KI DARMANINGTYAS
Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H memang gres akan terjadi tanggal 24-25 Mei 2020. Namun problem penyelenggaraan angkutan balik kampung Idulfitri sudah mesti ditentukan kini alasannya ini terkait dengan penyiapan armada dan infrastruktur yang mesti tersedia biar balik kampung Idulfitri sanggup berjalan secara selamat dan aman. Secara resmi, hingga kini belum ada keputusan dari Presiden, apakah pada peringatan Idul Fitri 1441 H nanti boleh balik kampung atau tidak. Keputusan Presiden tersebut mendesak dinantikan oleh para operator transportasi lazim biar mereka sanggup ambil ancang-ancang sejak sekarang. Kalau memang tidak boleh, mereka tidak perlu siap-siap dari sekarang. Yang repot merupakan jika kini ditentukan boleh mudik, namun nanti pas hari H kondisinya lebih buruk, tiba-tiba dibatalin, maka seluruh investasi mereka hilang secara sia-sia.
Meskipun belum ada putusan Presiden, tetapi Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubdar Kemenhub) Budi Setyadi tanggal 23 Maret kemudian sudah menginformasikan terhadap publik bahwa Program Mudik Gratis Idulfitri 2020, baik yang diselenggarakan oleh Kemenhub, BUMN, maupun swasta dibatalkan. Pembatalan tersebut dalam rangka untuk mengantisipasi merebaknya penyebaran wabah Corona (Covid 19) ke daerah-daerah.
Sebelumnya, Dirjen Hubdar sudah menyiapkan akan menyiapkan 1.317 unit bus untuk pelaksanaan Program Mudik Gratis Idulfitri 2020, berisikan 200 unit Bus AKAP dengan kapasitas 9.000 orang dan 1.117 Bus Pariwisata dengan kapasitas angkut 50.625 penumpang. Sedangkan truk yang disiapkan meraih 111 unit yang diperkirakan sanggup memuat 4.000 sepeda motor. Namun alasannya Program Mudik Gratis tersebut dibatalkan, maka proses tendernya otomatis juga batal. Dengan peniadaan Program Mudik Gratis itu dimaksudkan biar penduduk tidak melakukan balik kampung ke kampung halaman alasannya dikhawatirkan balik kampung gratis berpeluang berbagi virus Covid 19 lebih massif mengingat akan terjadi kerumunan massa dalam jumlah besar di titik pemberangkatan, dan tidak terkontrol mana penumpang yang sehat dan terinfeksi.
Keputusan Dirjen Hubdar membatalkan Program Mudik Gratis merupakan keputusan yang tepat, jika pribadi disertai dengan keputusan Presiden tentang larangan balik kampung Idulfitri 2020. Sebaliknya, jika Presiden tidak mengeluarkan larangan Mudik Idulfitri 2020, maka peniadaan Program Mudik Gratis 2020 sanggup menjadi problematik, alasannya penduduk akan tetap balik kampung dan mencari fasilitas transportasinya sendiri-sendiri, sehingga justru tidak terkontrol penyebaran virusnya. Pada Program Mudik Gratis Lebaran, Pemerintah sanggup melakukan intervensi untuk meminimalkan penyebaran virus Covid 19 dalam dua hal, yaitu:
Pertama, memecah titik pemberangkatan biar tidak hanya dari satu titik, seumpama Monas, Ancol, atau GBK saja; namun bisa dari terminal-terminal Tipe A yang ada di wilayah DKI Jakarta, seumpama Kalideres, Kampung Rambutan, Pulo Gebang, dan Tanjung Priok. Kedua menghambat jumlah penumpang yang dimuat sehingga tempat duduk antar penumpang satu dan lainnya, utamanya yang tidak sekeluarga dipisahkan atau diberi jarak. Konsekuensinya, tingkat keterisian (load factor) bus menjadi sedikit, dibawah kapasitas yang ada. Namun jika penduduk naik Bus AKAP reguler, sanggup ditentukan bahwa mereka akan duduk berdempetan antar penumpang alasannya operator akan menaikkan kapasitas tempat duduk terisi biar untung, sehingga potensi penularannya akan lebih tinggi dan cepat, Dengan kata lain, sempurna tidaknya Keputusan Dirjen Hubdar membatalkan Program Mudik Gratis Idulfitri 2020 justru akan sanggup menjadi bumerang bagi penyebaran virus Covid 19 yang lebih massif jika tidak disertai larangan untuk balik kampung Lebaran. Larangan balik kampung itu diperlukan biar kebijakan berjalan secara konsisten.
