Adab Individu

BAB I
PENDAHULUAN
Akhlaq mengajarkan kita mengenai nilai-nilai baik dan buruk, terpuji dan tercela yang dijadikan selaku pedoman hidup insan dalam segala faktor kehidupan serta yang berlaku hingga kapanpun dan dimanapun, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sebagai warga Negara Indonesia yang di dalamnya terdapat banyak budaya dan kepercayaan maka selaku umat beragama perlu untuk kita mengerti bagaimana bergaul dan menjalin kekerabatan baik dengan orang yang berlawanan kepercayaan dengan kita.
Agama merupakan sumber yang senantiasa mengucurkan setiap kebaikan, kemuliaan, serta hal-hal yang terkandung dalam prinsip-prinsip dasar pendidikan dan akhlaq dalam kehidupan ini, baik itu berupa nilai-nilai terpuji, kebiasaan yang bagus dan sikap mulia. Rasulullah selaku pembawa risalah agama islam di utus untuk menyempurnakan akhlaq pada permulaan dakwahnya, dia dalam menapaki jalan Islam yang panjang itu sanggup mencetak insan yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam, sehingga mereka berjalan menyebar di wajah bumi ini laksana lembaran-lembaran yang darinya orang lain menyaksikan beberapa rujukan orang yang berlawanan dari orang lain.
Sesungguhnya kesempurnaan dan puncak akhlaq dan sebaik-baik amalan utama yakni budbahasa dalam agama. Apa yang disertai dan diamalkan oleh orang-orang mukmin yakni berupa pedoman Allah, akhlaq para nabi dan rasul. Allah sudah menuntun dan mendidik kita lewat utusan-Nya Rasulullah SAW. Orang muslim yang menyontek akhlaq Rasulullah dalam bergaul dan berbuat akan senantiasa memiliki akhlaq yang bagus dan oleh penduduk mereka akan senantiasa disegani dan dihormati.





BAB II
PEMBAHASAN

ADAB INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A.    MENDESKRIPSIKAN ADAB INDIVIDU
Islam sudah mengajak kaum muslimin agar senantiasa bermurah senyum terhadap orang yang berlawanan dalam berpakaian, bertindak, berperilaku laris dan berbuat, biar mereka menjadi suri tauladan yang memunculkan mereka layak mengemban risalah yang agung bagi manusia. Dalam mendeskripsikan budbahasa individu seseorang mesti sanggup memelihara tubuhnya dengan mempertahankan kesehatan dan memelihara akalnya dengan memperdalam agama biar sanggup mempertahankan keimanannya terhadap allah SWT menjalankan perintah-Nya serta mejauhi larangan-Nya, membedakan antara baik dan buruk.
1.      Memelihara tubuhnya
a.       Sederhana dalam makan dan minum
Seseorang yang sanggup memelihara tubuhnya akan senantiasa berupaya biar tubuhnya senantiasa sehat dan kuat. Dia tidak berlebuh-lebihan dalam makan dan minum, dia akan makan kuliner yang sanggup menguatkan tulang-tulangnya dan memelihara kesehatan, kekuatan dan keseimbangan tubuhnya.[1]
Firman allah SWT:

  

Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kau mengikuti tindakan setan, alasannya setan itu yakni musuh kasatmata bagimu. (QS. Al Baqarah: 168).

Berkumpulah kau sekalian di depan makananmu dan sebutlah nama Allah, tentu kau memperoleh barokah dari kuliner itu. (HR Ahmad).

Janganlah salah satu diantara kalian makan dengan tangan kiri dan janganlah pula minum dengan tangan kiri. Sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kiri. (HR Muslim dari Ibnu Umar).

Rasulullah melarang seseorang minum sambil berdiri (HR Muslim dari Anas).

