Misteri Wacana Mispa

Seperti ditunjukkan judul postingan ini saya akan menjajal untuk mengatakan peragaan tentang budaya kerikil dari orang Ibrani Kuno yang mereka warisi dari Ibrahim, nenek moyang mereka, dan untuk menampilkan bahwa budaya kerikil ini sudah dilembagakan di Mekkah oleh Patriarch Ibrahim dan anak laki-lakinya Ismail; di tanah Kanaan oleh Ishaq dan Yakub; di Moab dan wilayah yang lain oleh keturunan Ibrahim yang lain.

Istilah "Budaya Batu"bukan dimaksudkan selaku pemujaan terhadap kerikil yang yakni penyembahan berhala; budaya kerikil ini saya fahami selaku pemujaan terhadap Tuhan pada suatu kerikil khusus yang sudah diberkati untuk maksud tersebut. Pada masa itu di saat bangsa terpilih (Isarel)ini menjalani kehidupan selaku nomad dan penggembala, mereka tak punya habitat yang tetap untuk mendirikan rumah yang khusus ditujukan untuk pemujaan Tuhan; umumnya mereka mendirikan suatu kerikil di sekeliling mana mereka biasa menjalankan ritual haji, yakni mengelilingi kerikil itu tujuh kali dalam bentuk bulat tarian (semacam tawaf- pent.). Kata haji mungkin seram pembaca yang beragama Katolik dan mungkin mereka berkerut melihatnya lantaran bentuk Arabnya dan lantaran upacara ini sudah menjadi ritual ummat Islam dikala ini. Kata haji yakni persis sama dalam arti dan etimologi dengan kata yang serupa dalam bahasa Ibrani dan Semit lainnya. Kata Ibrani "hagag" yakni sama dengan hajaj dalam bahasa Arab, perbedaannya cuma terletak pada pengucapan aksara ketiga dari alfabet bahasa Semit "gamal" yang orang Arab mengucapkannya selaku "j". Kitab Hukum Moses (Torah) memanfaatkan kata hagag atau haghagh ini 1) kalau mendelegasikan untuk menjalankan upacara pameran ini.. Kata itu membuktikan untuk mengitari suatu bangunan atau altar atau suatu kerikil dengan cara berlari mengelilinginya dengan langkah terencana dan berpengalaman dengan tujuan menjalankan perayaan agama dengan bergembira dan nyanyian (do'a). Di Timur ummat Katolik masih mempraktekkan apa yang mereka sebut "higga" baik di hari-hari pesta atau perkawinan mereka. Dengan sendirinya kata ini tak punya kekerabatan apapun dengan pilgrimage atau upacara haji (ummat Islam), yang berasal dari kata bahasa Itali pellegrino, dan ini juga dari bahasa Latin peregrinus yang berarti "orang asing" (foreigner).

Selama dalam kunjungannya Ibrahim umumnya mendirikan suatu altar untuk pemujaan dan korban pada beberapa wilayah yang berlainan dan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Ketika Yakub dalam perjalanan menuju Padan Aram dan menyaksikan visi tangga yang indah itu dia mendirikan suatu kerikil di situ, ke atas mana dia menuangkan minyak dan menyebutnya Bethel, yakni Rumah Tuhan., dan dua puluh tahun kemudian dia mendatangi kerikil itu kembali, ke atas mana dia menuangkan minyak dan "anggur asli", seumpama tertulis dalam Genesis xxviii. 10 - 22; xxxv. Sebuah kerikil istimewa diresmikan selaku monumen oleh Yakub dan ayah mertuanya di atas setumpuk kerikil dan menyebutnya Gal'ead dalam bahasa Ibrani, dan Yaghar sahdutha by Laban dalam bahasa Aramia, yang berarti "sejumlah kesaksian". Namun nama yang layak yang mereka berikan pada kerikil yang diresmikan itu merupakan "Mispa" (Genesis xxxi. 45 - 55), yang saya lebih bahagia untuk menuliskannya dalam bentuk sempurna bahasa Arabnya, Mispha, dan ini saya jalankan begitu untuk kepentingan pembaca yang beragama Islam.

