Masjid Jami'

Masjid yang bagi penduduk madura ini sungguh membikan nilai monomintal terhadap kondisi sepanjang zaman ini Menghadap ke Taman Kota, yang berada di sebelah Timurnya. Dengan gerbang besar, pintu kayu kuno, yang berdiri kuat menghadap matahari terbit. Masjid Agung Sumenep, yang dahulu dipahami dengan nama Masjid Jami’, terletak ditengah-tengah Kota Sumenep.
Masjid ini dibangun sesudah pembangunan Kraton Sumenep, selaku inisiatif dari Adipati Sumenep, Pangeran Natakusuma I alias Panembahan Somala (1762-1811 M). Adipati yang memiliki nama orisinil Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja mendirikan masjid yang lebih besar. Setelah sebelumnya dibangun masjid, yang dipahami dengan nama Masjid Laju, oleh Pangeran Anggadipa (Adipati Sumenep, 1626-1644 M). Dalam perkembangannya, masjid laju tidak dapat lagi memuat jemaah yang semakin banyak.
Setelah keraton final pembangunannya, Pangeran Natakusuma I mengutus arsitek yang juga membangun keraton, Lauw Piango, untuk membangun Masjid Jami’. Berdasar catatan di buku Sejarah Sumenep (2003) diketahui, Lauw Piango yakni cucu dari Lauw Khun Thing yang ialah satu dari enam orang China yang mula-mula tiba dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akhir adanya perang yang disebut ’Huru-hara Tionghwa’ (1740 M).
Masjid Jami’ dimulai pembangunannya tahun 1198 H (1779 M) dan final pada tahun 1206 H (1787 M). Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya selaku berikut;
”Masjid ini yakni Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku terhadap orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena bekerjsama Masjid ini wakaf, dihentikan diwariskan, dan dihentikan dijual, dan dihentikan dirusak.”
Dari tinjauan arsitektural, memang banyak hal yang khas pada bangunan yang menjadi sentra acara penduduk Islam di kabupaten paling timur Pulau Garam ini. Memperhatikan fisik bangunan, layaknya menganut eklektisme kultur desain.
Masjid Jami’ Sumenep dari bentuk bangunannya bisa dikata ialah penggabungan banyak sekali elemen budaya. Mungkin pula selaku bentuk fasilitas dari budaya yang meningkat di masyarakatnya. Pada masa pembangunannya hidup berbaur banyak sekali etnis penduduk yang saling menampilkan pengaruh.
Yang menawan lagi, bukan cuma kerja sama gaya arsitektur lokal. Tetapi lebih luas, yakni antara arsitektur Arab, Persia, Jawa, India, dan Cina menjadi satu di bangunan yang istimewa ini. Mungkin pula banyak sekali etnis yang tinggal dan hidup di Madura lebih banyak lagi, sehingga membentuk struktur bangunan lengkap dengan pernak-pernik yang mempercantik bangunan ini secara keseluruhan.
Kubah kecil di puncak bangunan yang ada di sudut kanan-kiri halaman masjid, sungguh mungkin mewakili arsitektur Arab-Persia. Penerapannya tidak semata-mata, terdapat sejumlah penyesuaian yang meningkat seiring dengan keperluan penduduk setempat.
Ornamen yang lalu dipertegas dengan warna-warna menyala, menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Semakin kental atmosfirnya di saat berada di bab dalam bangunan utama. Memperhatikan mihrab masjid yang berusia 799 tahun ini, pada mimbar khotbah, sampai pernak-pernik seumpama keramik yang menghiasi dindingnya.
Bangunan bersusun dengan puncak bab atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan penduduk Jawa. Kubah berupa tajuk juga ialah kekayaan alami pada rancangan penduduk Jawa.
Struktur bangunan secara keseluruhan menggambarkan tatanan kehidupan penduduk yang rumit di dikala itu. Jalinan korelasi antaretnik yang hidup di Madura sanggup disaksikan dari bangunan utuh dari sosok masjid Agung Sumenep ini.
Pada bab depan, dengan pintu gerbang yang seumpama gapura besar, beberapa orang beropini juga menampakkan adanya corak kebudayaan Portugis. Konon, masjid Agung Sumenep ialah salah satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia dengan corak arsitektur yang khas.
Perkembangan Islam di tanah Jawa, pula menjadi bab dinamika kehidupan penduduk Madura. Perkembangan fatwa Islam di Pulau Madura, tak sanggup dipisahkan dari pertumbuhan dan pergulatan penduduk Jawa yang secara gegrafis terpisah dengan Selat Madura. Perkembangan Islam di Ampel dan Giri menjadi bab tak terpisahkan dari penduduk Madura. Pada jamannya, kiprah dakwah yang diemban para wali termasuk seluruh daerah, tergolong Jawa dan Madura.
Dalam pertumbuhan Islam di Madura tak lepas dari para pedagang yang tiba dari Gujarat (India) serta para perantau yang berasal dari jazirah Arab. Mereka yang sukses mendarat di Madura juga memberi sokongan akhir interaksi, baik budaya maupun tata kehidupan.
Model akulturasi budaya yang ada di masa silam, secara terang masih bisa dirasakan sekarang. Yaitu dengan menyaksikan kekayaan detil arsitektural yang ada di masjid Jami’ Sumenep. Walaupun pada sekitar tahun 90-an masjid ini mengalami pengembangan, dengan renovasi pada pelataran depan, kanan dan kirinya. Namun demikian tidak meminimalisir eksotismenya sampai sekarang

Related : Masjid Jami'

0 Komentar untuk "Masjid Jami'"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)