Tagar #MendikbudDicariMahasiswa ramai berseliweran di media lazim Twitter. Seruan agresi media ini diinisiasi oleh Akun Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan akun-akun organisasi mahasiswa lainnya. Salah satu yang dikritisi mahasiswa terkait tata cara pembelajaran online atau daring hingga permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di tengah pandemik COVID-19.
Menanggapi hal ini, pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyampaikan tata cara pembelajaran daring tidak dapat menjadi hal yang utama. Dia mencontohkan, cuma pembelajaran tertentu yang dapat menggunakan tata cara tersebut menyerupai ilmu wawasan sosial, aturan maupun sastra.
"Tapi kalau pelajaran eksakta yang menerangkan rumus-rumus, itu agak susah. Karena, musti mahasiswa dan dosen itu berhadap-hadapan. Dan dosennya gak tahu mahasiswanya memperhatikan atau gak," katanya terhadap IDN Times lewat sambungan telepon, Selasa (2/6) malam.
1. Tidak semua daerah memiliki jaringan internet yang stabil
Darmaningtyas menjelaskan, tidak semua daerah di Indonesia memiliki jaringan internet yang stabil. Hal itu pun pasti menganggu proses pembelajaran daring.
"Saya kira, bukan sesuatu yang mengherankan kalau pembelajaran online itu bermasalah. Karena beliau fungsinya menyerupai cuma komplemen saja, komplemen dari pelajaran yang tatap muka," ujar Darmaningtyas.
Menurutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu mendorong kampus untuk membuatkan aplikasi sendiri yang cocok dengan keadaan daerah masing-masing.
"Artinya, kalau Jakarta kan punya banyak opsi aplikasi, gak ada masalah. Tapi, kalau di luar yang jaringan internetnya jelek barangkali, mungkin bisa cari aplikasi yang paling sempurna untuk wilayahnya," katanya.
Terkait UKT, semestinya dikurangi kalau pembelajaran tatap tampang tidak diberlakukan. Dia tak memungkiri, kampus memang mesti mengrluarkan ongkos pemeliharaan, ongkos listrik, dan sebagainya. Akan tetapi, ongkos itu dapat ditutup meggunakan pertolongan operasional pendidikan dari pemerintah.
"Kalau mahasiswa negeri kan memang dosennya telah dibayar oleh pemerintah. Kaprikornus mestinya ya logicnya itu UKT turun. Kaprikornus saya kira tuntutan mahasiswa itu sungguh wajar," ucapnya.
"Jadi mestinya itu, Kemendikbud mesti memperjuangkan. Kalau perlu, bebasin SPP (sumbangan seminar pendidikan) selama pandemik ini," sambungnya.
2. Tidak semua perguruan tinggi tinggi siap melaksanakan pembelajaran daring
Sementara itu, pengamat dari Komnas Pendidikan, Andreas Tambah, menyampaikan pembelajaran daring memang terbilang gres di Indonesia. Akan tetapi, beberapa perguruan tinggi tinggi yang dinilai telah mapan, telah melaksanakan tata cara terebut.
Metode pembelajaran daring, kata Andras, secara lazim masih dianggap ajaib bagi perguruan tinggi tinggi, dosen dan mahasiswa. Bahkan, banyak dosen yang bahwasanya masih gelagapan teknologi (gaptek). "Fasilitasnya belum mendukung ya di rumah. Sebatas mungkin menggunakan kepraktisan kantor atau perguruan tinggi tinggi," ujarnya.
"Terus mahasiswanya itu sendiri, apakah semua mahasiswa bisa mengakses itu, apakah mahasiswa juga punya kepraktisan itu? Tidak juga, banyak perguruan tinggi tinggi yang mungkin levelnya ke bawah," katanya menambahkan.
3. Kemendikbud mesti mengenali apa yang dikehendaki perguruan tinggi tinggi
Terkait hal itu, Andreas menganggap bahwa Kemendikbud mesti melaksanakan terobosan bareng Kementerian lainnya. Kementerian mesti mengetahui, apakah kepraktisan yang dikehendaki setiap universitas telah terpenuhi. Salah satunya, terkait jaringan internet.
"Ini bukan cuma untuk perguruan tinggi tinggi, namun juga mulai dari SD. Nah, itu dapat menggunakan budget pembangunan desa kalau di desa. Sehingga, kepraktisan internet, kepraktisan pendidikan gak boleh berhenti," jelasnya.