Makan dan minum merupakan keperluan insan untuk sanggup bertahan hidup secara masuk akal dan sehat. Banyak kuliner yang eksklusif diambil dari alam. Dari banyak jenis makanan dan minuman itu, kita disarankan oleh agama untuk menegaskan makanan yang bagus dan halal, dan sungguh-sungguh diharapkan untuk kesehatan, dihentikan berlebihan.
Makanan yang baik, yakni kuliner yang bergizi. Halal memiliki arti diperbolehkan agama. Makanan yang bagus belum tentu halal, demikian juga halal belum tentu baik untuk kesehatan. Makara kita mesti menegaskan kuliner yang bagus sekaligus halal.

b.      Rajin berolahraga
Seorang muslim, walaupun memiliki tubuh yang sehat dan kuat, karna terhindar dari kuliner dan minuman yang membahayakan dan haram, juga mesti bersungguh-sungguh berolahraga yang cocok dengan tubuh dan keseimbangannya, usia dan lingkungan sosialnya, dan yang sanggup memperbesar kekuatan, seamngat, dan kekebalan tubuh.[2]

c.       Berbadan dan berpakaian bersih
Orang muslim yang diinginkan islam beda ditangah-tengah penduduk akan senantiasa bersih. Badannya senantiasa higienis karna sering mandi. Hal itu dilakukannya menurut pada isyarat rasulullah SAW yang mendelegasikan untuk senantiasa mandi dan menggunakan wangi-wangian, utamanya pada hari jum’at.[3]

“mandilah pada hari jumat dan basahilah kepalamu walaupun tidak sedang junub, dan pakailah wangi-wangian pada tubuhmu.” (HR. Bukhari).

2.      Memelihara akalnya
a.       Menuntut ilmu bagi seorang muslim merupakan keharusan sekaligus kemuliaan
Orang muslim berkeyakinan bahwa mengasah otak dengan ilmu dan meggunakan nalar untuk menyelisik aneka macam gejala kekuasaan Allah SWT, merupakan suatu hal yang wajib. Hal itu sesuai dengan sabda rasulullah SAW,

“menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”.

b.      Menuntut ilmu sepanjang hidup
Belajar yang bahwasanya bukanlah suatu jerih payah untuk meraih gelar atau ijazah yang dengannya sanggup menampilkan kekayaan melimpah dan jabatan yang tinggi serta menjamin kehidupan yang mnyenangkan, tetapi  berguru yakni jerih payah terus menerus menelaah dan memperbesar ilmu.[4] Hal itu sesuai dengan firmanNya :

( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  
“katakanlah, ‘ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”(thaha : 114)

B.     ADAB BERKAWAN
1.      Pengertian kawan
Kawan yakni seseorang yang senantiasa ada disamping kita dikala sedih dan senang, dan slalu menolong kita dikala kita mengalami kesusahan. Sebagaimana terdapat dalam suatu hadis yang artinya :

“Bersahabat dengan orang yang soleh dan dengan orang yang jahat persis mirip berkawan dengan pengedar minyak wangi dan tukang besi (yang menghembus bara api). Pengedar minyak wangi sama ada ia memberi anda sebahagian atau anda berbelanja bau-bauan daripadanya atau sedikitnya anda memperoleh juga baunya. Manakala tukang besi pula samada ia memunculkan baju anda terbakar atau anda memperoleh wangi yang hapak." (Riwayat Abu Daud)”

2.      Ciri-ciri kawan yang baik
Ø  Taat terhadap perintah Allah SWT
Ø  Baik budi pekerti dan bersopan santun
Ø  Sentiasa mengamalkan sifat mahmudah (terpuji)
Ø  Berilmu wawasan dan bersedekah dengan ilmunya
Ø  Tidak mendedahkan kejelekan kawan
Ø  Berlapang dada menemukan teguran atau nasihat kawan
Ø  Sentiasa mendorong orang lain melaksanakan kebaikan
Ø  Sentiasa mendorong orang lain melaksanakan kebaikan

3.      Cara beradab dengan kawan
Ø  Sentiasa member salam dan mendoakan kebaikan di saat berjumpa dan berpisah
Ø  Menghindari tindakan atau percakapan yang menyakiti hati
Ø  Saling nasihat menasihati kea rah kebaikan
Ø  Jujur dan tulus dalam persahabatan
Ø  Senantiasa berprasangka baik terhadap kawan

