim sekolah diperkirakan berhubungan bersahabat dengan kelangsungan dan kesuksesan sebuah implementasi kebijakan bidang pendidikan dalam semua aspeknya.
Gamage dan Pang dalam Syafaruddin (2008) menerangkan bahwa sebuah kebijkan sanggup juga diketahui selaku perangkat tutorial yang menyediakan kerangka kerja bagi langkah-langkah dalam relasi dengan problem substantif. Garis tutorial ini meliputi dalam: ungkapan biasa (general terms), langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam pertimbangan problem yang ada. Pelaksanaan sebuah maksud dan contoh bagi pengambilan tindakan. Dalam sekolah diinginkan garis tutorial yang menyediakan kerangka kerja, kerap kali dengan beberapa dasar bagi keleluasaan. Dalam konteks ini kepala sekolah, staf, dan personel yang lain selaku warga sekolah sanggup melaksanakan tanggung jawabnya dengan arah yang terang yang berorientasi terhadap pemenuhan upaya bagi pencapaian dan kenaikan kualitas sekolah.
B. Implemetasi Kebijakan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Implementasi kebijakan sekolah ini sejalan dengan adanya kebijakan perihal desentralisasi pendidikan yang dikontrol dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 Bab I pasal 1e: “desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah terhadap Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut Rasyid dalam Suhardan (2014) kebijakan desentralisasi merupakan untuk merealisasikan otonomi daerah.
Urusan pendidikan di tempat sekarang menjadi tanggung jawab tempat yang direfleksikan dalam bentuk otonomi pendidikan. Otonominya telah pada tingkat level yang paling bawah, yakni sekolah selaku institusi yang pribadi memberi layanan pada masyarakat, otonomi sekolah dalam perwujudannya disebut administrasi berbasis sekolah atau MBS (Suhardan, 2014).
Desentralisasi pendidikan menyediakan kesempatan bagi kebijakan sekolah di daerah. Pembuatan kebijakan sekolah merupakan inheren dengan otonomi kepala sekolah. Menurut Duke dan Canady dalam Syafaruddin (2008) kebijakan pendidikan di tempat merupakan pekerjaan utama Dinas Pendidikan, yang sanggup menerima masukan dari Dewan Pendidikan Kabupaten dan kota. Selanjutnya kepala sekolah sanggup pula bikin kebijakan sekolah bersma dengan staf, pengawas, dan komite sekolah. Kepala sekolah mempunyai kewenangan dalam menerjemahkan kebijakan dari pemimpin yang lebih tinggi sesuai dengan visi, misi, dan sasaran sekolah yang mengacu terhadap sumberdaya di dalam dan di luar sekolah.
Diharapkan desentralisasi pendidikan mendorong pelayanan jasa pendidikan yang sanggup menigkatkan kualitas pendidikan selaku muara dari semua kegiatan sekolah, sebab kegiatan sekolah dikelola utuh dalam satu tangan pengelolaan dengan menerapkan administrasi yang bertumpu pada kekuatan sekolah sendiri yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) (Suhardan, 2014).
Dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah di abad otonomi tempat kebijakan sekolah ini sanggup diimplementasikan melaui administrasi kenaikan kualitas yang berbasis sekolah atau MPMBS. Manajemen kenaikan kualitas berbasis sekolah ini merupakan system pengelolaan persekolahan yang menyediakan kwenangan dan kekuasaan terhadap sekolah untuk menertibkan kehidupannya sesuai dengan potensi, permintaan dan keperluan sekolah yang bersangkutan Mulyasa (2013).
Menurut Calwell dan Spinks dalam Mulayasa (2013) administrasi kenaikan kualitas berbasis sekolah dimana sekolah merupakan institusi yang mempunyai “full Authority and Responsibility” untuk secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri menentukan program-program pendidikan dan banyak sekali kebijakan local sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang mau diraih oleh sekolah.
Sementara Depdikbud dalam Mulayasa (2013) mengartikan administrasi kenaikan kualitas berbasis sekolah selaku sebuah model administrasi yang yang menyediakan otonomi lebih besar terhadap sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara pribadi semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang renta siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan kualitas sekolah menurut kebijakan pendidikan nasional.