Mispha ini kemudian menjadi wilayah pemujaan yang sungguh penting, dan pusat dari konferensi nasional dalam sejarah bangsa Israel. Di sinilah Naphthah, seorang jagoan Yahudi, bersumpah "di hadapah Tuhan" dan sesudah mengalahkan bangsa Ammonit, dia diceriterakan selaku sudah mengorbankan anak wanita satu-satunya selaku korban bakaran (Hakim-Hakim xi). Di Mispha itulah bahwa empat ratus ribu orang bersenjata dari sebelas suku bangsa Israel berkumpul dan "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk memusnahkan suku bangsa Benjamin untuk kejahatan yang dibenci yang sudah ditangani oleh seorang bangsa Benjamin dari Geba' dan sukses (Hakim-Hakim xx. xxi.). Nabi Samuel memanggil semua orang ke Mispha di mana mereka "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk merusak semua patung dan gambar mereka, dan kemudian diselamatkan dari tangan orang Filistin (1 Samuel vii). Di sinilah orang berkumpul dan Saul dinobatkan jadi Raja atas orang Israel (1 Samuel x). Dengan singkat, setiap problem nasional yang penting dipastikan di Mispha atau di Bethel. Tampaknya kuil ini dibangun di atas wilayah yang tinggi atau wilayah yang ditinggikan, sering disebut Ramoth, yang berarti "tempat yang tinggi". Bahkan sesudah Kuil Suleiman yang indah dibangun, Mispha tetap sungguh dihormati. tetapi seumpama halnya Ka 'aba di Mekkah, Mispha ini sering diisi dengan patung dan gambar-gambar. Sesudah penghancuran Jeruzalem dan Kuil oleh orang Kaldea, Mispha itu masih tetap memiliki sifat sucinya hingga masa kaum Makabi selama pemerintah Raja Antiochus. 2)
Sekarang apa arti kata Mispa itu? Biasanya kata itu diterjemahkan selaku "menara pengawas". Kata ini tergolong kata benda dalam bahasa Semit - Asma Zarf - yang mengambil nama mereka dari benda yang dikemas atau dicakupnya. Mispa yakni wilayah atau bangunan yang mengambil namanya dari sapha, kata bahasa antik untuk "batu". Kata biasa untuk kerikil dalam bahasa Ibrani merupakan "iben", dan dalam bahasa Arab "hajar". Dalam bahasa Syria kerikil yakni "kipa".Tetapi safa atau sapha sepertinya menjadi bahasa yang lazim bagi mereka semua untuk suatu obyek atau eksklusif tertentu kalau itu dianggapnya selaku "batu". Dari hal ini maka Mispa berarti setempat atau wilayah di mana sapha atau kerikil itu terletak dan terpasang. Akan kita lihat kapan nama Mispa ini untuk pertama kalinya diberikan terhadap kerikil yang diresmikan di atas tumpukan balok batu, di situ tidak ada bangunan yang mengitarinya. Itu yakni spot atau wilayah di mana sapha itu terletak, dan itu disebut Mispa.

Sebelum menjelaskan arti dari kata benda sapha saya ingin meminta ketekunan para pembaca yang tidak memedulikan bahasa Ibrani. Bahasa Arab tak punya bunyi aksara " p " dalam alfabetnya sebagaimana juga dalam bahasa Ibrani dan bahasa Semit lainnya, di mana aksara " p ", seumpama halnya " g ", kerap kali lunak dan diucapkan seumpama " f " atau " ph ". Dalam bahasa Inggris selaku aturan, kata-kata dalam bahasa Semit atau Yunani yang berisi bunyi " f " ditransliterasikan (dipindah hurufkan) dan ditulis dengan sisipan " ph " dan bukan " f ", misalnya: Seraph, Mustapha, dan Philosophy. Sesuai dengan aturan inilah saya lebih menggemari menulis kata sapha ketimbang safa.

