Batu-batuan yang ada di permukaan bumi setiap waktu sanggup tertimpa oleh sinar matahari, air hujan atau salju, angin dan sebagainya yang disebut tenaga eksogen. Pengaruh tenaga eksogen tersebut sanggup mengakibatkan batu-batuan yang terletak di permukaan bumi menjadi retak-retak, pecah-pecah bahkan sanggup hancur menjadi garam-garaman. Proses hancurnya batuan asal menjadi begian lebih kecil lantaran efek tenaga eksogen disebut pelapukan atau weathering. Hasil daripada pelapukan yakni terbentuknya tanah.
Dilihat dari proses hancurnya batuan asal, pelapukan sanggup dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu pelapukan mekanis (fisika) dan pelapukan kimiawi (khemis).
Namun, H. Th, Verstappen (dalam Sutardji, 2011), menggolongkan pelapukan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Pelapukan fisis
b. Pelapukan kimiawi
c. Pelapukan biologis
Pelapukan fisis yaitu proses hancurnya batuan asal menjadi bagian-bagian yang lebih kecil tanpa disertai perubahan susunan mineralnya. Pelapukan kimiawi yaitu proses hancurnya batuan asal yang disertai dengan penguraian secara kimiawi dari mineral-mineral batuan asal.
1. Disintegrasi lantaran Insolasi
Insolasi yakni penyinaran matahari terhadap benda. Penyinaran matahari terhadap batuan mengakibatkan temperatur batuan menjadi naik (bertambah). Bila penyinaran itu berkurang atau berhenti sama sekali, maka temperatur batuan akan turun kembali. Naiknya temperatur mengakibatkan batuan atau mineral yang dikandung batuan menjadi memuai, dan bila temperaturnya berkurang batuan atau mineral yang dikandung batuan akan menyusut. Oleh lantaran batuan itu sendiri terdiri dari aneka macam macam mineral, yang tiap mineral mempunyai sifat yang berbeda-beda, maka pemuaian atau penyusutan tiap mineral tidak sama cepatnya. Mineral yang kasar, tidak kompak dan hitam warnanya akan memuai dan menyusut lebih cepat bila dibandingkan dengan mineral yang halus, kompak dan berwarna cerah.
Akibat inhomogenitas (tidak serba sama) dari mineral yang terdapat dalam batuan, serta kecepatan dalam pemuaian yang berbeda-beda, maka menimbulkan terjadinya disintegrasi. Kecuali itu, sifat, bangun, warna, dan konsistensi dari aneka macam batuan dan mineral sangat kuat terhadap perembesan dan panas, sehingga akan kuat pula terhadap disintegrasi lantaran insolasi itu. Sebagai pola batuan basalt dan dolorit mempunyai susunan kimia yang sama (yakni augit, plagioklas). Tetapi basalt itu padat, sedangkan dolorit berbutir-butir, sehingga batuan dolorit akan lebih gampang untuk menjadi lapuk. Insolasi terjadi pada siang hari dan terutama kuat besar di kawasan yang beriklim kering (arid).
2. Disintegrasi lantaran Reradiasi
Reradiasi yakni pemancaran kembali panas yang diterima oleh suatu benda dari pemanasan matahari. Pemancaran kembali panas dari suatu batuan mengakibatkan tempetur batuan itu menurun (mendingin). Turunnya tempetur mengakibatkan batuan beserta mineral yang dikandungnya menjadi menyusut. Kecepatan penyusutan mineral di dalam batuan itupun tidak sama, sehingga sanggup terjadi insiden yang sama dengan insolasi yakni terjadi disintegrasi. Reradiasi terjadi pada malam hari.
3. Disintegrasi Karena Pembekuan
Air yang terdapat dalam pori-pori batuan sanggup menjadi beku abila temperatur di sekitar batuan turun sampai di bawah titik beku. Jika air tersebut membeku menjadi es, maka volumenya bertambah 1/11 kali daripada volume sebelumnya.
Catatan: 1 cm3 air akan menjelma 1,09cm3 es.
Peristiwa pemuaian air lantaran pembekuan yang sanggup memecahkan batuan dimana pembekuan itu terjadi disebut frost action. Dalam batuan terdapat celah yang tak terhingga banyaknya yang semuanya terisi air, Jika air yang terdapat dalam batuan tersebut membeku, maka celah-celah batuan menjadi lebar dan pecah. Disintegrasi lantaran pembekuan ini banyak terjadi di pegunungan yang temperaturnya bergoyang di sekitar titik beku (di kawasan kutub dan kawasan yang beriklim kontinental).