Dari uraian di atas, maka sekolah mempunyai kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengurus sekolahnya untuk menentukan sasaran kenaikan mutu, menyusun planning kenaikan mutu, melaksanakn kenaikan mutu, dan melaksanakan penilaian pelaksanaan kenaikan mutu.
Secara biasa tujuan MPMBS merupakan untuk memandirikan dan mempekerjakan sekolah lewat pemberian kewenangan (otonomi) terhadap kepala sekolah dan mendorong sekolah untuk melaksanakan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara khusus tujuan diterapkannya MPMBS antara lain untuk:
1) Meningkatkan kualitas pendidikan melaui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengurus dan mempekerjakan sumberdaya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan penduduk dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap orang tua, masyarakat, dan pemerintah ihwal kualitas sekolahnya.
4) Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah ihwal kualitas pendidikan yang akan diraih (Mulyasa, 2013).
C. Transparansi Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah
Kepala sekolah merupakan pemimipin dari organisasi pendidikan. Kepala sekolah yang bagus merupakan seseorang yang peka terhadap keperluan kelompoknya. Hal ini diterangkan oleh Harl R.Douglass. Rudyard K. Bent dan Charles W. Boardman (1961) bahwa:
“Leadership does not exist separate from a group. Neither does an effective group exist without leadership. By itself, without unity of purpose and coordination of effort, a group is only a collection of people. An educational leader is person who is sensitive to the needs of group and helps it to establish goals, plan a project, and develop effective procedures”.
Kepemimpinan tidak dapat terpisah dari kelompok. Juga tidak ada kalangan yang efektif tanpa kepemimpinan. Dengan sendirinya, tanpa kesatuan tujuan dan kerja keras koordinasi, kalangan ini cuma kumpulan orang-orang. Seorang pemimpin pendidikan merupakan orang yang peka terhadap keperluan kalangan dan menolong untuk menentukan tujuan, menyiapkan sebuah proyek, dan membuatkan mekanisme yang efektif.
Salah satu hal yang penting yang diperlukan oleh sumber daya pendidikan di sekolah merupakan transparansi manajerial kepala sekolah. Yang dimaksud dengan tansparansi/keterbukaan manajerialan kepala sekolah dalam hal ini merupakan sifat yang dimiliki oleh perasaan teloransi dan keterbukaan hati kepala sekolah yang diwujudkan dengan sikap jujur, rendah hati, adil, serta mau menerima usulan dan kritik dari orang lain dalam melaksanakan kemanajerialan di sekolah dan tidak menutupi apa yang dikerjakannya sehingga menjadi terang mudah diketahui dan tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dalam melakukan kiprah manajerial, kepala sekolah dituntut mempunyai kompetensi kepribadian, kompetensi ini menuntut kepala sekolah biar memiliki:
1) integritas kpribadian yang kuat, yang dalam hal ini ditandai dengan konsisten dalam berpikir, berkomitmen, tegas, disiplin dalam melaksanakan tugas;
2) memiliki cita-cita yang besar lengan berkuasa dalam membuatkan diri selaku kepala sekolah, dalam hal ini meliputi mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru, bisa secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri membuatkan diri selaku upaya pemenuhan rasa ingin tahu;
3) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas, meliputi berkecenderungan senantiasa ingin menginformasikan secara transparan dan proporsional terhadap orang lain perihal rencana, proses pelaksanaan dan efektifitas program;
4) mampu mengendalikan diri dalam menghadapi problem dalam pekerjaan;
5) memilki talenta dan minat jabatan selaku pemimpin (Hamdani, 2014).
Transparansi manajerial sungguh diinginkan dalam meningkatkan sumbangan guru, orang tua, penduduk dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh jadwal pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan kepercayaan terhadap sekolah bahwa sekolah merupakan organisasi pelayanan pendidikan yang higienis dan berwibawa, higienis dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti professional.
Prinsip transparansi bikin kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan penduduk lewat penyediaan keterangan dan menjamin fasilitas di dalam menerima keterangan yang akurat dan memadai. Oleh sebab itu Kepala sekolah perlu mendayagunakan selaku jalur komunikasi menyerupai lewat brosur, leaflet, pengunguman lewat koran, radio serta televise lokal. Sekolah perlu menyiapkan kebijakan yang terang ihwal cara menerima informasi. Kebijakan ini memperjelas bentuk keterangan yang sanggup diakses penduduk atau bentuk keterangan yang bersifat rahasia, bagaimana cara menerima informasi, usang waktu menerima keterangan serta mekanisme pengaduan apabila keterangan tidak hingga terhadap masyarkat.