Ketika Jesus Kristus mengatakan nama panggilan terhadap pengikut pertamanya Shim'on (Simon) dengan gelar yang berarti "Petros" (Peter), pastilah dalam pikiran dia tersirat sapha yang antik dan suci yang sudah usang hilang! Tetapi, sayang! kita tidak sanggup dengan niscaya menguraikan kata yang sempurna yang dia nyatakan dalam bahasanya sendiri. Dalam bahasa Yunani kata Petros dalam masalah maskulin - Petra dalam masalah feminin - yakni begitu tidak klasikal dan tidak berbau Yunani, yang orang menjadi sungguh heran bahwa gereja mengadopsi kata itu. Pernahkah Jesus atau orang Yahudi yang lain berkhayal untuk memanggil nelayan Bar Yona, Petros? Pastilah tidak. Versi bahasa Syria merupakan Pshitta seringkali menyebabkan bentuk bahasa Yunani ini dengan Kipha (Kipa). Dan kenyataan baku bahwa bahkan teks bahasa Yunani sudah melestarikan nama orisinil "Kephas," yang model bahasa Inggris mereproduksinya dalam bentuk "Cephas", menampilkan bahwa Kristus mengatakan dalam bahasa Aramia dan memberi nama panggilan "Kipha" terhadap pengikut utamanya.

Versi usang bahasa Arab untuk Perjanjian Lama seringkali menulis nama St Peter dengan "Sham'un' as-Sapha"; yakni "Simon the Stone". Kata-kata Kristus: "Thou art Peter", dsb. padanan (ekivalen) dalam model bahasa Arab merupakan "Antas-Sapha" (Matius xvi. 18; Yohanes i. 42, dsb.).

Karena itu kalau Simon itu yakni Sapha, gereja yang mau dibangun di atasnya tentulah menjadi Mispha. Bahwa Katolik mesti membandingkan Simon dengan Sapha dan Gereja dengan Mispha yakni sungguh istimewa; tetapi kalau tiba saatnya saya membuka tabir misteri yang tersembunyi dalam kesamaan ini dan kebijakan yang terkait dalam Sapha, maka haruslah diterima selaku suatu kebenaran yang absurd dari kecanggihan Nabi Muhammad atas gelarnya yang mulia: MUSTAPHA !

Dari apa yang sudah diungkapkan di atas, kehendak untuk tahu kita dengan sendirinya akan memunculkan kita untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal berikut:

Mengapa ummat Islam dan Katolik Unitarian keturunan Nabi Ibrahim memutuskan kerikil untuk menjalankan upacara keagamaan pada atau sekitar kerikil itu ?

Mengapa kerikil istimewa ini disebut Sapha?

Apa yang mau dituju oleh si penulis? Dan seterusnya - mungkin beberapa pertanyaan yang lain Batu itu sudah diseleksi selaku suatu benda yang paling cocok ke atas mana seseorang yang patuh pada agamanya menaruh korbannya, menuangkan minyak murni dan anggurnya 3) dan menjalankan upacara keagamaannya di sekeliling kerikil itu. Lebih ketimbang itu, kerikil ini diresmikan untuk memperingati ikrar dan janji-janji tertentu yang sudah dibentuk oleh seorang Nabi atau orang yang lurus dalam agamanya terhadap Penciptanya, dan wahyu yang diterima dari Tuhan. Dengan begitu, kerikil itu yakni monumen suci untuk mengabadikan ingatan dan karakter suci dari insiden keagamaan yang besar. Untuk maksud tersebut, kiranya tidak ada benda lain yang melampaui batu. Bukan saja kerikil itu memiliki efek dan tahan usang yang menghasilkan kerikil itu lebih sesuai untuk maksud tersebut, tetapi juga kesahajaannya, kemurahannya, tidak bernilainya pada suatu wilayah sunyi akan menjamin terhindar dari perhatian orang yang tamak atau yang tidak senang untuk mencuri atau membinasakannya. Seperti sudah dipahami dengan baik, Hukum Musa (Taurat) melarang dengan keras untuk memotong atau memahat batu-batu altar. Batu yang disebut Sapha mutlak dibiarkan tetap dalam kondisi aslinya: tidak ada gambar-gambar, inskripsi, atau tabrakan yang dicetak di atasnya, mudah-mudahan salah satu daripadanya tidak akan dipuja di masa mendatang oleh orang-orang yang bodoh. Emas, besi, perak atau metal yang lain tidak sanggup menyanggupi semua kualitas yang dikehendaki oleh suatu kerikil yang sederhana. Karena itu akan dimengerti bahwa benda yang paling murni, paling tahan lama, sanggup diterima dan paling kondusif untuk suatu monumen agama dan suci tidak sanggup lain kecuali batu.