4. Disintegrasi Karena Hidratasi
Hidratasi yakni insiden penambahan air pada persenyawaan kimiawi, terutama pada persenyawaan yang bersifat higroskopis. Misalnya garam dapur yang terdapat di dalam celah-celah batuan. Karena garam dapur gampang menyerap air, maka pada ketika udara lembab, garam dapur yang berada di dalam celah batuan akan menyerap air, sehingga volumenya menjadi bertambah besar. Akibat pembesaran volume tersebut maka terjadi insiden yang sama sepert pada frost action. Pengerjaan garam di dalam tanah (batuan) sanggup digolongkan menjadi: (1) pengerjaan kimia oleh garam, (2) pengerjaan mekanik oleh garam.
1. Dekomposisi Karena Pelarutan
Pelarutan yakni proses larutnya benda pada ke dalam zat cair. Sebagian besar proses dekomposisi terjadi lantaran pelarutan. Pelarutan ini juga membantu terjadinya peristiwa-peristiwa kimia yang lain.
2. Dekomposisi Karena Hidrolisa
Hidrolisa yakni insiden dinama ion H yang nyata (kation) dan ion H yang negatif (anion) dari air mengadakan reaksi dengan zat yang dilarutkan. Ion H dan OH yakni hasil penguraian air (H2O) Ion H yang bebas merupakan elemen kimia yang sangat aktif dan siap untuk masuk ke dalam senyawa kimia. Contoh misalnya:
Na2SiO4 + 2 H2O → 2 NaOH + H2 Si O4
Senyawa yang terjadi lantaran hidrolisa ini sanggup membentuk asam dan basa yang keras yang sanggup mengadakan reaksi kimia lebih lanjut.
Yang asam contohnya H2SO4 (asam sulfat)
Yang basa contohnya NaOH (natrium hidroksida)
3. Dekomposisi Karena Oksidasi
Oksidasi yakni reaksi antara suatu zat dengan oksigen (O2). Peranan oksigen dalam penguraian tidak besar lagi, lantaran kebanyakan mineral-mineral batuan telah dioksidasikan. Mineral batuan yang mengandung Fe (besi) gampang sekali mengalami oksidasi dan menghasilkan senyawa-senyawa besi (oksida besi). Oksida besi dalam istilah sehari-hari yakni karatan besi.
4. Dekomposisi Karena Karbonasi
Karbonasi yakni reaksi suatu zat dengan karbondioksida (CO2). Air yang mengandung karbondioksida lebih keras melapukan daripada air biasa. Air yang mengandung CO2 banyak terdapat di kawasan yang bervegetasi. Air di kawasan ini selalu mengandung sisa-sisa tumbuh-tumbuhan, sehingga mengandung juga CO2. Air yang mengandung CO2 mempunyai daya melapukan sangat kuat terhadap mineral kalsit (CaCO3), manesit (MgCO3) dan gamping asam fosfor {Ca3(PO4)2}. Pelapukan kimia ini penting sekali selama terjadi perubahan-perubahan karbonat menjadi kalsium karbonat.
5. Dekomposisi Karena Biosfer
Pengaruh biosfer terhadap pelapukan secara kimia terutama disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan. Akar tumbuh-tumbuhan mengandung zat-zat kimia yang sangat keras dan mempunyai daya melapukan sangat besar, ibarat HCl. Karena akar tumbuh-tumbuhan ini selalu memanjang dan membentuk jaringan-jaringan di dalam batuan untuk mengambil sari-sari makanan, maka bertahap batuan menjadi pecah. Tumbuhan selain mempunyai daya melapukan secara kimiawi juga sanggup melapukan secara mekanis. Proses terjadinya yakni dimulai dari penyusupan akar tumbuh-tumbuhan secara kimiawi. Tetapi perlu diingat bahwa akar itu makin usang makin bertambah besar. Akibat yang ditimbulkan lantaran membesarnya akar akan memperlihatkan tekanan (mekanis) yang sangat besar terhadap batuan, sehingga jadinya batuan menjadi retak atau pecah.
Sumber
Sutardji. 2011. Buku Ajar Geologi Umum. Semarang: Jurusan Geografi Unnes
Dilihat dari proses hancurnya batuan asal, pelapukan sanggup dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu pelapukan mekanis (fisika) dan pelapukan kimiawi (khemis).