Kemendikbud kata Andreas, juga mesti berdialog dengan pihak Universitas baik yang telah mapan, menengah mau pun tingkat yang paling bawah. Hal ini agar, pemerintah mengenali apa saja hal-hal yang dikehendaki setiap perguruan tinggi tinggi.
Kemudian, Kemendikbud mesti membahas bagaimana kebijakan dosen di saat memamerkan kuliah daring, hingga pemberian penugasan. "Apa yang disampaikan oleh mahasiswa itu memang suatu realita yang dihadapi oleh mahasiswa itu sendiri. Karena, yang dicicipi oleh mahasiswa, daring ini tugasnya malah kian banyak," katanya.
Terkait UKT, beberapa perguruan tinggi tinggi telah mengembalikan UKT terhitung dari bulan Maret hingga Juni 2020. Andreas mengatakan, hingga di saat ini, beliau belum mendapat laporan apakah ada perguruan tinggi tinggi yang tidak membebaskan ongkos UKT. Namun kalau ada, semestinya UKT dikembalikan atau ada relaksasi.
"Karena kini ini secara ekonomi itu dampaknya sungguh luar biasa. Banyak orang bau tanah yang pendapatannya turun drastis. Banyak yang dirumahkan, banyak yang cuma digaji separuh. Memang mesti ada pengurangan-pengurangan ongkos atau mesti ada subsidi," terperinci Andreas.
4. UGM memamerkan pertolongan bagi mahasiswa yang terdampak COVID-19
IDN Times menjajal mengonfirmasi ke salah satu Universitas terkait perkara yang dihadapi mahasiswa ini. Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Protokol Universitas Gajah Mada (UGM), Iva Ariani menuturkan, UGM sebebarnya telah menggunakan tata cara kuliah daring dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) daring.
"Metode daring ini memang telah berlangsung di UGM. Jika sebelumnya cuma 40 persen daring 60 persen luring (offline), alasannya merupakan pandemik ini (metode daring) jadi 100 persen," tuturnya.
Iva mengatakan, pihaknya terus memeriksa proses pembelajaran daring tersebut. UGM, kata Iva, juga memamerkan pertolongan pulsa sekitar Rp100-200 ribu bagi mahasiswa yang membutuhkan. Pemberian pertolongan itu terus disalurkan selama kuliah daring berjalan.
"Juga ada pertolongan untuk dosen dan karyawan. Dalam bentuk lain ada pertolongan logistik juga terhadap mahasiswa selama pandemik, juga pertolongan konsultasi psikologi," ujarnya.
5. UGM memamerkan keringan ongkos UKT
UGM juga memberi keringanan, bagi mahasiswa yang kesusahan mengeluarkan duit UKT respon imbas pandemik COVID-19. Wakil Rektor UGM Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sistem Informasi, Supriyadi menjelaskan, mahasiswa sanggup mengajukan tuntutan dispensasi UKT secara daring lewat Simaster.
"UGM sungguh mengetahui dan peduli atas imbas pandemik COVID-19 terhadap semua warga. Oleh alasannya merupakan itu, UGM memamerkan peluang bagi para mahasiswa yang alasannya merupakan imbas COVID-19 menjadi kurang atau tidak dapat mengeluarkan duit UKT, untuk mengajukan dispensasi UKT,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5) lalu.
Sementara itu, Direktur Keuangan UGM, Syaiful Ali menjelaskan, dispensasi atau pengembalian UKT sebesar persentase tertentu, juga diberikan bagi mahasiswa yang dinyatakan lulus yudisium sebelum tanggal 1 November 2020. Dengan syarat, menyertakan surat keterangan lulus atau keputusan yudisium.
"Proses tuntutan lewat Simaster terdiri atas tiga tahapan, yakni tahap pengajuan dari mahasiswa, review atau verifikasi oleh Prodi atau Departemen, serta approval oleh Dekanat," jelasnya.
Sumber : IDN TIMES, 3 Juni 2020
https://www.idntimes.com/news/indonesia/axel-harianja/mahasiswa-kritik-mendikbud-lewat-twitter-ini-kata-pengamat-pendidikan/5
0 Komentar untuk "Mahasiswa Kritik Mendikbud Melalui Twitter, Ini Kata Pengamat Pendidikan"