4.      Kelebihan berkawan dengan orang baik
Ø  Mendorong  melakukan kasus kebaikan
Ø  Dapat mencontohi kebaikannya
Ø  Dapat menghambat diri dari melaksanakan tindakan mungkar
Ø  Mendidik jiwa menjadi baik dan taat terhadap Allah

C.    ADAB BELAJAR MENGAJAR
1.      Adab Belajar
Firman Allah SWT:

Dialah Allah yang mengajarkan insan dengan mediator pena ( Qs. Al-Alaq : 4 )

Ilmu yakni cahaya dari Allah SWT yang cuma sanggup diperoleh dengan pendekatan yang benar atau apa yang disebut dengan adab. Tanpa adab, tidak ada ilmu yang sanggup diterima. Sebagai pelajar atau selaku seorang pendengar dalam suatu kesibukan pembelajaran haruslah menampakkan kekhusyuan dan menundukkan pandangan. Besih dada dan senantiasa berprasangka baik, percayailah segala ucapan-ucapan yang didengar, menetapkan lah pendirian.[5]
a.       Istiqomah.
Belajar yakni ibadah, alasannya maksudnya yakni untuk mendekatkan diri terhadap Allah SWT. Karena merupakan ibadah, mirip halnya shalat, maka pencapaian ilmu tidak akan sah tanpa mensucikan kalbu dari kotoran dan sifat-sifat buruk. Membersihkan prilaku dan ruh dari kotoran atau hal-hal yang sanggup membelokkan seseorang dari maksudnya inilah yang disebut dengan istoqomah.

b.      Tuma’ninah.
Tuma’ninah yakni ketenangan hati, tidak tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan cuma akan menutupi kejernihan pikiran dan menghancurkan konsentrasi. Konnsentrasi ini penting, alasannya ilmu tidak akan menampilkan sebagiannya terhadap seseorang, sebelum seluruh dirinya ia berikan terhadap ilmu tersebut. Pikiran yang terbagi terhadap aneka macam kasus yang bermacam-macam,ibarat sungai yang airnya terbagi-bagi. Sebagian diserap ke tanah,sebagian menguap ke udara, sehingga petani tidak menemukan sisanya. Makara tuma’ninah berarti berkonsentrasi pada ilmu dan meminimalisir urusan-urusan dunia.
c.       Percaya dan hormat terhadap guru
Terhadap guru, hendaknya ia bersikap mirip tanah tandus yang menemukan hujan lebat. Seluruh tanah itu menyerap dan dengan segala potensinya, ia menemukan hujan itu. Adapun yang diisyaratkan guru kepadanya sehubungan dengan studinya, hendaklah ia mengikutinya. menjaga rahasianyaaa, tidak menjelek-jelekkannya, melainkan memuliakannya, menghormatinya, menampilkan imbalan yang sederajat dengan amalnya, serta memaafkan segala kekurangannya. Jika murid tidak lagi percaya dan hormat pada gurunya, maka proses pendidikan itu pada hakekatnya tidak lagi sanggup dilanjutkan. Karena itu, ketaatan murid terhadap guru merupakan suatu kemuliaan dan patut diupayakan oleh setiap murid.

2.      Adab mengajar
Sebelum mengajar hendaknya terlebih dahulu dimulai dari diri sendiri alasannya apa yang dibilang pengajar baik maka murid akan menyampaikan baik juga, dan apa yang dibilang pengajar jelek maka akan dianggap jelek juga oleh murid. Bersikap hening dalam majlis dan hendaknya banyak menanamkan hal-hal yang memperbesar rasa takut anak terhadap Allah. Jangan memberi pertanyaan yang berat dan jangan pula menambah beban keluarganya alasannya sanggup menjemukan mereka.[6]
Firman Allah SWT:

Sungguh sudah tiba seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sungguh menginginkan (keimanan dan keamanan ) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. ( Qs. At-Taubah : 128 )

a.       Lembut hati
Guru yakni orang yang menampilkan jalan untuk mendekatkan diri murid terhadap Allah SWT. Jika tujuan mengajar yakni mendekatkan murid-muridnya terhadap Allah SWT, maka dia mesti menyatukan dirinya dengan kalbu-kalbu mereka, mencicipi apa yang dialami mereka atau beridentifikasi dengan mereka , dengan ikatan kecintaan. Dan bila beberapa insan mengarah pada satu tujuan yang sama, tentu mereka akan bantu-membantu dalam meraih tujuan itu.

c.       Kasih sayang
Keberhasilan pendidikan banyak diputuskan oleh adanya kekerabatan kasih sayang dan kecintaan antara guru dan murid, baik di saat mengajar atau kekerabatan sosial. Hubungan ini menjamin murid untuk merasa aman-tenteram berdampingan dengan gurunya, sehingga tidak merasa khawatir dengannya atau lari dari ilmunya Apabila murid diperlakukan dengan lemah lembut dan kasih sayang oleh gurunya, ia akan merasa percaya diri dan tentram ( ada rasa kondusif ) berdampingan bersamanya. Perasaan inilah yang hendak menunjang tercapainya ilmu dengan mudah.

d.      Menjadi teladan
Guru yakni orang yang diteladani dan ditiru oleh murid. Karena itu, kemuliaan jiwa dan kesanggupan untuk mengerti orang lain hendaknya menjadi karakternya yang paling utama. Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa seorang guru hendaknya menyebarkan kekerabatan bermasyarakat dengan budpekerti yang mulia dengan saling menghormati, menghargai dan bertoleransi.

D.    ADAB TERHADAP TETANGGA
Adapun hak-hak seorang muslim yakni memberi salam kepadanya bila berjumpa dengannya dan menyanggupi undangannya, mendo’akannya diwaktu bersin, menjenguknya bila ia sakit, melayat jenazahnya bila ia wafat, menyanggupi sumpahnya bila ia bersumpah, menasihatinya bila ia meminta nasihat. Rasulullah SAW.  Bersabda, “empat kasus tergolong hak orang-orang muslim atas dirimu, yakni engkau tolong orang yang berbuat baik diantara mereka dan memohon ampun bagi yang berdosa di antara mereka, engkau do’akan orang yang berpaling dan menemukan penyesalan orang yang menyesal diantara mereka”[7].

1.      Berbuat Baik Terhadap Tetangga
Dalam berbuat dan memelihara kekerabatan baik dengan tetangga, hendaklah bertuturkata yang bagus terhadap belum dewasa dan pembantunya, maafkan kesalahan dan kekhilafannya, tengoklah apabila mereka sedang sakit, berdukacitalah bila mereka sedang terkena musibah, dan berikan ucapan selamat atau tampakkan kegembiraan di saat tetangga sedang bahagia.[8]
Firman Allah SWT:
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ  
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat setuju terhadap kedua orang tua, karib kerabat, belum dewasa yatim, orang-orang miskin, tetangga yang bersahabat dan tetangga yang jauh, teman dekat sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kalian…” (An-Nisa’ : 36)
Maksud firman Allah Azza wa Jalla “Al-Jaari dzil qurba” (tetangga dekat) yakni tetangga yang masih ada kekerabatan darah (nasab) atau ikatan agama. Sedang “Al-Jaar Al-Junub” (tetangga jauh) adlah yang tidak ada kekerabatan darah atau yang berlawanan agama. Adapun maksud “Al-Shahih bil janbi” (teman sejawat) yakni kawan kawan dalam hal kebaikan.[9]

2.      Toleransi Tehadap Tetangga
Orang muslim yang hatinya senantiasa disinari cahaya isyarat islam sungguh toleran terhadap tetangganya, berbuat baik kepadanya, lemah lembut dan tidak melarangnya mengambil faedah sesuatu dari rumahnya bila dia membutuhkannya.