Namun, H. Th, Verstappen (dalam Sutardji, 2011), menggolongkan pelapukan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Pelapukan fisis
b. Pelapukan kimiawi
c. Pelapukan biologis
Pelapukan fisis yaitu proses hancurnya batuan asal menjadi bagian-bagian yang lebih kecil tanpa disertai perubahan susunan mineralnya. Pelapukan kimiawi yaitu proses hancurnya batuan asal yang disertai dengan penguraian secara kimiawi dari mineral-mineral batuan asal.
PELAPUKAN MEKANIS (FISIS)
Proses pecahnya batuan asal yang disebut juga fragmentasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil disebut juga disintegrasi. Disintegrasi sanggup terjadi lantaran efek insolasi, reradiasi, pembekuan, dan hidratasi.1. Disintegrasi lantaran Insolasi
Insolasi yakni penyinaran matahari terhadap benda. Penyinaran matahari terhadap batuan mengakibatkan temperatur batuan menjadi naik (bertambah). Bila penyinaran itu berkurang atau berhenti sama sekali, maka temperatur batuan akan turun kembali. Naiknya temperatur mengakibatkan batuan atau mineral yang dikandung batuan menjadi memuai, dan bila temperaturnya berkurang batuan atau mineral yang dikandung batuan akan menyusut. Oleh lantaran batuan itu sendiri terdiri dari aneka macam macam mineral, yang tiap mineral mempunyai sifat yang berbeda-beda, maka pemuaian atau penyusutan tiap mineral tidak sama cepatnya. Mineral yang kasar, tidak kompak dan hitam warnanya akan memuai dan menyusut lebih cepat bila dibandingkan dengan mineral yang halus, kompak dan berwarna cerah.
Akibat inhomogenitas (tidak serba sama) dari mineral yang terdapat dalam batuan, serta kecepatan dalam pemuaian yang berbeda-beda, maka menimbulkan terjadinya disintegrasi. Kecuali itu, sifat, bangun, warna, dan konsistensi dari aneka macam batuan dan mineral sangat kuat terhadap perembesan dan panas, sehingga akan kuat pula terhadap disintegrasi lantaran insolasi itu. Sebagai pola batuan basalt dan dolorit mempunyai susunan kimia yang sama (yakni augit, plagioklas). Tetapi basalt itu padat, sedangkan dolorit berbutir-butir, sehingga batuan dolorit akan lebih gampang untuk menjadi lapuk. Insolasi terjadi pada siang hari dan terutama kuat besar di kawasan yang beriklim kering (arid).
2. Disintegrasi lantaran Reradiasi
Reradiasi yakni pemancaran kembali panas yang diterima oleh suatu benda dari pemanasan matahari. Pemancaran kembali panas dari suatu batuan mengakibatkan tempetur batuan itu menurun (mendingin). Turunnya tempetur mengakibatkan batuan beserta mineral yang dikandungnya menjadi menyusut. Kecepatan penyusutan mineral di dalam batuan itupun tidak sama, sehingga sanggup terjadi insiden yang sama dengan insolasi yakni terjadi disintegrasi. Reradiasi terjadi pada malam hari.
3. Disintegrasi Karena Pembekuan
Air yang terdapat dalam pori-pori batuan sanggup menjadi beku abila temperatur di sekitar batuan turun sampai di bawah titik beku. Jika air tersebut membeku menjadi es, maka volumenya bertambah 1/11 kali daripada volume sebelumnya.
Catatan: 1 cm3 air akan menjelma 1,09cm3 es.
Peristiwa pemuaian air lantaran pembekuan yang sanggup memecahkan batuan dimana pembekuan itu terjadi disebut frost action. Dalam batuan terdapat celah yang tak terhingga banyaknya yang semuanya terisi air, Jika air yang terdapat dalam batuan tersebut membeku, maka celah-celah batuan menjadi lebar dan pecah. Disintegrasi lantaran pembekuan ini banyak terjadi di pegunungan yang temperaturnya bergoyang di sekitar titik beku (di kawasan kutub dan kawasan yang beriklim kontinental).