Patung perunggu Jupiter disembah oleh Pontifex Maximus Roma yang kafir, diambil dari Pantheon dan dicor kembali menjadi gambar St Peter atas perintah Souvereign Pointiff Kristen; sesungguhnyalah kebijakan yang terangkum dalam Sapha menakjubkan dan bermanfaat bagi semua mereka yang tidak menyembah obyek apapun di samping Tuhan.

Juga mesti diingat, bukan saja Sapha yang diresmikan itu selaku monumen suci, tetapi demikian juga wilayah yang khusus dan sirkuit di mana Sapha itu terletak. Dan untuk argumentasi inilah bahwa upacara haji bagi Muslim, seumpama halnya higga bagi orang Yahudi, ditangani di sekeliling bangunan di mana Batu Suci itu terletak. Adalah suatu kenyataan yang dipahami bahwa orang Karamati yang mengambil Batu Hitam dari Ka'aba dan menyimpannya di negerinya sendiri selama dua puluh tahun, diwajibkan untuk menjinjing dan meletakkannya kembali pada tempatnya semula lantaran mereka tidak sanggup menawan jamaah haji dari Mekkah. Kalau saja kerikil itu emas atau obyek lain yang bernilai, pastilah sudah tidak ada lagi paling kurang selama lima ribu tahun; atau kalau seandainya kerikil itu memiliki pahatan atau tabrakan atau gambar, pastilah Nabi Muhammad saw sendiri sudah membinasakannya.

Mengenai arti atau lebih baik banyak arti dari Sapha, sudah saya tunjukkan bahwa itu menunjuk pada banyak sekali kualitas yang dimiliki kerikil itu.

Kata itu terdiri atas aksara hidup "sadi" (shad) dan "pi" selsai dengan bunyi "hi" keduanya selaku kata kerja dan kata benda. Dalam bentuk "qal" itu berarti "mensucikan" "memperhatikan, memandang dari kejauhan, dan memilih". Kata itu juga berarti "bersikap tegas dan mantap"; dalam paradigma pi'el (?) yang yakni kausatif, itu berarti "membuat pilihan, memunculkan untuk memilih," dan sebagainya.