Memang betul pukulan berat bagi operator Bus AKAP dan Pariwisata jika Pemerintah melarang warga untuk balik kampung alasannya animo Idulfitri merupakan animo panen bagi operator. Bila tidak ada kesibukan balik kampung Lebaran, memiliki arti animo panen tersebut terlupakan dan menjadi paceklik.
Mudik Telah Berlangsung
Realitas sosial yang terjadi di penduduk merupakan arus balik kampung ke kampung halaman itu sudah berjalan sejak ahad keempat Maret dan akan berjalan hingga selesai April nanti, paska Pemerintah mengeluarkan hukum biar penduduk lebih banyak tinggal di rumah untuk menangkal penyeberan virus Covid 19. Masa tanggap darurat yang ditentukan hingga 29 Mei itu terang menghasilkan kaum urban yang melakukan pekerjaan di sektor informal menjadi paceklik. Seminggu permulaan masa isolasi saja, situasi Kota Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia sudah sepi: banyak pekerjaan konstruksi terhenti, warung makan dan makanan tutup, toko-toko banyak yang tutup, tempat hiburan tutup, hotel minim pengunjung, tempat rekreasi mati suri, dan tidak ada pekerjaan gres yang sanggup menjadi sandaran hidup mereka. Menghadapi keadaan jelek tersebut, para pekerja sektor informal memutuskan cepat balik kampung ke kampung halaman alasannya musthil mereka bisa bertahan hidup dua bulan di ibu kota tanpa penghasilan yang jelas.
Di wilayah DIY, utamanya di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan Kulon Progo yang warganya banyak menjadi kaum urban di wilayah Jabodebek, arus balik kampung ini sudah membuat duduk problem sosial baru, berupa resistensi dari warga yang menetap di kampung. Mereka keberatan terhadap kehadiran para pemudik tersebut alasannya dikhawatirkan akan berbagi virus Covid 19. Ada desa yang secara terang-terangan menolak kehadiran para pemudik tersebut, meski itu ke kampung halaman mereka sendiri.
Kaprikornus balik kampung 2020 tidak perlu menanti munculnya Idul Fitri 1441 H alasannya sudah berjalan sejak ahad keempat Maret kemudian dan akan terus terjadi jika di ibu kota mereka tidak mendapat pemberian apa pun dari Pemerintah maupun Pemprov DKI Jakarta untuk menyambung hidup mereka. Meskipun ada pertimbangan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo biar mereka tidak melakukan balik kampung ke kampung halaman guna menangkal penyebaran virus Covid 19, tetapi himbauan tersebut tidak akan bertuah selama mereka tidak mendapatkan pemberian dari Pemerintah maupun Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Tengah untuk bertahan hidup di ibu kota. Mudik mereka ketika ini tidak terkait lagi dengan tradisi Lebaran, namun lebih terkait dengan daya survival mereka di ibu kota.
Kebutuhan transportasi balik kampung gratis itu justru ketika ini ketika kaum urban mengalami PHK atau kelesuhan usaha, dan ingin balik kampung ke kampung halaman. Agar balik kampung mereka tidak menjadi media gres untuk penyebaran virus Covid 19, maka ada baiknya jika mereka difasilitasi dengan layanan balik kampung gratis yang memungkinkan Pemerintah intervensi untuk mengontrol tempat duduknya biar jaraknya tersadar dengan menghambat jumlah penumpang. Kalau balik kampung dengan menggunakan transportasi lazim reguler tentu jaraknya tidak tersadar alasannya operator mengejar penumpang sebanyak mungkin.
Kita paham bahwa penggunaan dana APBN, tergolong untuk penyelenggaraan Program Mudik Gratis Idulfitri itu mesti lewat tata cara tender. Namun Presiden sudah menginstruksikan bahwa perlu ada realokasi budget untuk menanggulangi virus dan pengaruh virus Covid ini. Artinya, jika dana yang semula dialokasikan untuk Program Mudik Gratis Idulfitri 2020 itu kemudian direalokasikan untuk memfasilitasi warga ibu kota yang mau balik kampung medio April, seharusnya tidak problem dan tidak menjadi temuan BPK. Ini kondisinya darurat sehingga tidak sanggup dipraktekkan kebijakan business as usual, namun perlu ada terobosan kebijakan yang berkeselamatan.
Ki Darmaningtyas, Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) di Jakarta
Dimuat di Koran Bisnis Indonesia, Kamis 2 April 2020
0 Komentar untuk "Meniadakan Transportasi Pulang Kampung Idul Fitri 2020"