4. Disintegrasi Karena Hidratasi
Hidratasi yakni insiden penambahan air pada persenyawaan kimiawi, terutama pada persenyawaan yang bersifat higroskopis. Misalnya garam dapur yang terdapat di dalam celah-celah batuan. Karena garam dapur gampang menyerap air, maka pada ketika udara lembab, garam dapur yang berada di dalam celah batuan akan menyerap air, sehingga volumenya menjadi bertambah besar. Akibat pembesaran volume tersebut maka terjadi insiden yang sama sepert pada frost action. Pengerjaan garam di dalam tanah (batuan) sanggup digolongkan menjadi: (1) pengerjaan kimia oleh garam, (2) pengerjaan mekanik oleh garam.
PELAPUKAN KIMIAWI
Proses penguraian mineral batuan secara kimiawi disebut dekomposisi. Dalam hal ini mineralnya sanggup berubah-ubah. Dekomposisi = reaksi penguraian. Dekomposisi sanggup terjadi lantaran : pelarutan, hidrolisa, oksidasi, karbonasi, dan biosfer.1. Dekomposisi Karena Pelarutan
Pelarutan yakni proses larutnya benda pada ke dalam zat cair. Sebagian besar proses dekomposisi terjadi lantaran pelarutan. Pelarutan ini juga membantu terjadinya peristiwa-peristiwa kimia yang lain.
2. Dekomposisi Karena Hidrolisa
Hidrolisa yakni insiden dinama ion H yang nyata (kation) dan ion H yang negatif (anion) dari air mengadakan reaksi dengan zat yang dilarutkan. Ion H dan OH yakni hasil penguraian air (H2O) Ion H yang bebas merupakan elemen kimia yang sangat aktif dan siap untuk masuk ke dalam senyawa kimia. Contoh misalnya:
Na2SiO4 + 2 H2O → 2 NaOH + H2 Si O4
Senyawa yang terjadi lantaran hidrolisa ini sanggup membentuk asam dan basa yang keras yang sanggup mengadakan reaksi kimia lebih lanjut.
Yang asam contohnya H2SO4 (asam sulfat)
Yang basa contohnya NaOH (natrium hidroksida)
3. Dekomposisi Karena Oksidasi
Oksidasi yakni reaksi antara suatu zat dengan oksigen (O2). Peranan oksigen dalam penguraian tidak besar lagi, lantaran kebanyakan mineral-mineral batuan telah dioksidasikan. Mineral batuan yang mengandung Fe (besi) gampang sekali mengalami oksidasi dan menghasilkan senyawa-senyawa besi (oksida besi). Oksida besi dalam istilah sehari-hari yakni karatan besi.
4. Dekomposisi Karena Karbonasi
Karbonasi yakni reaksi suatu zat dengan karbondioksida (CO2). Air yang mengandung karbondioksida lebih keras melapukan daripada air biasa. Air yang mengandung CO2 banyak terdapat di kawasan yang bervegetasi. Air di kawasan ini selalu mengandung sisa-sisa tumbuh-tumbuhan, sehingga mengandung juga CO2. Air yang mengandung CO2 mempunyai daya melapukan sangat kuat terhadap mineral kalsit (CaCO3), manesit (MgCO3) dan gamping asam fosfor {Ca3(PO4)2}. Pelapukan kimia ini penting sekali selama terjadi perubahan-perubahan karbonat menjadi kalsium karbonat.
5. Dekomposisi Karena Biosfer
Pengaruh biosfer terhadap pelapukan secara kimia terutama disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan. Akar tumbuh-tumbuhan mengandung zat-zat kimia yang sangat keras dan mempunyai daya melapukan sangat besar, ibarat HCl. Karena akar tumbuh-tumbuhan ini selalu memanjang dan membentuk jaringan-jaringan di dalam batuan untuk mengambil sari-sari makanan, maka bertahap batuan menjadi pecah. Tumbuhan selain mempunyai daya melapukan secara kimiawi juga sanggup melapukan secara mekanis. Proses terjadinya yakni dimulai dari penyusupan akar tumbuh-tumbuhan secara kimiawi. Tetapi perlu diingat bahwa akar itu makin usang makin bertambah besar. Akibat yang ditimbulkan lantaran membesarnya akar akan memperlihatkan tekanan (mekanis) yang sangat besar terhadap batuan, sehingga jadinya batuan menjadi retak atau pecah.
Sumber
Sutardji. 2011. Buku Ajar Geologi Umum. Semarang: Jurusan Geografi Unnes
0 Komentar untuk "Proses Terjadinya Pelapukan Batuan"