Seseorang yang memandang dari suatu menara disebut Sophi (2 Raja-Raja ix. 17, dst). Di zaman dahulu sebelum kuil Suleiman dibangun, Nabi atau "Orang (nya) Tuhan" disebut Roi atau Hozi yang berarti "penglihat" (1 Samuel ix. 9). Tentu saja para sarjana Ibrani sungguh mengenal dengan kata Msaphpi, atau lebih baik Msappi, yang merupakan kesamaan dalam ortografi bahasa Arab musaphphi, yang berarti: "seorang yang berupaya untuk memutuskan yang murni, mantap dan tegas," dsb. Pengawas di Menara Yisrael seumpama tersebut di atas, memandang dan memantau dengan tajam dari kejauhan untuk membedakan sekelompok orang yang tiba menuju kota. Dia menyaksikan delegasi pertama dari Raja yang tiba dan bergabung dengan kelompok itu tetapi tidak kembali. Hal yang serupa terjadi dengan delegasi kedua dan ketiga. Barulah kemudian bahwa Sophi itu sanggup mengetahui Ketua dari kelompok itu selaku Jehu. Nah, apa gerangan aktivitas dan kerja pengawas atau pengamat ini? Pekerjaannya merupakan memantau dengan tajam dari kejauhan untuk mengetahui satu di antara yang yang lain dengan tujuan untuk mengetahui identitas dan gerakannya, kalau saja mungkin, dan kemudian memberi tahukan terhadap Raja. Jika anda bertanya: Apa aktivitas dan pekerjaan Sophi dari Mispha yang seorang diri itu? Jawaban berikut ini niscaya tidak akan bikin puas seorang penyelidik yang memiliki kehendak tahu yang besar: "…dia biasa memantau dari minaret Misppha (Mispa) mudah-mudahan sanggup mengetahui identitas orang yang tiba di padang pasir, atau dia biasa memantau kemungkinan adanya bahaya." Bila demikian, sifat keagamaan serta suci dari Misppha itu akan hilang, dan mungkin lebih akan berfungsi selaku menara pengawas militer. Tetapi problem Sophi dari Mispha berlainan sekali. Asal awalnya Mispha hanyalah suatu kuil sederhana pada suatu wilayah tinggi yang terpisah di Gal'ead di mana Sophi dengan keluarganya atau pembantu-pembantunya biasa bertempat tinggal. Setelah penaklukan dan pendudukan tanah Kanaan oleh Israel, jumlah Mispha itu meningkat dan secepatnya saja Mispha itu menjadi pusat keagamaan yang besar dan bermetamorfosis forum pelajaran dan konfraternitas. Tampaknya pusat-pusat itu menjadi seumpama Mevlevi, Bektashi, Neqshbendi dan konfraternitas yang lain yang ada pada orang Islam, masing-masing ada di bawah Sheik dan Murshidnya sendiri. Mereka memiliki sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Mispha di mana diajarkan Hukum Musa, agama,sastra Ibrani dan cabang-cabang ilmu wawasan lainnya. Namun di atas aktivitas pendidikan ini, Sophi yakni kepala tertinggi dari mayarakat pemula yang lazim dia beri perintah dan asuh tentang agama yang esoterik dan gaib yang kita pahami disebut Sophia. Sesungguhnyalah apa yang kita sebut kini dengan sufi pada waktu itu disebut nbiyim atau "prophets" (nabi), dan apa yang dalam Islam disebut takkas, zikr atau undangan do'a, mereka sebut dengan "prophesying" (nubuah). Pada zaman Nabi Samuel yang juga selaku kepala negara dan forum Mispha, para pengikut dan pemula itu menjadi sungguh banyak; dan di saat Saul diminyaki (upacara keagamaan) dan dimahkotai selaku raja, dia ikut zikr atau aktivitas keagamaan menyeru do'a bareng dengan para pemula dan diumumkan dimana-mana: "Perhatikanlah, Saul juga ada di antara para Nabi." Dan perumpamaan ini menjadi peribahasa; lantaran dia juga ikut "prohesying" dengan kelompok para nabi itu (1Samuel x. 9-13). Persufian di antara orang-orang Ibrani berlanjut terus menjadi konfraternitas keagamaan yang esoterik di bawah kekuasaan Nabi waktu itu hingga wafatnya raja Suleiman. Sesudah kerajaan pecah menjadi dua bagian, ternyata perpecahan besar terjadi juga di antara para sufi. Di zaman Nabi Ilyas kira-kira 900 tahun sebelum Isa, dibilang terhadap kita bahwa dia yakni satu-satunya Nabi yang sejati yang masih tertinggal dan bahwa semua yang yang lain sudah tewas terbunuh; dan ada delapan ratus lima puluh nabi Baal dan Ishra yang ikut "makan di meja Ratu Izabel" (1 Raja-Raja xviii. 19). Namun cuma bertahun-tahun kemudian, pengikut Nabi Ilyas dan penggantinya Nabi Elisha, sudah disambut di Bethel dan Jericho oleh puluhan "anak-anak Nabi" yang meramalkan peningkatan nabi Ilyas dalam waktu akrab (2 Raja-raja ii.)

Apapun posisi bergotong-royong para Sufi Ibrani sehabis terjadinya perpecahan besar agama dan bangsa, satu hal yakni pasti, yakni bahwa pengetahun sejati tentang Tuhan dan ilmu wawasan agama yang esoterik tetap terpelihara hingga kedatangan Jesus Kristus, yang membangun penduduk pemulanya di dalam "kalangan dalam agama" (Inner Religion) atas Simon the Sapha, dan bahwa para Sophi sejati atau para pengawas, penglihat atau pengamat dari Mispha Katolik melestarikan wawasan itu dan mengawasinya hingga kedatangan Pilihan Allah, Nabi Muhammad al-Mustapha - atau Mustaphi dalam bahasa Ibrani!