Berbagai teori kepemimpinan merekomendasikan bahwa untuk menjadi pemimpin yang jago diperlukan persyaratan-persyaratan yang rumit. Akan tetapi ada hal fundamental yang ada pada semua teori itu, yakni barometer kesuksesan yang bahwasanya merupakan transparansi. Tidak sanggup dipisahkan antara pemimpin yang transparan dengan orang yang transparan, sebab orang-orang yang menjalani hidupnya secara terbuka dan jujur akan melaksanakan hal yang serupa saat melakukan kepemimpinannya.
Menurut Suhardiman (2012) bahwa ciri-ciri kepala sekolah yang bersikap terbuka dalam melaksanakan kiprah pokok dan fungsi, selaku berikut:
1) kecenderungan untuk senantiasa menginformasikan secara transparan dan proporsional, dan keefektifan, kelebihan dan kelemahan pelaksanaan sebuah kiprah pokok dan fungsi.
2) terbuka atas nasehat dan kritik yang disampaikan oleh atasan, kawan sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksanaan kiprah poko dan fungsi.
Kaitannya dengan pemimpin yang transparan Jatisusetyono (2011) mengemukakan bahwa selaku pemimpin yang transparan, kepala sekolah mesti mempunyai kiprah penting, diantaranya:
1) kepala sekolah yang transparan mesti menumbuhkan integritas.
2) kepala sekolah yang transparan mesti bersedia mendengarkan.
3) kepala sekolah yang transparan menjunjung tinggi prinsip utama transparansi.
4) kepala sekolah yang transparan berguru dari kegagalan atau kesuksesan orang lain.
5) kepala sekolah yang transparan bersedia menjadi mentor.
Kebijakan sekolah/ kepala sekola sungguh penting bagi kehidupan siswa dan para guru sebab berhubungan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam rangka kenaikan efektivitas sekolah dan prestasi berguru penerima didik. Tidak terkecuali kiprah direktur dan anggota komite sekolah merupakan sungguh menyeleksi terkait dengan sebuah kebijakn. Untuk meraih kenaikan kualitas sekolah, maka kepala sekolah selaku petugas profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengecek kebijakan pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah di abad otonomi tempat kebijakan sekolah ini sanggup diimplementasikan melaui administrasi kenaikan kualitas yang berbasis sekolah atau MPMBS. Manajemen kenaikan kualitas berbasis sekolah ini merupakan system pengelolaan persekolahan yang menyediakan kwenangan dan kekuasaan terhadap sekolah untuk menertibkan kehidupannya sesuai dengan potensi, permintaan dan keperluan sekolah yang bersangkutan.
Tansparansi kepala sekolah dalam hal ini merupakan sifat yang dimiliki oleh perasaan teloransi dan keterbukaan hati kepala sekolah yang diwujudkan dengan sikap jujur, rendah hati, adil, serta mau menerima usulan dan kritik dari orang lain dalam melaksanakan kemanajerialan di sekolah dan tidak menutupi apa yang dikerjakannya sehingga menjadi terang mudah diketahui dan tidak diragukan lagi kebenarannya yang maksudnya tidak lain dan tidak bukan merupakan untuk meningkatkan kualitas sekolah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Al Djaswidi. (2014). Administrasi Pendidikan; Administrasi pendidikan dari Perspektif Pendidik. Bandung: Media Cendekia Publisher.
Harl R.Douglass. Rudyard K. Bent dan Charles W. Boardman. (1961). Democratic Supervision In Secondary School. Boston: The Riverside Press Cambridge.
Jatisusetyono. (2011). Pentingya Integritas Dan Keterbukaan Dalam Kepemiminan Kepala Sekolah. (Online) diakses pada 23 November 2017. Tersedia: Https://Jatisusetyono.Wordpress.Com/2011/01/16/
Mulyasa, E. (2013). Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Suhardan, Dadang. (2014). Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta.
Suhardiman, Budi. (2012). Studi Pengembangan Kepala Sekolah.. Jakarta: Rineka Cipta.
Sayfaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta.
0 Komentar untuk "Upaya Memajukan Kualitas Pendidikan"