Dana Desa 2016 Dan Prospek Penduduk Marjinal

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 mengenai Desa, sudah merubah mengenai kepengaturan desa. Perubahan ini sesuai asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi roh dalam UU Desa.

Asas rekognisi bermakna legalisasi terhadap hak asal-usul desa. Sementara, asas subsidiaritas bermakna bahwa negara mengakui kewenangan-kewenangan desa dalam mengurus dirinya sendiri.

Sejak di implementasikan UU Desa, alokasi budget untuk desa memang menjadi keharusan negara. Negara mesti menawarkan dana agar desa dapat kuat, mandiri, dan maju. 

Dalam pasal 72 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa disebutkan bahwa Dana Desa bersumber dari belanja sentra dengan mengefektifkan kesibukan yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan.

Banyak pihak berharap, Dana Desa tahun 2016 yang dikuncurkan ke tiap-tiap desa di seluruh Nusantara, dapat berharga pribadi terhadap penduduk di desa. "Tidak untuk dicicipi oleh selaku orang saja".

Dana Desa mesti dapat menjamin untuk menghidupkan semua kekuatan di desa, tergolong dibidang ekonomi dan lain-lain. Terutama ekonomi penduduk yang termarjinalkan. Mereka sering sekali disisihkan bahkan terabaikan dalam setiap proses pembangunan.

Jangan hingga kita menutup mata. Bahwa di negara kita tersayang ini, masih banyak diskriminasi yang ditangani baik oleh pemerintah dan penduduk terhadap kaum difabel. Mereka masih dianggap selaku penduduk kelas dua yang hak dan kewajibannya kurang terpenuhi. Padahal, mereka juga insan dan kerabat kita sebangsa dan setanah air.

Masyarakat desa yang sejahtera, pemerintahan desa yang memiliki pengaruh dan kwalitas hidup penduduk yang pantas yakni kehendak tertinggi. Kemajuan desa ialah input berharga bagi desa juga bagi daerahnya. Oleh sebab itu, semua kita pantas bergegas, bangun desa dan kawal pembangunannya. 

Agar pada akhirnya, impian desa kuat, mandiri, maju dan makmur bukan sekedar mimpi. Mari kita wujudkan seluruh mimpi-mimpi itu.