Seperti saya katakan di atas, Bibel menyebut banyak nama para nabi yang terkait dengan Mispha; tetapi kita mesti betul-betul memahami bahwa sebagaimana dengan terperinci Al Qur'an menyatakannya: "Tuhan Yang Paling Mengetahui siapa yang mau Dia angkat menjadi UtusanNya" bahwa Dia tidak mengatakan kado ramalan terhadap seseorang dengan alasannya yakni untuk kemuliaannya, kekayaannya, atau bahkan kealimannya, tetapi semata -mata cuma untuk kesenanganNya (keridhoanNya- pen.). Keyakinan dan semua aktivitas keagamaan, meditasi, latihan spiritual, doa, puasa, dan ilmu wawasan suci mungkin memunculkan timbulnya seorang gres menjadi murshid atau pembimbing spiritual, atau hingga pada tingkat santo (orang suci), tetapi tidak akan pernah hingga pada tingkat nabi; lantaran kenabian bukanlah diraih dengan lewat upaya, tetapi yakni suatu bantuan Tuhan. Bahkan di antara para Nabi cuma ada beberapa saja yang yakni Utusan (Rasul) yang diberi kitab suci khusus dan ditugaskan untuk memberi isyarat dan perayaan terhadap ummat tertentu atau dengan misi khusus. Karena itu perumpamaan "nabi" seumpama dipergunakan dalam Kitab Suci orang Ibrani seringkali yakni bermakna ganda (lebih dari satu).

Saya juga mesti mencatat dalam kekerabatan ini bahwa mungkin sebagian besar dari materi Bibel yakni karya atau buatan dari Mispha-Mispha ini sebelum Penangkapan Babilon atau bahkan mungkin sebelumnya, tetapi kemudian direvisi oleh tangan-tangan yang tidak dipahami siapa punya hingga menjadi dalam bentuknya seumpama kita kenal sekarang.

Nah kini tinggal beberapa kata lagi untuk dibilang tentang Sufiisme orang Muslim dan kata bahasa Yunani "Sophia" (kebijakan atau cinta akan kebijakan); dan suatu perbincangan tentang dua sistim wawasan tinggi ini terletak di luar ruang lingkup postingan ini. Dalam pemahaman luas, filosofi yakni suatu studi atau ilmu wawasan tentang prinsip utama tentang "ada"; dengan perkataan lain filosofi itu melampaui batas dari fisik ke studi tentang "ada yang murni". dan meninggalkan studi tentang alasannya yakni musabab atau aturan dari apa yang terjadi atau dilihat di dalam alam selaku sedang menjajal untuk menggapai metafisik yang berafiliasi dengan keyakinan, etika dan aturan yang kini dipahami selaku faktor spiritual dari peradaban, sedang fisik itu dianggap selaku faktor materi dari peradaban. Karenanya susah sekali untuk mendapatkan kebenaran.

Perbedaan antara kata bahasa Yunani "Sophia" dan Sufi Muslim merupakan bahwa orang Yunani itu sudah mencampur adukkan bidang materialistik dan spiritual dan pada dikala yang berbarengan mereka gagal untuk mendapatkan wahyu seumpama diakui oleh filosof utama mereka Aristotle dan Socrates bahwa berafiliasi dengan metafisik tanpa adanya wahyu dari Sang Pencipta seumpama menyeberangi samudera di atas sebatang kayu! Sedang Sufi orang Muslim yang mujur mengkonsentrasikan diri dalam bidang etika dan mengikuti jejak Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya dalam mendisiplinkan hati seseorang dan diri sendiri dalam berlayar untuk menggapai Kumpulan Tinggi Para Malaikat dan sebagainya.

Sufiisme orang Muslim yakni kontemplasi tentang karya Allah dan CiptaanNya dan diri sendiri, dan menghindarkan diri dari kontemplasi tentang Allah Sendiri, lantaran insan itu dibentuk dari lingkungannya, dan selekas dia akan memanfaatkan panca inderanya untuk melukiskan Allah, maka akan menjadi sungguh berbahaya seumpama halnya terjadi dengan orang Mesir di saat mereka melukiskan Sphinx yang memiliki kepala, cakar, tubuh, dsb.

