Perlunya Meregulasi Sepeda

KI DARMANINGTYAS

Kehadiran sepeda selama masa mandemi yang begitu massif sebetulnya sebuah anugerah. Bagi saya langsung yang sejak 19 tahun silam mendirikan LSM Transportasi yang focus untuk kampanye penggunaan transportasi umum, kembali ke sepeda, pejalan kaki, dan keamanan berlalu lintas; kehadiran sepeda selama masa pandemic Covid 19 ini sangat sanggup menghibur diri. Karena 19 tahun silam banyak orang menduga saya itu bermimpi, namun kini ini kita sanggup melihat sendiri kehadiran sepeda di sejumlah kota Indonesia. Konon, selama masa pandemik, pabrik sepeda yang semula akan mem-PHK karyawannya pun batal alasannya orderan sepeda meraih 1000%. Ini sesuatu yang mengasyikkan walaupun sepeda masih digunakan selaku fasilitas transportasi dan olah raga. Di jalanan di Jakarta misalnya, pada jam berangkat/pulang kerja belum terlihat adanya kenaikan pengguna sepeda. Pengguna sepeda ramai sehabis magrib atau malam Sabtu dan Sabtu-Minggu pagi. Semoga berawal dari kehadiran sepeda selaku fasilitas wisata dan olah raga ini kelak bermetamorfosis fasilitas transportasi harian sehingga sanggup meminimalkan kemacetan dan polusi udara.


Bagaimana menghadapi menjamurnya sepeda di saat ini? UU No. 22 Tahun 2009 wacana LLAJ sebetulnya telah jelas. Pasal 25 mengamanatkan bahwa Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas lazim wajib dilengkapi dengan peralatan Jalan, salah satunya berupa kepraktisan untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat (ayat 1 butir f). Pasal Pasal 45 ayat (1) juga mengamanatkan bahwa Fasilitas penunjang penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: trotoar; lajur sepeda; dan tempat penyeberangan Pejalan Kaki. Sedangkan pasal Pasal 62 ayat (1) menyatakan Pemerintah mesti memamerkan kepraktisan berlalu lintas bagi pesepeda, sedangkan ayat 2 menyatakan “Pesepeda berhak atas kepraktisan penunjang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelangsungan dalam berlalu lintas”.

Pasal 106 ayat (2) secara tegas menyatakan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memprioritaskan keamanan Pejalan Kaki dan pesepeda”.

Berdasarkan regulasi yang ada dalam UU LLAJ tersebut sebetulnya telah terperinci perihal posisi sepeda dalam system transportasi nasional. Bahwa selama ini mereka kurang dipandang, alasannya wujudnya tidak ada. Jika kini wujudnya ada, maka Kementerian Perhubungan sanggup saja menghasilkan regulasi khusus perihal sepeda biar penggunaannya tetap berkeselamatan dan tidak membuat kendala gres dalam transportasi nasional, utamanya di perkotaan yang banyak kendaraan bermotornya. Tapi sesuai dengan kewenangannya, Pemerintah Daerah sanggup menghasilkan regulasi yang mengendalikan perihal sepeda, tergolong apakah sepeda itu perlu dipajaki atau tidak.

INSTRAN (Institut Studi Transportasi), LSM Transportasi yang kami dirikan sejak 2001 justru mendorong biar sepeda diregulasi, tergolong dipungut pajak (masa kemudian namanya plombir) dan yang telah bayar pajak dipasangi peneng. Saya masih ingat, hingga pertengahan decade 1980-an di Kota Yogyakarta masih sering dijalankan operasi sepeda-sepeda yang belum bayar pajak yang sanggup dipahami lewat peneng. Sepeda juga sanggup dikenakan tarif parkir.

Mengapa mereka perlu bayar pajak dan dikenai tariff parkir? Agar mereka memiliki hak yang serupa dengan kendaraan bermotor. Selama ini mereka menjadi kendaraan nomer ketiga sehabis kendaraan beroda empat dan motor, sehingga di tempat-tempat lazim tidak tersedia tempat parkir. Seringkali kita menjadi kewalahan sendiri di saat akan parkir. Bila mereka mesti bayar pajak dan dikenai tariff parkir, maka mereka memiliki hak yang sama, sah dan berhak menuntut penyediaan tempat parkir khusus, dan mereka juga dilarang dipinggirkan, namun berhak menemukan kepraktisan jalur/lajur khusus sepeda. Masalah, berapa besaran pajak dan tarif parkir, itu ialah domain kebijakan teknis yang sanggup diputuskan oleh masing-masing daerah.  Intinya, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak keliru bila mengendalikan sepeda. Oleh alasannya itu, tidak ada salahnya pula bila Kemenhub maupun Dinas-Dinas Perhubungan menghasilkan kajian selaku dasar untuk meregulasi sepeda di masa new normal. Sepeda mesti diposisikan sama posisinya dengan kendaraan bermotor alasannya jalan dibangun tidak khusus untuk kendaraan bermotor saja, namun juga untuk pesepeda.

Ki Darmaningtyas, Ketua Instran (www.instran.org)

Related : Perlunya Meregulasi Sepeda

0 Komentar untuk "Perlunya Meregulasi Sepeda"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)