3.      Mencintai Tetangga Seperti mengasihi diri sendiri
Orang muslim yang membuka diri dan hatinya serta senantiasa memperoleh isyarat agamanya, akan senantiasa lemah lembut, terbuka fikirannya, berperangai baik, mencicipi apa yang dinikmati tetangganya, berbahagia atas kebahagiaannya, merasa sakit atas sakit yang dinikmati tetangganya dan mengasihi tetangganya mirip mengasihi diri sendiri, dengan memunculkan sabda Rasulullah SAW selaku landasannya.
“Tidaklah salah seorang diantara kalian beriman sehingga dia mengasihi saudaranya mirip mengasihi dirinya sendiri”

Sedangkan dalam riwayat Muslim dari Anas, dia menceritakan, rasulullah SAW pernah bersabda,
“demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya tidaklah seorang hamba beriman sehingga dia mengasihi bagi tetangganya mirip mengasihi dirinya sendiri,” (HR.Muslim)

E.     ADAB INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Manusia yakni makhluk sosial, satu dengan yang lain saling bergantung dan membutuhkan. Seseorang akan merasa tentram bila hidup bareng makhluk sejenisnya dan akan merasa kesepian manakala hidup sendirian.
Jika demikian keadaannya maka mau tidak mau seseorang mesti memiliki perangai yang dengannya akan terwujud keberlangsungan hidup yang bagus di tengah-tengah masyarakatnya.
Dalam hidup bermasyarakat setiap orang akan menghadapi insan dengan aneka macam corak dan tabiat yang berbeda-beda. Tentunya selaku cuilan dari masyarakat, seseorang ada kalanya menjadi pelaku (fa’il/ subjek) atau yang diperlakukan (maf’ul bih/ objek). Terkadang memberi dan adakalanya diberi. Bila ingin menjadi anggota penduduk yang baik, hendaklah berupaya menampilkan yang terbaik bagi masyarakatnya. Membimbing mereka terhadap jalan kebaikan dan kemaslahatan serta menghambat mereka dari hal-hal yang membahayakan. Nabi SAW bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik insan yakni yang paling mempunyai kegunaan bagi manusia.” (HR. Ath-Thabarani dan Ad-Daruquthni dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani  dalam Shahih Al-Jami’ )
1.      Akhlak yang Mulia dan Pengaruhnya dalam Pergaulan
Biasanya orang menganggap baik dan buruknya seseorang dengan menyaksikan sikap kesehariannya. Mereka tidak akan meletakkan simpati terhadap seseorang sedalam apapun ilmunya dan sebesar apapun ketaatannya, manakala budpekerti yang mulia tidak dapat tercermin dalam kehidupannya. Memang benar, bila lahiriah seseorang tidak menampilkan kebaikan, itu merupakan bukti bahwa di batinnya ada kejelekan. banyak ayat Al-Qur`an yang mendelegasikan terhadap  hamba-Nya biar menghiasi diri mereka dengan budpekerti yang mulia serta memberi pemberitahuan besar hati dengan surga.
Firman Allah SWT:

“Dan bersegeralah kau terhadap ampunan dari Rabbmu dan terhadap nirwana yang luasnya seluas langit dan bumi yang ditawarkan untuk orang-orang yang bertaqwa (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menggemari orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 133-134)
Demikian pula Rasulullah  dalam hadits-haditsnya mengusulkan umatnya untuk menghiasi diri mereka dengan budpekerti yang mulia. Sampai-sampai di saat dia ditanya mengenai sebaik-baik anugerah yang diberikan terhadap seseorang, dia menjawab:
“Akhlak yang baik.” (Shahih Sunan Ibnu Majah)
Berbicara mengenai budpekerti yang mulia sungguh luas cakupannya. Apa yang sudah disebutkan kiranya sudah cukup untuk mengingatkan kaum mukminin agar yang lalai terbangun dan yang lupa menjadi ingat. Hendaklah seseorang mengaca diri, apakah terhadap orang lain dia berlemah lembut, berparas ceria dan murah senyum?! Di mana dengan sikap itu mereka akan nyaman dengannya, suka berada di sisinya, dan mau bercengkrama dengannya. Mereka berlomba-lomba untuk menemaninya dalam perjalanan. Jiwa mereka hening dari kejahatannya sebagaimana mereka merasa kondusif pada harta dan kehormatan mereka. Jual belinya mudah, ucapannya jujur, janjinya ditepati, dan tutur katanya baik. Tangannya terhindar dari kejahatan dan matanya tercegah dari khianat. Ucapan salamnya diberikan terhadap pembantunya sebagaimana dia berikan terhadap pemimpinnya. Wajahnya tersenyum ceria terhadap orang yang tidak dia kenal mirip apabila ia tersenyum terhadap rekan sejawatnya. Kedengkian hatinya sudah tercabut dan prasangkanya terhadap saudaranya baik, serta persaudaraannya tulus.
Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan wanita sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka mendelegasikan (mengerjakan) yang ma’ruf, menghambat dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan taat terhadap Allah dan rasul-Nya mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
(Diambil dari kitab Al-Mau’izhah Al-Hasanah karya Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani dari hal. 4-23 secara ringkas)
Adapun hakikat budpekerti yang bagus dalam bergaul bareng penduduk yakni mirip yang dibilang oleh Abdullah bin Mubarak yaitu: wajah yang lapang (tersenyum), menampilkan kebaikan, dan menahan diri dari menyakiti orang. (lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi)
F.     ETIKA PERGAULAN DALAM MASYARAKAT
1.      Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
Sebagian tanda memuliakan Allah yakni menghormati orang Islam yang sudah putih rambutnya (tua). (HR Abu Daud).
Tiada seorang cowok yang menghormati orang yang renta usianya, melainkan Allah akan menawarkan orang-orang yang hendak menghormatinya bila ia sudah renta usianya. (HR Turmudzi).
Yang dimaksud orang yang lebih renta disini yakni para orang renta kita, yakni Bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, abang dan orang lain yang lebih renta dari kita.
Kita wajib menghormati orang renta yang sudah memelihara kita dan membesarkan, mendidik dan membiayai hidup kita, tak sedikit pengorbanan mereka lahir dan batin, baik materi, tenaga dan pikiran yang sudah dicurahkan untuk kepentingan anak-anaknya. Walaupun mereka tidak menghendaki akibat atas kasih sayang dan pengorbanan terhadap kita.
Namun tidak sepantasnya kita mengabaikan keharusan menghormati dan menuruti segala nasehat dan perhatiannya. Kakek, nenek, paman, bibi, dan kerabat kita yang lebih renta juga mesti kita hormati dan kita perlakukan mirip orang renta kita. Oleh alasannya itu kita mesti berlaku hormat dan sopan, tidak bersikap melawan atau menentang pada di saat ada perselisihan. Karena bila kita bersikap hormat dan sopan insya’ Allah mereka pun akan berlaku sama.
Agama Islam mengajarkan biar kita senantiasa hormat dan sopan terhadap siapa pun yang lebih tua, dari mereka yang sudah mengenyam banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Kita memperoleh warisan kebudayaan yang hendak kita teruskan, terlebih para pendekar yang turut memerdekakan bangsa kita. Barang siapa yang bersikap hormat terhadap orang yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih renta maka Rasulullah SAW, pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut selaku umatnya.
2.      Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Sebaya
Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya, tak ubahnya bagaikan sesuatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lain) berdampak mengkuatkan. (HR Muslim).
Barang siapa yang berjalan dalam upaya menyanggupi keperluan saudaranya, dan jerih payah ini berhasil, yakni lebih baik ketimbang beri’tikaf sepuluh tahun. Dan barang siapa beri’tikaf satu hari saja alasannya Allah, maka Allah menjauhkan antara dia dan neraka sejauh tiga parit yang lebih jauh dari antara ujung bumi sebelah barat dan timur. ( HR Baihaqi).
Sebaya bisa memiliki arti sama usianya, maka dari itu pergaulan dengan orang sebaya sungguh penting. Hampir setiap hari, dikalangan Manusia yakni makhluk Muslim).
Bukan dari umatku orang yang tidak belas kasihan terhadap yang lebih kecil dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua. (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Dalam pergaulan, tidak cuma orang yang lebih renta dan orang yang menjadi perhatian kita untuk senantiasa kita hormati, tetapi juga orang-orang yang lebih muda. Islam mengusulkan kita biar bersikap merendah dan santun sesama mukmin, tergolong orang yang lebih muda dari kita. Walau kita banyak kelebihan dibanding mereka, kita tak boleh sombong, dan congkak pada mereka justru kita mesti membantunya dengan sarat kasih sayang dan segala kecintaan.
Pergaulan dengan orang lebih muda tergolong juga terhadap orang yang kondisi perekonomiannya rendah, Allah agar kau memperoleh rahmatnya. (QS. Al Hujuraat: 10).
Pergaulan antar sesama muslim berhubungan dengan peraturan-peraturan mengenai pergaulan umat Islam antar satu golongan atau satu agama. Kita selaku muslim dan umat Islam yang menganut pedoman Allah mesti mengenali bagaimana etika pergaulan dikalangan penduduk muslim, yakni kita mesti berperilaku laris yang sopan santun, lemah lembut dan tidak bertindak salah (keliru) kita mesti bisa membedakan yang bagus dan jelek mirip halnya bagaimana kita menghadapi pemberitahuan khayal (kosong) yang dibawa dan disebarkan oleh orang fasik dan jail.
Cara menyelesaikan persengketaan antar sesama orang muslim yang timbul dikalangan umat Islam, yakni dengan bersatu padu dalam satu tujuan melawan kejahilan orang alasannya intinya muslim dan muslim satu lalai akan menghadirkan musibah.
5.       Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Berbeda Agama
Firman Allah SWT:

Hai manusia, sesungguhnya kami bikin kau dari seorang pria dan seorang wanita dan memunculkan kami berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kau saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kami disisi Allah yakni orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujuraat: 13).
Agama Islam mengusulkan terhadap kita untuk bergaul dengan orang-orang yang berlawanan agama dengan agama kita. Pada dasarnya mereka pun sama dengan kita (makhluk ciptaan Allah) cuma saja berlawanan keyakinan, banyak beraneka sifat prilaku dan keinginan, juga kepercayaan dan kepercayaan yang berlawanan tetapi merupakan cuilan dari Al Qur’an yakni menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya busana muslim tidak membatasi si pemakai melaksanakan kesibukan sehari-hari dalam etika dalam pakaian dan memandang.
  • Dengan adanya pergaulan kita mesti menghargai orang renta dan kalau mengatakan pada orang renta haruslah bicara baik jangan bicara yang jorok-jorok terhadap orang lain atau orang renta yang lebih renta dari kita.









  • DAFTAR PUSTAKA

    Al-Ghazali, Imam. 1992.  Adab Dalam agama. Jakarta: Gema Insani Pres

    Al-Ghazali, Imam. Ringkasan Ihya Ulumuddin

    Ali Al-Hasyimi, Muhammad. 1999.  Jati Diri Muslim. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar

    Al-qur’an






    [1]        Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Muslim (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 1999), h.42
    [2]        Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Muslim ….h.43
    [3]        Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Muslim,….h.44
    [4]        Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Muslim,….h.51-53
    [5]        Al-Ghazali, Adab Dalam agama (Gema Insani Pres: Jakarta, 1992), h.26
    [6]        Al-Ghazali, Adab Dalam agama,…. h.22-23
    [7]        Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, hal. 129
    [8]        Al-Ghazali, Adab Dalam agama,…. h.61
    [9]        Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, Jati Diri Muslim,….hal.121

    Related : Adab Individu

    0 Komentar untuk "Adab Individu"

    DUKUNG KAMI

    SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)