Keunggulan Sophia Islam ketimbang filosofi Yunani yakni pernyataan (manifestasi) dari obyek yang dilihat. Dan dengan niscaya Sophia Islam itu lebih unggul ketimbang selibasi dalam agama Katolik dan religiositas (monastik) dalam ketidak pekaannya terhadap kesadaran dan kepercayaan orang lain. Seorang Sufi Muslim senantiasa mengatakan hormat terhadap agama lain, menertawakan ide "heresy" dan mencela semua pengejaran dan penindasan (persecution and oppression). Sebagian besar orang suci (santo) Katolik yakni kalau bukan persekutor maka dia yakni orang yang terkena persekusi lantaran "heresy", dan mereka kondang lantaran ketidak toleransian mereka. Sayang , tetapi itulah kebenarannya.

Juga bermanfaat untuk dicatat bahwa dalam masa permulaan Islam, para Sufi Muslim disebut dengan "Zahid" atau "Zohad" dan pada dikala itu mereka tak punya metodologi, tetapi mereka memiliki fraternitas atau komunitas kepercayaan dan jurisprudensi yang lengkap bagi mazhabnya. Mereka berfokus pada etika dan pemikiran. Generasi selanjutnya menghasilkan metodologi pelajaran untuk para pemula, menengah (intermediate) dan yang sudah lanjut (the advanced) menurut Al Qur'an dan Hadith Nabi (Prophetic Quotations). Jelas sekali bahwa rektisi saban hari atas Al Qur'an, penghafalan Asma'al-Husna dan do'a bagi Nabi Muhammad saw bareng dengan tuntutan ampun terhadap Allah dan sholat tahajud, puasa di siang hari yakni beberapa dari karakteristik yang penting. Pada pihak lain, para Sufi Muslim yang asli menolak setiap anggota yang tidak jujur dan ikhlas yang gagal untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad. Harus diakui, banyak orang kurang pandai sudah termakan, dengan berpikir bahwa masalah ketidak tulusan itu yakni mewakili Sufiisme Muslim. Mereka tidak sanggup memahami bahwa Ihsan yang yakni sepertiga dari agama seumpama ditunjukkan dalam respon Nabi Muhammad saw atas pertanyaan: "Apakah Islam itu?", "Apakah Iman itu?" dan "Apakah Ihsan itu?", di saat Nabi Muhammad saw bersabda bahwa orang yang mengajukan pertanyaan itu merupakan malaikat Jibril, dan bahwa dia tiba untuk mengajar agama kepadamu. Demikian juga, Islam itu dilayani oleh empat mazhab jurisprudensi (fikh), sedang Iman oleh mazhab kepercayaan seumpama Salaf dan Ashariah, dan tentunya Sufi dilayani oleh Ihsan. Bila seseorang mewaspadai hal ini, biarlah dia menyebutkan pakar-pakar Ihsan, lantaran kalau anda pergi ke Pengadilan Islam yang tergolong dalam seksi Islam, atau pergi ke mazhab Kepercayaan dan mengaku bahwa ada iri hati dan dengki dalam hatinya dsb. selaku penyakit dari jiwa, kedua mazhab itu akan mengakui bahwa mereka tak punya sangkut paut dengan faktor itu dan akan merujuknya terhadap luar biasa ibadah, atau seorang Sufi, Sheik.

Sebagai catatan kedua saya ingin menyertakan bahwa para pengarang Muslim senantiasa menuliskan kata bahasa Yunani "philosophy" dalam bentuk falsafah dengan aksara "sin" dan bukan aksara "shad" atau "thad" yang yakni satu dari huruf-huruf yang membentuk kata dalam bahasa Ibrani dan Arab Sapha dan Sophi. Saya kira bentuk ini dimasukkan ke dalam literatur bahasa Arab oleh penterjemah dari Asiria yang dahulu tergolong dalam sekte Nestorian. Orang Turki menuliskan Santo Sofia dari Istambul dengan aksara shad, tetapi falsafah dengan aksara sin seumpama halnya samekh dalam bahasa Ibrani. Saya percaya bahwa Sophia dalam bahasa Yunani secara etimologi sanggup dipahami dari kata bahasa Ibrani; dan bahwa ide dalam golongan Muslim bahwa kata sophia (sowfiya) berasal dari kata "soph" yang berarti "wool" haruslah dibuang.

Sophia atau kebijakan yang sejati merupakan wawasan yang bergotong-royong tentang Tuhan, wawasan yang sejati tentang agama dan moralitas, dan penentuan yang mutlak benar atas Utusan Terakhir di antara semua Utusan Tuhan, yakni tergolong dalam forum antik orang Israel 'Mispha' hingga dikala dialihkannya ke Mispha orang Nasrani atau Kristen. Sungguh luar biasa menyaksikan betapa lengkap analogi itu dan betapa ekonomi Tuhan yang berkenaan dengan hubunganNya dengan insan sudah dilaksanakan dengan keseragaman dan tertib yang mutlak. Mispha yakni filter di mana semua data dan orang disaring dan diteliti oleh para Musaphphi (bahasa Ibrani Mosappi) seumpama halnya oleh colander (saringan, lantaran itulah arti kata itu); sehingga yang orisinil dibedakan dengan dan dipisahkan dari yang palsu, dan yang murni dari tidak murni; meskipun masa sudah silih berganti, banyak sekali Nabi-Nabi tiba dan pergi, tetapi Mustapha, Seorang Yang Terpilih, tidak muncul. Kemudian tiba Jesus yang suci; tetapi dia ditolak dan di siksa, lantaran di Israel tidak ada lagi Mispha yang resmi yang niscaya sudah akan mengetahui dan mengumumkannya selaku Utusan Tuhan yang sejati yang dikirimkanNya untuk menjinjing kesaksian atas Mustapha yang yakni Nabi Terakhir yang mau tiba sesudahnya. "Dewan Agung Sinagog" sudah berkumpul dan dilembagakan oleh Ezra dan Nehemiah, di mana "Simeon Yang Adil" yakni anggota terakhirnya (310 S.M.), digantikan oleh Pengadilan Adi Jeruzalem (Supreme Tribunal of Jeruzalem) yang disebut : "Sahedrin"; tetapi Dewan yang kemudian itu yang diketuai oleh seorang "Nassi" atau "Pangeran", menghukum mati Jesus lantaran Dewan itu tidak mengakui Jesus dan sifat dari misi sucinya. Namun beberapa Sufi mengetahui Jesus dan mempercayai misi kenabiannya; tetapi sejumlah orang menyalah fahaminya selaku Mustapha atau Utusan Allah yang "terpilih", dan menangkap dan mengakuinya selaku raja, tetapi dia lenyap dan menghilang dari antara mereka. Beliau bukanlah Mustapha, kalau bukan maka tidaklah masuk nalar untuk menyebabkan Simon selaku Sapha dan gerejanya selaku Mispha; lantaran fungsi dan kiprah dari Mispha yakni untuk memperhatikan dan mencari tahu Utusan Terakhir, mudah-mudahan kalau dia tiba sanggup diumumkan selaku Orang Yang Dipilih dan Ditetapkan - Mustapha. Jika Jesus itu Mustapha maka tidak perlu lagi ada forum Mispha. Ini yakni suatu subyek yang mendalam dan menarik; hal itu membutuhkan ketekunan dalam mempelajarinya.

Nabi Muhammad al Mustapha yakni suatu misteri Mispha, dan kekayaan dari Sophia.

Catatan kaki:

(1) Tidak seumpama orang Arab, baik orang-orang Ibrani maupun Aramia tak punya bunyi " j " dalam alfabetnya; aksara ketiga dari alfabet mereka "gamal" memiliki bunyi g kalau keras, dan kalau lunak atau aspirate (mengucapkan dengan hembusan) menjadi bunyi kerongkongan dan bunyi gh.

(2) Kitab Bibel yang saya jadikan referensi tidak menampung apa yang disebut kitab deutro-canonical atau Apocryphal dari Perjanjian Lama. Kitab Bibel ini diterbitkan oleh American Bible Society (New York 1893). Judulnya berbunyi: Kthahhi Qadissihi Dadiathiqi Wadiathiqi Khadatt An Shad-wath Poushaqa dmin lishani qdimaqi. Matha 'ta d'dasta. Biblioneta d' America. (Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan konkordans dan kesaksian. Diterjemahkan dari bahasa kuno. Diterbitkan di Press of the American Bible Society).

(3) Bagi orang Israel anggur tidak diharamkan.

Related : Misteri Wacana Mispa

0 Komentar untuk "Misteri Wacana Mispa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)